Ketua LPPM Unigoro Dorong Pembentukan Komunitas Peduli Sungai dan Waduk di Bojonegoro

oleh -
oleh

SuaraBojonegoro.com – Aksi pengendalian eceng gondok yang dilakukan oleh Universitas Bojonegoro (Unigoro) dan pendampingan masyarakat di sekitar Bengawan Solo, berhasil menyita perhatian Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo (BBWS BS). Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Unigoro, Laily Agustina R., S.Si., M.Sc., memaparkan strategi pembentukan komunitas penduli sungai (KPS) dan komunitas peduli waduk (KPW) dalam forum Pemberdayaan Komunitas Peduli Sungai dan Waduk. Kegiatan yang digagas oleh BBWS BS ini diselenggarakan di Aston Gresik Hotel and Conference Center, pada Selasa (28/5/24).

Menurut Laily, di kawasan hilir Bengawan Solo saat ini hanya ada 10 KPS. Sedangkan di Kabupaten Bojonegoro, sementara ada satu KPW di Desa/Kecamatan Gondang. Dia mendorong pembentukan KPS dan KPW di Kota Ledre. “Urgensinya masyarakat adalah mitra pemerintah untuk menjaga dan melestarikan sungai. Sungai memegang peranan penting sebagai pusat peradaban dan sumber kehidupan,” paparnya.

Laily melanjutkan, ada sembilan PDAM dan industri lainnya di kawasan hilir yang bergantung pada Bengawan Solo sebagai sumber air baku. Di sisi lain, kawasan hilir memiliki berbagai permasalahan kompleks. Seperti banyaknya sampah popok sekali pakai, sampah plastik, limbah air industri, limbah organik, banjir dan sedimentasi, hingga kekeringan di musim kemarau.

“Pembentukan KPS dan KPW ini bisa menjadi sarana untuk pendidikan lingkungan, melaksanakan kegiatan sosial dan komunitas, serta pengelolaan limbah dan sampah. Kita harus banyak belajar pada KPS dan KPW yang ada di kawasan hulu Bengawan Solo,” jelasnya.

Wanita yang juga Dosen Prodi Ilmu Lingkungan Unigoro mencontohkan program pendampingan untuk masyarakat yang tinggal di bantaran sungai Bengawan Solo. Desember lalu, Unigoro berkolaborasi dengan Perum Jasa Tirta I menggelar pelatihan pengolahan limbah industri tahu di Desa Kuncen, Kecamatan Padangan. LPPM Unigoro membimbing para warga agar bisa membuat pupuk organik cair (POC) dari limbah cair industri tahu. Bahan dan peralatan yang digunakan juga mudah didapatkan di toko-toko sekitar.

“Ancaman kerusakan ekosistem sungai dan waduk ini nyata. Pembentukan KPS dan KPW harus ada motor penggeraknya. Tidak perlu dengan program kerja yang banyak, tapi ada kegiatan yang bisa dilakukan secara konsisten. Contohnya dari fenomena eceng gondok. KPS hadir sebagai early warning system agar peristiwa ini tidak terulang. Kalau menunggu eceng gondok dihanyutkan oleh hujan, nanti bisa menyebabkan sedimentasi. KPS berperan dalam monitoring, saat baru muncul sedikit bisa segera ditangani,” tutur Laily.

Hal senada juga disampaikan oleh Kepala BBWS BS, Maryadi Utama, ST., M.Si. Dalam sambutannya, Maryadi mendorong pembentukan KPS dan KPW di kawasan hilir Bengawan Solo. “Komunitas adalah ujung tombak. Begitu komunitas bergerak, maka permasalahan di sungai bisa segera diatasi,” ucapnya. (Din/Red)

No More Posts Available.

No more pages to load.