MEKANISME KEBERATAN DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

oleh -
oleh

Oleh : Pinto Utomo, S.H., M.H.
(Advokat-Anggota Peradi / Pendiri Kantor Hukum Triyasa Bojonegoro )

SuaraBojonegoro.com  Pembangunan merupakan upaya manusia dalam mengolah dan memanfaatkan sumber daya yang dipergunakan bagi pemenuhan kebutuhan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat umum. Jumlah Penduduk yang semakin bertambah dengan tingkat kemakmuran semakin membaik, tentunya sangat membutuhkan fasilitas umum sebagai penunjang kehidupannya.Dalam sejarah perkembangan kebudayaan masyarakat khususnya di Jawa mengalami akulturasi dengan berbagai bentuk kebudayaan yang ada.

Pembangunan terutama fasilitas umum, pastinya memerlukan tanah sebagai sarananya. Tanah yang luas akan mempermudah dalam pembangunan fasilitas umum. Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang penting untuk kelangsungan hidup manusia. Namun persoalannya tanah merupakan sumber daya alam yang terbatas dan saat ini semakin terus berkurang. Tanah sudah banyak yang menjadi hak milik seseorang (swasta) dan tanah milik negara pun saat ini sudah sangat terbatas.

Persoalan Lahan / tanah erat sekali hubungannya dengan manusia sebagai pemenuhan kebutuhannya demi kelangsungan hidupnya. Bagi masyarakat Indonesia hak atas tanah dan benda-benda yang ada diatasnya merupakan hukum yang penting, akan tetapi apabila benar-benar diperlukan dapat dilakukan pencabutan dan pembebasan hak tersebut untuk kepentingan pembangunan dan demi kepentingan umum / masyarakat.
Tanah disamping mempunyai nilai ekonomis juga berfungsi sosial, oleh karena itulah kepentingan pribadi atas tanah tersebut dimanfaatkan guna kepentingan umum. Kegiatan ini dilakukan dengan pelepasan hak atas tanah dengan mendapat ganti rugi yang tidak berupa uang semata akan tetapi juga berbentuk tanah atau fasilitas lain.
Menurut Peraturan Presiden No.30 Tahun 2015 tentang perubahan ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 71 tahun 2012 tentang penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Pelaksanaan pengadaan tanah untuk Kepentingan Umum, pada saat ini sudah sulit untuk melakukan pembangunan untuk kepentingan umum di atas tanah negara, dan sebagai jalan keluarnya yaitu dengan memperoleh tanah-tanah hak, kegiatan memperoleh tanah inilah disebut dengan

“ Pengadaan Tanah”.
Pengadaan tanah adalah salah satu kebijakan Pemerintah guna mendukung keberlangsungan pembangunan. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dibuat dalam bentuk Undang-undang dan peraturan peraturan atau yang telah memiliki dasar hukum yang jelas dan diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah diharapkan dan menyelesaikan semua permasalahan yang muncul di kalangan masyarakat.
Dalam UU nomor 02 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, pelaksanaan Pembangunan untuk memenuhi kepentingan umum secara kasatmata diwujudkan dalam bentuk pembangunan infrastruktur yang meliputi :
1. Jalan umum, jalan tol, rel kereta api (di atas tanah, di ruang
atas tanah, ataupun di ruang bawah tanah), saluran air
minum/air bersih, saluran pembuangan air dan sanitasi ;
2. Waduk, bendungan, bendung, irigasi, dan bangunan pengairan
lainnya;
3. Rumah sakit umum dan pusat kesehatan masyarakat;
pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api dan terminal;
5. Peribadatan, tempat pendidikan atau sekolah, pasar umum, tempat pemakaman umum, Pos dan telekomunikasi, sarana olah raga,
6. Stasiun Pemancar Radio atau Televisi , Kantor Pemerintah, perwakilan negara asing, Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan atau lembagalembaga internasional di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa;
7. Fasilitas Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, Lembaga Pemasyarakatan dan rumah tahanan ;
8. Rumah susun sederhana, Tempat pembuangan sampah, Cagar alam dan cagar budaya, Pertamanan, Panti sosial ;
9. Pembangkit transmisi tenaga listrik dan distribusi tenaga listrik ;

Bahwa pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilaksanakan berdasarkan asas kemanusiaan, keadilan, kemanfaatan, kepastian, keterbukaan, kesepakatan, keikutsertaan, kesejahteraan, keberlanjutan, keselarasan yang berarti semua yang berkepentingan dalam rangka pengadaan tanah atau lahan tersebut harus di libatkan, baik pemerintah maupaun masyarakat terdampak demi terciptanya suasana yang tertib, aman, kondusif , serta demi tercapainya tujuan bersama.

