Akademisi Unigoro: Eceng Gondok Harus Dikendalikan

oleh -
oleh

SuaraBojonegoro.com — Beberapa titik aliran sungai Bengawan Solo di Kabupaten Bojonegoro dipenuhi tanaman eceng gondok. Salah satunya di kawasan jembatan Malo, eceng gondok tampak menutup rapat permukaan sungai. Pertumbuhan eceng gondok harus dikendalikan untuk menjaga keseimbangan ekosistem air
Dosen prodi ilmu lingkungan Universitas Bojonegoro (Unigoro), Laily Agustina R., S.Si., M.Sc., menerangkan, fenomena blooming eceng gondok berulang kali terjadi. Terutama saat musim kemarau tiba, yang diiringi dengan penurunan volume dan debit air sungai. Di saat itulah konsentrasi bahan organik di perairan akan meningkat.

Bahan organik tersebut menjadi sumber nutrien untuk perkembangan eceng gondok. “Kondisi inilah yang dinamakan blooming. Di mana pertumbuhan eceng gondok dapat berkembang dua kali lipat dalam kurun waktu satu minggu,” terangnya pada Jumat (6/10/23).

Laily melanjutkan, eceng gondok sebenarnya memiliki peran penting dalam ekosistem perairan. Seperti menjadi bioakumulator atau dapat mengakumulasi logam dan bahan organik terlarut dalam perairan. Kemudian menjadi bioindikator, ketika berada di perairan dengan konsentrasi bahan organik yang tinggi eceng gondok akan merespon dengan pertumbuhannya yang sangat cepat.

Serta menjadi tempat berlindung bagi ikan-ikan. Akademisi asal Kecamatan Baureno ini mengingatkan, melimpahnya tanaman eceng gondok dapat menyebabkan pendangkalan sungai dan menyumbat saluran air. Terutama saat musim penghujan tiba.

“Akibatnya pintu air jadi tersumbat. Lalu masyarakat yang masih menggunakan perahu untuk mencari ikan atau menyebrang sungai juga terhalang dengan adanya eceng gondok yang sampai menutup permukaan,” imbuh Laily.

Akademisi yang juga menjabat sebagai Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Unigoro ini menjelaskan, penanganan blooming eceng gondok butuh strategi yang terencana dan komprehensif. Pertama, menangani sumber pencemar dengan cara menekan input nutrien atau limbah organik ke perairan. Kedua, mengendalikan pertumbuhan eceng gondok melalui pengendalian fisik, pengendalian hayati, pengendalian kimia, serta penggunaan mesin atau alat khusus. Untuk mengambil dan membersihkan eceng gondok dari permukaan air. Seperti yang sudah diaplikasikan di Rawa Pening, Ambarawa, menggunakan alat Aquatic Weed Harvester (AWH) dan Dredger.

Ketiga, melakukan perencanaan dan pengelolaan secara terpadu. “Berbagai stakeholder seperti pemerintah, organisasi lingkungan, dan komunitas lokal harus saling berkoordinasi. Kemudian populasi eceng gondok dan kondisi lingkungan perairan harus dipantau serta dievaluasi secara rutin. Untuk menilai efektivitas tindakan yang diambil. Selanjutnya yang paling penting adalah mengedukasi masyarakat bahaya eceng gondok. Sehingga masyarakat bisa berpatisipasi dalam mengelola dan mencegah pertumbuhan eceng gondok,” pungkas Laily. (Red/Din)

No More Posts Available.

No more pages to load.