Peduli Penyakit Lansia, Mahasiswa Agribisnis Unigoro Ciptakan Teh Daun Beluntas

oleh -
oleh

SuaraBojonegoro.com – Empat mahasiswa prodi agribisnis Universitas Bojonegoro (Unigoro) menggelar Sosialisasi Pelatihan Inovasi Daun Beluntas Sebagai Minuman Herbal di Desa Bonorejo, Kecamatan Gayam, pada 29 Juni 2024. Sosialisasi tersebut merupakan wujud pengabdian masyarakat yang lolos pendanaan Program Keativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKM-PM) Kementrian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) 2024. Pengabdian masyarakat ini diinisiasi oleh Nelly Agustina R.F., Ardhi Taruna Revi S.P., Sony, dan Ferdhi Dwi Cahyanto.

Sony menuturkan, ide pengabdian masyarakat tersebut berawal dari banyaknya tanaman beluntas di Desa Bonorejo. Di sana tanaman beluntas tumbuh liar dan tidak memiliki nilai ekonomis. Padahal, banyak riset yang menunjukkan bahwa tanaman beluntas ini mempunyai berbagai khasiat untuk kesehatan. “Bisa untuk mengontrol gula darah bagi penderita diabetes, menurunkan tekanan darah, mengobati rematik dan pegal linu. Banyak lansia yang menderita penyakit-penyakit tersebut dan tergantung pada obat-obatan kimia. Kita punya ide untuk mengolah daun beluntas jadi the agar lebih mudah dikonsumsi,” tuturnya.

Sebelum sosialisasi dan pelatihan berlangsung, empat mahasiswa agribisnis Unigoro melakukan survei, riset produk, dan berkoordinasi dengan pemerintah desa setempat. Kelompok ini mengajukan proposal berjudul Inovasi Daun Beluntas (Plucea Indica (L) Less) Sebagai Minuman Herbal dalam Upaya Mengatasi Berbagai Keluhan Penyakit pada Lansia. Mereka memilih kader posyandu lansia dan kader PKK sebagai mitra pengabdian masyarakat. Karena kader-kader tersebut banyak berinteraksi dan memberikan pelayanan kepada lansia di Desa Bonorejo.

Ardhi memaparkan, kader posyandu lansia dan kader PKK Desa Bonorejo diajak meramban daun beluntas yang tumbuh liar di sepanjang jalan. Daun beluntas ini kemudian dicuci bersih dan dilanjutkan pada proses pengeringan. Ada dua metode pengeringan yang dilakukan oleh kelompok PKM-PM Unigoro. Yakni pengeringan langsung di bawah sinar matahari dan di bawah sinar lampu bohlam. Menurut Ardhi, dua metode pengeringan menghasilkan produk teh yang berbeda-beda.

“Pengeringan di bawah sinar matahari hasil tehnya masih kasar, seperti daun teh tubruk. Sedangkan yang di bawah sinar bohlam hasil tehnya serbuk halus. Tapi membutuhkan waktu hingga lima hari agar kering sempurna,” paparnya.

Teh daun beluntas ini dikemas dalam kantong-kantong teh celup. Jika dipasarkan, nilai jualnya mulai dari Rp 10 Ribu hingga Rp 15 Ribu per kemasan yang berisi sembilan kantong teh celup.

Ardhi tidak menyangka respon masyarakat Desa Bonorejo begitu antusias dengan program pengabdian masyarakat yang diinisiasi oleh mahasiswa agribisnis Unigoro. “Ya mereka tidak menyangka ternyata tanaman-tanaman liar di sekitar ini bisa dimanfaatkan untuk mengobati sakit pada lansia. Warga juga terinspirasi ingin memroduksi di rumahnya masing-masing. Rasanya tidak beda jauh seperti teh-the lainnya,” ungkapnya.

Meskipun sosialisasi ini telah berjalan sukses, kerja kelompok PKM-PM ini belum usai. Dosen Pendamping Lapangan (DPL), Fina Sulistiya Ningsih, SP., MP., menerangkan, salah satu goal yang harus dicapai kelompok binaannya adalah memberikan pemahaman kepada kader posyandu lansia dan PKK agar bisa memberikan pelayanan berupa obat herbal untuk meminimalisir konsumsi obat kimia. Serta memberdayakan masyarakat Desa Bonorejo bisa memroduksi sendiri teh daun beluntas untuk pengobatan.

“Sementara output yang kita hasilkan berupa produk yang dikenalkan dan pengembangannya ke Desa Bonorejo. Kemudian HaKI, karena kita punya buku panduan untuk pembuatan teh daun beluntas. Serta jurnal pengabdian masyarakat,” pungkasnya. (din/Lis)

No More Posts Available.

No more pages to load.