Dalam pelaksanaan kegiatan penyediaan fasilitas-fasilitas untuk kepentingan umum tersebut diatas menuntut tersedianya lahan / tanah yang memadai sehingga pembangunan dapat dilakukan dengan baik dan lancar, dan karena bertujuan untuk kepentingan masyarakat umum. maka hasil-hasil pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah tersebut harus berorientasi pada tujuan pembangunan, yaitu mampu mewujudkan potensi manusia, sehingga infrastruktur yang dibangun oleh pemerintah di atas tanah milik rakyat ini harus mampu memberikan manfaat bagi masyarakat secara luas dan tersedianya akses masyarakat dalam pemanfaatan program-program pembangunan, tidak hanya kepada kepentingan dan manfaat sebagian kelompok tertentu saja atau bahkan hanya kepentingan pemerintah .

Namun demikian pengadaan tanah sangat rawan dan banyak sekali permasalahan dalam pelaksanaanya, karena di dalamnya menyangkut hajat hidup orang banyak, apabila dilihat dari kebutuhan pemerintah akan tanah untuk kepentingan pembangunan, dapatlah dimengerti bahwa tanah negara yang tersedia sangat terbatas. Cara yang dapat ditempuh untuk mendapatkan tanah adalah dengan membebaskan tanah milik masyarakat, baik yang telah di kuasai dengan hak berdasarkan Hukum Adat maupun hak-hak lainnya menurut Undang-Undang Pokok Agraria.

Baru-baru ini ramai di media massa tentang Polemik Pegadaan Tanah di Desa Kalangan dan Desa Ngelo Kecamatan Ngraho Kabupaten Bojonegoro yang sedianya akan digunakan untuk penbangunan Waduk (Bendungan Gerak) Karangnongko yang merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN).

Adanya rencana pembebasan lahan / tanah untuk pembangunan Bendung gerak Karangnongko tersebut, membuat resah warga pemilik lahan / tanah, karena berpotensi menghilangkan mata pencaharian pokok sebagaian besar warga masyarakat yang tinggal disana yang berprofesi sebagai Petani, pun juga akan mengakibatkan sebagaian masyarakat kehilangan tempat tinggal yang sudah turun temurun mereka tinggali, akan tetapi Pemerintah Kabupaten Bojonegoro berdalih bahwa Proyek Strategis tersebut akan memberikan efek Domino yang Positif untuk masyarakat, dampak itu mulai dari bidang ekonomi hingga kesejahteraan sosial masyarakat. Sehingga, rencana ini memerlukan suasana kondusif dalam mendukung PSN ini.

Kepala Bidang Pengelolaan Informasi dan Komunikasi Publik (PIKP) Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Bojonegoro Panji Ariyo K menyampaikan, pengadaan tanah Bendungan Karangnongko menyesuaikan regulasi yang ada dari Pemprov Jawa Timur. Sesuai kesepakatan, biaya pengganti pengadaan tanah dari APBD Kabupaten Bojonegoro, mengacu pada hasil pertemuan dengan warga Desa Ngelo, Kecamatan Margomulyo di Ruang Tribuana Tungga Dewi Gedung Pemkab Lama, Rabu (17/5/2023).

Meskipun demikian masyarakat Desa Kalangan dan Ngelo ternyata tidak merasa puas dengan mekanisme penyelesaian yang di berikan oleh Pemkab Bojonegoro, utamanya mengenai Relokasi warga masyarakat terdampak sehingga warga mengembalikan ratusan patok tanah ke Dinas Pekerjaan Umum Sumber Daya Air (DPU SDA) dan di halaman gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat, Kamis (18/05/2023).

Warga mengaku, ratusan patok tanah itu dikembalikan ke DPU SDA dan DPRD karena pihaknya sebagai warga terdampak proyek Bendungan Karangnongko belum mendapat kepastian yang pasti dari Bupati Bojonegoro. Namun bukan berarti menolak proyek pemerintah.

Dalam Pelaksanaan Pembebasan Lahan / Tanah yang akan di gunakan sebagai Sarana dan fasilitas umum Waduk tersebut, Pemerintah juga wajib memperhatikan tata laksana penataan ruang sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dalam rangka pengadaan tanah untuk memenuhi fasilitas- fasilitas yang akan di manfaatkan untuk kepentingan umum tersebut. Musyawarah atau perundingan harus dilakukan secara terbuka antara warga masyarakat dengan pemerintah. Pemerintah bertanggung jawab membentuk panitia pengadaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) terdiri atas unsur organisasi perangkat daerah terkait berdaskan Peraturan Presiden Nomor 36 tahun 2005 tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum. Di sini Panitia Pengadaan tanah bertugas :
a). Mengadakan penelitian dan inventarisasi atas tanah, bangunan,
tanaman dan benda-benda lain yang ada kaitannya dengan
tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan ;
b). Mengadakan penelitian mengenai status hukum tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan, dan dokumen yang mendukungnya;
c). Menaksir dan mengusulkan besarnya ganti rugi atas tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan ;
d). Memberikan penjelasan atau penyuluhan kepada masyarakat
yang terkena rencana pembangunan dan/atau pemegang hak atas tanah mengenai rencana dan tujuan pengadaan tanah tersebut dalam bentuk konsultasi publik baik melalui tatap muka, media cetak maupun media elektronik agar dapat diketahui oleh seluruh masyarakat yang terkena rencana pembangunan dan/atau pemegang hak atas tanah ;
e). Mengadakan musyawarah dengan para pemegang hak atas tanah dan instansi Pemerintah dan/atau pemerintah daerah yang memerlukan tanah dalam rangka menetapkan bentuk dan/atau besarnya ganti rugi;
f). Menyaksikan pelaksanaan penyerahan ganti rugi kepada para pemegang hak atas tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda lain yang ada di atas tanah ;
g). Membuat berita acara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah ;
h). Mengadministrasikan dan mendokumentasikan semua berkas pengadaan tanah dan menyerahkan kepada pihak yang berkompeten;

