Berikut Hasil  Validasi Tim KLHK Terhadap Gapoktanhut Lereng Kendeng, Desa Bobol Usai Fasilitasi

oleh -
oleh

SuaraBojonegoro.com – Fasilitasi dan validasi terhadap permohonan ijin pengelolaan hutan sosial oleh Ditjen PSKL Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terhadap permohonan yang diajukan  Gapoktanhut Lereng Kendeng, Desa Bobol, Kecamatan Sekar, Bojonegoro telah usai.

Berakhirnya fasilitasi dan validasi tersebut ditandai dengan penandatanganan berita acara hasil validasi lapangan oleh tim.

Banyak temuan yang dituangkan dlam naskah berita acara. Antara lain terdapat lahan tebu yang dikerjasamakan dengan pihak swasta lain oleh Perhutani.

“Padahal lahan tersebut sebelum ditanami tebu, sudah ada petani penggarapnya, la kok teganya mengusir warga tani,” kata Lulus Setiawan, wakil Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Pemberdayaan Kinerja Peduli Aset Negara (LSM PK PAN),  pegiat Perhutnan sosial di Bojonegoro.

Cukup luas lahan tebu tersebut, ada skitar 100 hektar.  Diantaranya, skitar 85 hektar dikelola PTPN XI dan skitar 15 hektar ditanam Perhutani sendiri.
Oleh karena itu, sluruh lahan tebu tersebut didesak harus masuk peta lahan usulan KTH. “Ya harus dikembalikan kepada penggarap awalnya, yang melakukan pembersihan lahan dulu  ya para petani kok,”  ujarnya.

Selain itu juga ditemukan kawasan hutan rehabilitasi lahan (RHL) seluas skitar 79 hektar.

Lahan ini sebenarnya tdak layak masuk lahan RHL. Tapi ditetapkan sebagai lahan RHL. Lahan ini juga sudah dikuasai warga 15 tahun lebih. Entah kapan kawasan tersebut dilakukan rehabilitasi.
Lahan RHL ini pun akhirnya menjadi lahan usulan perhutanan sosial.

Awalnya, Gapoktanhut Lereng Kendeng hanya mengusulkan skitar 990 hektar. Luasan itu terdiri dari kawasan KHDPK PS dan lahan di luar KHDPK PS.
Maka setelah ditelaah dan divalidasi  oleh Tim, usulan luasan lahan menjadi 1. 678 hektar.

Sekretaris umum LSM PK PAN menilai, bertambahnya luasan usulan hasil validasi tim ini benar, sebab mengacu pada Peraturan Menteri LHK No 4 tahun 2023. Khususnya pasal 3 angka (3).

“Dalam peraturan menteri tersebut jelas menyebutkan bahwa lahan hutan yang sudah digarap petani, termasuk lahan KHDPK. Termasuk lahan hutan yang tidak produktif serta lahan yang rawan konflik. kriterianya seperti itu, makanya di luar lahan KHDPK ya bisa diusulkan,” ujar mantan Ketua DPD Partai Nasdem Kabupaten Bojonegoro ini.

Terhadap temuan-temuan tersebut,  awalnya Perum Perhutani berusaha mempertahankan agar tdak dimasukkan dalam peta usulan Perhutnan sosial.

Administrator KPH Perhutani, Rumhayati yang terlibat langsung dalam pembahasan temuan validasi lapangan terus berusaha dan meminta agar lahan yang sudah dikerjasamakan dengan pihak ketiga tidak dimasukkan. Dia berdalih, perhutani juga menjalankan tugas negara demi ketahanan pangan, sektor gula.
“Kami ini ya sebagai pelaksana saja atas kebijakan strategis pemerintah, soal ketahanan pangan,” dalihnya.

Namun, pihak pendamping Gapoktanhut Lereng Kendeng, Jundi Wasono Hadi dari Semut Ireng,  bersikukuh langkah Perhutani tersebut salah. Sebab sudah tahu lahan sdah dibersihkan dan dikelola petani berpuluh tahun, tetep saja tega mengusir petani dan menanami lahannya dengan tebu. “Perhutani tidak boleh Lo menanam tebu, ada dampak hukumnya lo ini,” tegas Jundy.

Setelah ditengahi Nur Faizin, Kepala Balai PSKL JAWA, akhirnya disepakati lahan tebu dan lahan RHL masuk peta usulan Gapoktanhut Lereng Kendeng.

Berita acara pun dibuat dan ditandatangani bersama oleh para pihak, antara lain pihak pemohon, yakni Gapoktanhut Lereng Kendeng, Gapoktanhut Lereng Kendeng Satu, Pihak BPSKL, kepala desa Bobol, Perhutani, CDK dan pendamping. (Red/Lis)

No More Posts Available.

No more pages to load.