Kepala Desa Sebagai Ujung Tombak Dan Sekaligus Ujung Tombok

oleh -
oleh

Reporter : Bima Rahmat

SuaraBojonegoro.com – Pernyataan Menteri Sosial, Tri Rismaharini, di media sosial membuat gaduh dan memancing ketersinggungan para kepala desa. Hal ini disampaikan Supratman, selaku Ketua Dewan Pimpinan Daerah, Papdesi Jawa Timur. Jumat (18/06/21).

Menurutnya statmen mantan wali kota Surabaya tersebut dianggap menyudutkan dan tidak menghargai kepala desa sebagai ujung tombak yang sekaligus sebagai ujung tombok.

“Statemant Mensos sangat menyudutkan & tdk mengharagai kades sbg ujung tombak yg sekaliggus ujung tombok,” katanya.

Secara tegas dalam hal ini Supratman, menegaskan bahwa sebelumnya para kepala desa juga merasa geram atas pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, yang menyatakan bahwa Dana Desa (DD) bukan untuk Kades.

“Bahwa DD bukan untuk Kades. Menurut info stlh diklarifikasi ternyata ini bukan pernyataan sang Menkeu. Biasa kuli tinta yang jadi sasaran kesalahan, bahwa itu oleh kuli tinta atau wartawan,” ujarnya.

Pernyataan Mensos , lanjutnya, penyaluran bansos tidak tepat sasaran dan ada keluarga Kades yg memperoleh jata tersebut. Dari semula bahwa Bansos ditengarai ada yang tidak tepat sasaran, orang yang menurut pandangan umum layak ternyata tidak memperoleh jatah tersebut demikian sebaliknya.

“Adanya bansos tidak tepat sasaran juga sudah banyak diunggah di dunia maya, demikian juga dengan keluarga kades,” tegasnya.

Pemerintah dalam hal ini Mensos, dalam mengsikapi adanya bansos yang tidak tepat sasaran harusnya segera melakukan tindakan penataan ulang, evaluasi atas DTKS.

“Bukan mengumbar informasi ke masyarakat dalam bentuk info yang sepotong-sepotong, tidak lengkap. Demikian juga segera klarifikasi berita di media yang dianggap bukan sebagai sikap dan pernyataannya,” imbuhnya.

Menurutnya kepala desa dalam hal ini selalu jadi tempat sasaran kesalahan, dengan menyebut data dari desa dan seolah data itu hanya kades yang menentukan pada hal itu hasil musyawarah.

“Dalam regulasi terkait dengan DTKS, untuk memperbaiki data dilkakukan usulan lewat MUSDE untuk tiap 2 tahun sekali. Namun mekanisme ini sepertinya hanya himbauan atau perintah belaka tapi hasilnya diabaikan oleh pemerintah supra desa,” tuturnya.

Supratman berpendapat, dari DTKS yang dianggap salah sasaran Kemensos harus mengambil kebijakan segera melakukan evaluasi data. Intruksikan segera ke bawah untuk dilakukan evaluasi dan perbaikan.
Pada dasarnya dirinya memahami sikap para kades yang mensomasi dan meminta dicabutnya pernyataan tersebut dan meminta maaf bahkan ingin boikot atas program dari Kemensos.

“Kepala desa dalam bantuan ke masyarakat dari pemerintah terasa dibenturkan dengan masyarakat, sebab yang dimintai data itu kades walau dengan musdes, penentuan KPM selalu ngundang masalah, karena perbedaan yang tidaj signifikan atau mencolok, sehingga yang tidak menerima pun membanding-bandingkankan dengan penerima. Didaftarkan hanya sebagian kecil sebagai KPM jadi masalah difaftarkan semua timbul pertanyaan. Kades selama ini berbuat apa sampai-sampai rakyatnya  miskin semua atau masih hidup di bawah standar, digunakan untuk apa bantuan dana yang ditrima desa yang begitu besar tapi tidak mampu mengurangi angka kemiskinan dan lain-lain,” pungkasnya. (Bim/red).

No More Posts Available.

No more pages to load.