Apakah Haji Mabrur itu?

oleh -
oleh

Oleh : Ust. Sholikin Jamik

SuaraBojonegoro.com – Dari sisi istilah, haji mabrur adalah haji yang diterima oleh Allah SWT, kemudian berdampak pada kebaikan diri, serta bermanfaat bagi orang lain. Oleh karenanya, “al hajjul mabrur” sebagai impian dari orang yang melaksanakan jemaah haji itu melalui tahapan.

Mabrur tidak datang tiba-tiba. Tetapi harus diusahakan, mulai dari sebelum, saat, dan setelah pelaksanaan ibadah haji.

Terkait dengan persiapan

Ketika kita ingin mencapai haji mabrur, tentu kita harus melakukan aktivitas yang mendukung pencapaian haji mabrur. Persiapan itu antara lain:

Pertama, memahami ajaran agama Islam dengan baik, termasuk juga manasik hajinya. Karena amalan ibadah yang tidak disertai dengan ilmu, maka ia dapat sia-sia.

Kedua, harus dipastikan rejekinya halal. Jangan sampai berangkat ibadah haji menggunakan uang hasil yang tidak halal. Ini tidak diterima.

Ketiga, meningkatkan amal ibadah. Kita harus menyiapkan diri dengan meningkatkan dan menyempurnakan amal ibadah.

Pada saat pelaksanaan ibadah haji

Kita memastikan terlaksananya syarat, rukun, dan wajib haji. Sunnah-sunnah haji juga harus dipahami. Termasuk, hal yang terlarang, untuk dijauhi.

Sesuatu itu sah atau tidak, dapat diukur dengan ketentuan fiqh haji. Persoalan apakah diterima atau tidak, itu otoritas Allah swt.

Kemabruran dapat dilihat dari aktivitas seseorang setelah melaksanakan ibadah haji.

Pertama, meningkatnya pelaksanaan ibadah secara personal. Yang semula ibadahnya bolong, tidak lagi.  Hubungan kita kepada Allah menjadi lebih intim.

Kedua, meningkatnya kualitas hubungan sosial atau horizontal. Haji mabrur, begitu setelah selesai menunaikan ibadah haji, ia memiliki kemampuan untuk menjauhi yang dilarang dalam haji. Sehingga, akan terwujud, kohesi sosial. Kemudian, hubungan sosial akan menjadi positif.

Ketiga, melahirkan empati terhadap orang lain. Memiliki solidaritas sosial.
Ada hadis yang menjelaskan beberapa perkara berikut:

Afsyussalam, artinya sebarkan kedamaian. Secara substantif adalah kehadiran kita menjadi faktor pendamai di tengah masyarakat. Dimana bumi dipijak, engkau bertanggungjawab atas kedamaian diatasnya.

Ath’imuth-tha’aam, artinya berikanlah makan orang yang membutuhkan makan. Artinya, kita harus memiliki solidaritas sosial.

Washilul arham, artinya sambung tali kekerabatan. Terminologi sambung itu artinya pernah terputus. Kata sambung kasih sayang itu kepada yang memutus persahabatan dengan kita.

Jika itu semua bisa dilakukan, “tadkhulul jannata bissaalam.” Maka engkau akan terhantarkan masuk surga dengan damai.
Semoga yg sudah melaksanakan ibadah haji dapat meraih Haji mabrur, amiin…X3 yaa mujiibassaa iliin… (**)

No More Posts Available.

No more pages to load.