PUSAKA KEBANGSAAN GENERASI MUDA INDONESIA ADALAH PANCASILA DAN BENDERA MERAH PUTIH

oleh -
oleh

Oleh: Said Edy Wibowo *)

SuaraBojonegoro.com – Adanya Peraturan Presiden No 13 Tahun 2021 yang memuat bahwa, Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara serta pandangan hidup bangsa Indonesia harus ditegakkan dan diamalkan dalam berbagai sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Selanjutnya, bahwa dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memuat pokok-pokok pikiran yang merupakan dasar falsafah negara Indonesia, oleh karenanya, untuk menegakkan dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia, perlu dilakukan pembinaan ideologi negara ini yang sejak dini disampaikan kepada generasi muda melalui program pengamalannya, termasuk pengibar bendera pusaka selaku pusaka generasi muda.

Kebhinekaan Bangsa Indonesia yang saat ini terikat dalam persatuan Indonesia, merupakan sebuah tantangan bahkan sekaligus ancaman, karena dengan adanya fakta kebhinekaan dari berbagai suku dan agama yang begitu nyata adanya ketidaksamaan antara satu dengan lainnya, maka pendapat dan sikap perbedaan itu bukan mustahil berimplikasi pada keinginan untuk melepas diri dari kendali atas sumber ikatan dan kolektifitas kekuasaan saat ini, mudah tumbuhnya perasaan seagama dan kesukuan yang terbangun dari perspektif yang sempit serta rendahnya wawasan, bisa saja sewaktu-waktu terjadinya pergesekan perpecahan yang akan mengancam integrasi nasional dan keutuhan bangsa ini.

Sang proklamator bangsa Indonesia, Soekarno sering mengingatkan betapa pentingnya Azas Pancasila ini sebagai style of life bangsa ini khususnya bagi generasi yang akan datang, bahkan presiden Soeharto pun meneruskan penegasannya pada tanggal 20 September 1983 dalam acara kunjungan beliau pada acara KNPI dengan ikut menyatakan bahwa, “Pentingnya menegaskan setiap kekuatan sosial politik guna menerima azas tunggal Pancasila.” Demi menenangkan kaum Islam-politik, Soeharto menegaskan bahwa Pancasila sebagai asas organisasi kemasyarakatan yang tak akan mengurangi arti dan peran agama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sesungguhnya jika kita cermati, azas tunggal atau pancasila yang lahir pada tanggal 1 juni 1945 dalam sidang BPUPKI. Namun setelah masuknya pemerintahan Orde Baru, asas tunggal ini menjadi kebijakan yang memegang peranan terhadap semua elemen kekuatan tanpa kecuali. Tujuan dari kebijakan asas tunggal ini yaitu demi kokohnya stabilitas politik dan ekonomi negara dikarenakan pada saat itu adanya benturan antara kekuatan masing-masing ormas yang berkembang dengan penerapan ideologi yang mendasari organisasi mereka yang berbeda pula. Hal ini tentu akan berdampak pada cara pandang masyarakat terhadap politik negara yang menjadi berbeda pula.

Dicabutnya TAP MPR No II/MPR/1978 yang menyatakan Pancasila sebagai asas tunggal membuat negara tidak memiliki dasar kekokohan ideologi sekaligus telah menganulir berlakunya UUD 1945. Pancasila yang semula dicantumkan dalam mukadimah UUD 1945 yang disahkan dan dinyatakan berlaku sebagai dasar negara Indonesia merdeka, dimana hal itu dinyatakan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Akan tetapi dalam perkembangannya kemudian, melalui terbitnya TAP MPR No XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan berlakunya TAP MPR No II/MPR/1978 yang menyebutkan Pancasila sebagai asas tunggal, sejak saat itu Pancasila tidak lagi menjadi azas yang satu-satunya menjadi pegangan masyarakat.

Padahal, dari berbagai kesempatan dalam memperingati setiap hari lahirnya Pancasila ini, maka Presiden Soeharto telah sering menegaskan pentingnya setiap kekuatan sosial politik untuk menerapkan asas tunggal pancasila, agar negara indonesia ini terhindar dari paham ideologi asing atau ideologi khususnya ideologi komunis. Termasuk terhadap ideologi yang berdampak pada radikalisme. Maka dengan dikeluarkan UU No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Masyarakat. Presiden Soeharto pun mengharuskan semua organisasi politik atau sosial kemasyarakatan mengganti asas organisasi mereka dengan ideologi Pancasila. Namun faktanya, tetap saja Pancasila bukanlah satu-satunya ideologi yang semestinya dijadikan dasar keormasan nasional hingga saat ini.

Dalam memperingati hari lahir Pancasila pada 1 Juni 2023 tahun ini, Mestinya kita tidak perlu menghiraukan seruan organisasi pemuda dan agama yang melakukan penolakan atas berlakunya Pancasila sebagai Azas tunggal, walau pernah bergejolak pada masa Orde Baru yang dipimpin Presiden Soeharto kala itu. Bahkan beberapa dari organisasi itu sering terlihat menjadi geram ketika Orde Baru berupaya menyeragamkan pandangan hidup organisasi mereka di bawah otoritas negara. Dimana sewajarnya semua agama itu tunduk dan mematuhi eksistensi negara dan persatuan bangsa dalam wadah pemersatunya, yaitu Pancasila.

Perbincangan seputar relasi ideology negara dengan kitab suci agama semestinya sudah usai dengan kesepakatan dari para pendiri bangsa yang telah bijak memposisikan nilai-nilai agama dalam bingkai ideologi Pancasila sebagai pedoman kehidupan berbangsa yang mengatur persoalan kebhinekaan sekaligus keterikatan didalam kata “Tunggal Ika” sebagai pemersatunya. Maka, masyarakat harus memahami bahwa Pancasila itu adalah ideologi negara, bukan ideologi agama. Bahwa di dalamnya mengandung nilai-nilai luhur agama semestinya tidak menjadikan Pancasila sebagai ideologi agama. Pelaksanaan Pancasila diselenggarakan dengan penyesuaian terhadap tata negara dan tata pemerintahan, bukan kepada tata agama. Hal inilah yang harus diambil dari pemahaman terhadap posisi Pancasila. (**)

“Selamat Memperingati Hari Lahir Pancasila” 

*) Penulis adalah Alumni TOT Penguatan Nilai Kebangsaan LEMHANNAS RI dan Diklat Bela Negara Kementerian Pertahanan RI

No More Posts Available.

No more pages to load.