Bojonegoro Punya 21 Butir Mutiara yang Disebut Geopark

oleh -
oleh

Oleh : Ramon Pareno

SuaraBojonegoro.com – Beberapa tahun lalu, Kabupaten Bojonegoro sempat disibukkan dengan temuan yang berharga. Bagaikan mutiara dalam lumpur, hal yang sebelumnya dianggap sebagai atribut wajar bentang alam di Bojonegoro tiba-tiba bagai harta karun. Yakni di Tahun 2016 saat saya dan teman-teman di Kelompok Kerja Kebudayaan Bojonegoro serta sekelompok pemuda dari sebuah desa di batas selatan kabupaten ini mencoba merawat bumi.

Diakui atau tidak, pemantik yang membuat mutiara itu bersinar adalah bermula dari titik itu. Mutiara itu kini dikenal dengan sebutan geopark atau taman bumi. Yang awalnya dari bongkahan batu raksasa yang hendak dijadikan destinasi wisata desa anti mainstream, menjadi ikon mengenai hal-hal yang berkaitan dengan geopark tersebut. Tempat itu bernama Watu Gandul yang ada di Desa Sambingrejo Kecamatan Gondang, desa yang sebelumnya tak pernah didengar namanya, desa yang hanya disinggahi oleh para sales toko kelontong.

Dari desa yang oleh warga desanya sendiri sempat disebut ‘njero genuk’ itulah kemudian ditemukan juga 21 situs bumi pendukung taman bumi Bojonegoro. Tersebar di jalur rekahan bumi dari selatan hingga ke utara yang ternyata merupakan ‘sungai perut bumi yang dialiri oleh emas hitam’. Tak sebentar upaya yang dilakukan dan mungkin akan ada yang menyebutnya ‘bento’.

Mulai dari sektor potensi wisata, pendekatan holistik, penciptaan karya-karya budaya lokal, menyandingkan dengan kecerdasan buatan, menyebarluaskan menggunakan media massa dan sosial, mengupayakan status legal formal, serta mendatangkan peneliti geologi formal adalah sederet kerja kebudayaan yang dilakukan selama satu tahun penuh tanpa henti.

Puncak dari upaya ternyata tak sia-sia, kawasan selatan Bojonegoro itu secara ilmiah disebut sebagai kawasan hulu migas Bojonegoro atau bolehlah saya kemudian menyebutnya sebagai asal muasal alirannya. Yang kemudian bila digambarkan, maka Kahyangan Api merupakan bocoran uap dari sungai emas hitam yang dibakar dan wilayah sumur tua di Kedewan menjadi tepian sungainya. Tiga titik eksotis yang kemudian hanya sebagian saja dikemas dalam Geopark Petroleum.

Saat ini, baru dua titik yang menjadi perhatian pemerintah setempat: Kahyangan Api dan Teksas Wonocolo. Meski demikian, teman-teman di sekitar Watu Gandul tak lantas harus menyerah. Setelah redanya pandemi, sekali lagi mereka berkobar untuk membuat mutiara yang dimilikinya bersinar. Termasuk di sektor seni budaya yang masih lestari, melalui upaya pembangunan wisata desa.

Mereka telah hidup dengan karya seni yang menyertainya, mulai dari seni tari, seni musik, cerita rakyat, ritus, teknologi tepat guna, upacara adat dan gagasan-gagasan yang telah menjadi budaya masyarakat setempat. Masih ada 18 mutiara lain dalam bungkus geopark yang seharusnya menjadi untaian kalung mahal bagi Bojonegoro. Semoga tak terlalu lama debu-debu jaman kembalu menyelimutinya dan berkerak lalu membuat mutiara itu kembali sirna. (**)

*) Penulis adalah ct Dewan Kesenian Bojonegoro dan Peneliti Wisata Desa

No More Posts Available.

No more pages to load.