DKPP Cabut Suratnya ke Para ADM Perhutani, Inilah Tuntuttan 15 KTH Saat Hering di DPRD Bojonegoro

oleh -
oleh

 

SuaraBojonegoro.com  Sekitar 100 petani hutan yang tergabung dalam 15 kelompok tani hutan ( KTH) di Bojonegoro, mengadukan nasib tanamannya yang tidak mendapat jatah pupuk bersubsidi.

Para petani hutan ini diterima Komisi B DPRD setempat. Hadir lima agta komisi B, antara lain Saly Atyasasmi, Sigit Kushariyanto, Lasuri, Sutikno dan Doni Setiawan.

Dalam pertemuan tersebut dihadirkan pula kepala Dinas Ketahanan Pangan Pertanian (DKPP) Bojonegoro, Cabang Dinas Kehutanan (CDK) Propinsi Jatim dan Perhutani KPH Bojonegoro.

15 KTH yang didampingi Lembaga Swadaya Masyarakat Pemberdayaan Kinerja Peduli Aset Negara (LSM PK PAN) ini menuntut pemerintah agar petani hutan juga dijatah pupuk bersubsidi. “Kami menilai, pemerintah memganak tirikan petani hutan. Masak yang diberi bantuan pupuk bersubsidi hanya petani di luar hutan. Merekajuga petani, juga bayar pajak, mereka juga ingin hidup, lahanya hanya di hutan,” kata kata Alham M. ubey, Sekretaris Umum LSM Pemberdayaan Kinerja Peduli Aset Negara (PK PAN), mengawali penyampaian aspirasi para KTH.

Sebanyak 15 KTH yang tergabung dalam Gabungan Kelompok Tani Hutan (Gapoktanhut) ini, menyampaikan aspirasinya dalam bentuk surat pernyataan bersama dan dibacakan bergantian oleh masing-masing ketua KTH.

Menurut Iswanda, Ketua KTH Mbah Dampu Awang Sumber Makmur, Desa Soko Kecamatan Temayang, begitu ada pelarangan dari pihak Perhutani soal penggunaan pupuk bersubsidi, tanaman jagungnya jadi kerdil tidak bisa maksimal hasilnya, karena kekurangan pupuk.

Disambung KTH lainnya, Widodo, Ketua KTH Wonojoyo Lanching Kusumo menuntut agar surat DKPP yang dijadikan acuan Perhutani untuk melarang penggunaan pupuk bersubsidi itu, dicabut.

“Kami mohon ibu kepala DKPP mencabut suratnya. Sebab, kami resah dengan pelarangan itu,” tegasnya, Kamis (6/4/2023).

Menanggapi tuntutan KTH ini, pihak DKPP melalui kepala Dinasnya, Helmy menyatakan sudah mencabut surat tersebut. “Sudah kami cabut. Sebab kami tidak mau surat kami dijadikan rujukan pelarangan itu,” Tegas Helmy.

Ditambahkan Suryadi, Ketua KTH Lereng Kendeng, Kecamatan Sekar, bahwa soal pupuk ini sangat mendesak penyelesaiannya. Sebab, jika tidak, maka banyak petani yang mengalami gagal panen.

Menurutnya, untuk menanam jagung, para petani hutan tidak pernah mendapat bantuan. “Bantuan bentuk apa pun, tidak pernah ada. Beda dengan kelompok tani desa, sering sekali mendapat bantuan. Tentu kami iri,” katanya.

Singgung Perhutanan Sosial

Selain soal pupuk, para pengurus KTH ini juga mempersoalkan banyaknya halangan dan rintangan yang dihadapi oleh petani hutan untuk membentuk kelompok tani hutan di desanya oleh oknum-oknum Perhutani.

Lulus Setiawan, tokoh masyarakat pegiat Perhutanan Sosial dari Desa Ngorogunung, Kecamatan Bubulan merasa risih dengan halang rintang yang dihadapi para petani hutan untuk bisa memanfaatkan program Perhutanan Sosial.

Menurutnya, dari segi perundang undangan, mulai UU, PP, KEMEN dan Peraturan Mentri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sudah lengkap. “Mohon Perhutani tidak berupaya menghalangi masyarakat yang ingin mengelola hutan secara sah,” katanya.

Menurut Lulus, 15 KTH yang terbentuk ini rata-rata mengalami perjuangan luar biasa, dalam meyakinkan kepala desa dan perangkatnya agar mau memberi SK KTH.

Dan, masih banyak kepala desa yang berhasil diintervensi atau dipengaruhi oleh oknum perhutani agar tidak menerbitkan SK KTH di desanya. “Para petani sendiri juga dipengaruhi sedemikian rupa agar tdak perlu bergabung ke KTH. Ini program negara, maka perhutani harus mendukungnya,” tambah M. Alik, Ketua KTH Wono Lestari Lanching Kusumo, Desa Clebung, Kecamatan Bubulan.

Hearing yang dipimpin Seli Atyasasmi itu berlangsung cukup lama,3 jam lebih. Semua pihak diberi ksempatan untuk bicara.

Lasuri, anggota Komisi B dari Partai Amanat Nasional mengusulkan agar dibentuk tim kelompok kerja terkait dengan pupuk untuk petani hutan dan Perhutanan sosial ini. “Komisi juga akan mengagendakan kunjungan lapangan untuk melihat kondisi lahan hutan yang digarap para petani,” ujarnya.

Dalam kesimpulannya, Pimpinan Rapat menyampaikan, soal kesulitan pupuk petani hutan ini bisa diakomodir melalui program kartu petani mandiri (KPM). “Komisi B dan Badan Anggaran siap mendukung soal alokasi anggaran itu, Monggo Bu kadis DKPP merumuskannya,” kata Sigit Kushariyanto, Anggota komisi B yang lainnya.

Kesimpulan lainnya, Komisi B mengagendakan bulan depan akan mengadakan rapat koordinasi dengan para pihak terkait, termasuk DKPP, Perhutani dan CDK, untuk mempercepat proses penyaluran pupuk. “Setelah itu kita adakan rapat koordinasi bersama termasuk kita libatkan perwakilan KTH,” tutup Sali Atyasasmi. (Red/Lis)

No More Posts Available.

No more pages to load.