Hakim PN Bojonegoro Jadi Dosen Praktisi di Unigoro

oleh -
oleh

SuaraBojonegoro.com — Prodi hukum Universitas Bojonegoro (Unigoro) menggelar kuliah praktisi di Hall Suyitno Bojonegoro, pada Selasa (19/12/23). Kuliah praktisi kali ini mengusung tema Dasar Hukum Penentuan Tindak Pidana dalam Proses Persidangan. Prodi tersebut menghadirkan Hario Purwo Hantoro, SH., MH., selaku Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bojonegoro sebagai pemateri.

Dekan Fakultas Hukum Unigoro, H. Didiek Wahju Indarta, SH., S.P-1., berharap para mahasiswa bisa mengikuti kegiatan kuliah praktisi dengan baik. Serta bisa memanfaatkan momen tersebut untuk berdiskusi dengan hakim secara langsung. Rektor Unigoro yang juga sebagai dosen pengampu mata kuliah hukum pidana, Dr. Tri Astuti Handayani, SH., MM., M.Hum., turut mengucapkan terima kasih kepada pemateri yang berkenan hadir dalam kuliah praktisi. “Kuliah praktisi ini tujuannya untuk meningkatkan kapasitas mahasiswa.

Agar wawasan tentang teori dan praktik seimbang. Contohnya seseorang yang melakukan tindak pidana tidak bisa di-judge sebagai pelaku. Tapi harus disertai dengan alat bukti yang sah dan tetap mengusung asas praduga tak bersalah,” tuturnya.

Di hadapan para mahasiswa, Hario berbagi kisahnya ketika mengadili berbagai perkara pidana. Dia menjelaskan, tentang definisi tindak pidana dari berbagai ahli. Salah satu pengertian delik menurut Simons adalah suatu perbuatan yang melanggar peraturan hukum pidana dan diancam pidana, mempunyai sifat melawan hukum, dapat dipertanggungjawabkan, dan dapat disalahkan kepada seseorang.

“Ada dua sifat melawan hukum. Yakni sifat melawan hukum formil apabila perbuatannya bertentangan dengan perundang-undangan. Dan sifat melawan hukum materiil apabila perbuatan yang dilakukan adalah hal terlarang, jelasnya.

Hario melanjutkan, ada tindak pidana yang dilakukan karena kesengajaan. Meskipun dalam KUHP tidak didefinisikan arti kata kesengajaan, tapi ada banyak teori tentang kesengajaan. Salah satunya adalah teori apa boleh buat. Pelaku tidak menghendaki melakukan tindak pidana, tetapi dia berani melakukan perbuatan tersebut dengan menerima segala risiko. “Dalam Pasal 48 KUHP disebutkan tidak dipidana seseorang yang melakukan perbuatan karena dorongan keadaan yang memaksa. Intinya jangan takut untuk melakukan pembelaan karena terpaksa,” bebernya.

Dia juga menambahkan, alat bukti elektronik dimasukkan ke dalam susunan KUHP yang terbaru. Menurut Hario, penggunaan alat bukti elektronik harus berhati-hati. Karena sifatnya yang bisa berubah-ubah dan tidak otentik. “Bahkan polisi tidak bisa semena-mena dengan alat bukti elektronik itu. Makanya adik-adik mahasiswa ke mana-mana harus bawa buku KUHP agar semakin mengasah wawasannya,” imbuhnya.

Mahasiswa prodi hukum Unigoro tampak antusias dengan topik kuliah praktisi kali ini. Mereka memanfaatkan momen diskusi untuk menjawab rasa penasarannya terkait dasar hukum penentuan tindak pidana. (din/Red)

No More Posts Available.

No more pages to load.