i). Musyawarah : Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum dilakukan melalui Musyawarah dalam rangka memperoleh kesepakatan mengenai :

a. pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum di lokasi tersebut ;
b  bentuk dan besarnya ganti rugi ;

Musyawarah di lakukan ditempat yang ditentukan dalam surat undangan dan di lakukan secara langsung antara pemegang hak atas tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah bersama panitia pengadaan tanah, dan instansi pemerintah atau pemerintah daerah yang memerlukan tanah. Musyawarah sebagaimana dimaksud dipimpin oleh ketua panitia pengadaan tanah.

Dalam hal kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak dapat dialihkan atau dipindahkan secara teknis tata ruang ke tempat atau lokasi lain, maka musyawarah dilakukan dalam jangka waktu paling lama 90 hari kalender terhitung sejak tanggal undangan pertama, apabila setelah diadakan musyawarah tidak tercapai kesepakatan, maka panitia pengadaan tanah menetapkan bentuk dan besarnya ganti rugi dan oleh karenanya panitia pengadaan tanah menitipkan ganti rugi uang kepada Pengadilan Negeri (Konsinyasi) yang wilayah hukumnya meliputi lokasi tanah yang bersangkutan.

Namun jika dalam musyawarah telah dicapai kesepakatan antara pemegang hak atas tanah dan instansi pemerintah dan atau pemerintah daerah yang memerlukan tanah, panitia pengadaan tanah mengeluarkan keputusan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi sesuai dengan kesepakatan tersebut.

Ganti kerugian dalam rangka pengadaan tanah di berikan untuk :
hak atas tanah;
b. bangunan;
c. tanaman;
d. benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah.
Sedangkan bentuk ganti rugi dapat diberikan berupa :
uang; dan/atau
b. tanah pengganti; dan/atau
c. pemukiman kembali.
d. dalam hal pemegang hak atas tanah tidak menghendaki bentuk ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka dapat diberikan kompensasi berupa penyertaan modal (saham) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.

Namun demikian meskipun pengadaan tanah / lahan untuk kepentingan umum sudah dilakukan oleh Panitia Pengadaan akan tetapi tidak sedikit yang terjadi sengketa dan berbuntut pada persoalan hukum yang berujung pada gugatan atau tuntutan dari pemilih lahan terdampak. Dalam hal terjadi keberatan atau ketidaksepakatan mengenai bentuk dan/atau besarnya Ganti Kerugian, Pihak yang berhak / terdampak / si pemilik lahan dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri setempat dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah musyawarah penetapan ganti Kerugian sebagaimana diatur dalam Perma No.3 Th. 2016.

Kemudian atas permohonan keberatan tersebut Pengadilan Negeri di mana permohonan keberatan tersebut diajukan dalam waktu paling lama 30 hari sejak diregister di kepaniteraan Pengadilan maka Pengadilan wajib memutus permohonan keberatan serta memutus bentuk dan besaran ganti rugi yang di mohonkan oleh pemohon.

Kemudian atas putusan keberatan tentang bentuk dan besaran kerugian yang di mohonkan, para pihak di beri hak untuk melakukan upaya hukum Kasasi kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia. Permohonan kasasi diajukan paling lama 14 (empat belas) hari sejak putusan Pengadilan diucapkan dalam persidangan terbuka untuk umum yang dihadiri oleh para pihak.

Mahkamah Agung Republik Indonesia wajib memutus permohonan kasasi sebagaimana dimaksud paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan kasasi diregistrasi. Putusan kasasi merupakan putusan akhir yang bersifat final dan mengikat yang tidak tersedia upaya hukum peninjauan kembali.

Selain Upaya Hukum Litigasi ( Jalur Peradilan ) para pihak juga dimungkinkan untuk menempuh jalur-jalur Non Litigasi (diluar jalur peradilan) seperti halnya melalui perundingan-perundingan atau mediasi baik yang di lakukan sendiri oleh para pihak atau bisa di wakilkan melalui kuasa nya. (**)

Dasar Hukum :
– Undang-undang No. 06 Tahun 2023.
– Undang-undangg No. 02 Tahun 2012.
– Undang-undang No. 26 Tahun 2007.
– Peraturan Presiden No.30 Tahun 2015.
– Perma No.3 Tahun. 2016.
– Surat Edaran MA (SEMA) No. 2 Tahun 2021

No More Posts Available.

No more pages to load.