Tekan Pengangguran dengan Mengoptimalkan Sektor Pertanian

SUARABOJONEGORO.COM – Minat pemuda Bojonegoro untuk bekerja di sektor pertanian masih minim, karena bidang tersebut belum tergarap secara maksimal. Sekalipun pertanian masih menyumbang sebagian besar pekerjaan tetapi memiliki produktivitas rendah.

Sesuai jumlah nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan dari seluruh kegiatan perekonomian atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Bojonegoro tahun 2004 sebesar Rp9 triliun lebih, 40 persennya disokong dari pertanian. Porsentase tersebut mulai berbalik di tahun 2009, dari PDRB sebesar Rp13 triliun, sumbangan sektor pertanian menurun jadi 30 peren, dan 40 persen dari sektor migas. Kemudian PDRB 2015, sektor migas menyumbang 39, 06 persen atau sejumlah Rp10.543.546,57, dan pertanian 17,91 persen atau sebanyak Rp7.813.840,96.

Pada tahun 2016, dari penghitungan PDRB 2016 sebesar Rp52 triliun, 40 persen atau sekitar Rp20 triliun disumbangkan dari sektor migas, dan 20 persen atau Rp 10 triliun dari sektor pertanian. Dengan serapan angkatan kerja 10 ribu orang di sektor migas, dan 450 ribu orang angkatan kerja di sektor pertanian.

Fenomena inilah yang ditangkap pasangan calon bupati (Cabup) dan wakil bupati (Cawabup) Bojonegoro, Soehadi Moeljono dan Mitroatin, untuk menggarap sektor pertanian agar tidak tergantung pada migas yang akan habis pada 20 hingga 30 tahun mendatang.

Pasangan yang dikenal masyarakat dengan sebutan “Mulyo-Atine” ini telah menyiapkan program Bojonegoro mandiri dengan percepatan pembangunan industri jasa dan manufaktur untuk meningkatkan nilai tambah pertanian dan ekonomi masyarakat. Juga penyerapan tenaga kerja dalam jangka waktu panjang, bukan singkat seperti di industri migas.

Diakui, Arif Rahman (30), warga Desa Kalitidu, Kecamatan Kalitidu, selama ini enggan terjun di sektor pertanian, meskipun menjanjikan. Dia lebih memilih bekerja di sektor keuangan, jasa, atau industri.

“Kalau ada yang memilih bekerja di pertanian jumlahnya pasti sedikit sekali. Pasti kalau tidak petugas lapang atau di kedinasan. Tapi bagi pemuda itu tidak modis,” ujarnya kepada wartawan, Senin (14/5/2018).

Baca Juga:  Kiat Memajukan Kesenian Jaranan Bojonegoro

Sementara apabila ingin bekerja menjadi petugas lapang atau di Dinas Pertanian, tidak memiliki keahlian.

“Saya hanya lulusan SMA,” ungkapnya.

Sektor pertanian umumnya berlokasi jauh dari wilayah perkotaan, sehingga menyebabkan terjadinya ketimpangan pembangunan infrastruktur antara desa dan kota. Akibatnya sektor pertanian sangat sulit diminati para pemuda usia produktif.

“Jaman sekarang, cari kerjanya kan yang agak mentereng. Apalagi, saya pernah jadi satpam. Masa harus bertani,” tuturnya.

Selama ini hasil pertanian di wilayah Kalitidu belum dikelola secara maksimal, dan mampu membuka peluang kerja. Saat panen raya tiba para petani hanya menjual hasil produksi.

“Tidak ada pengolahan hasil tani, misalnya pengolahan tepung beras, atau yang lainnya,” ungkap pria yang pernah menjadi sekuriti di Lapangan Minyak Banyuurip, Blok Cepu itu.

Diperlukan langkah yang tepat dan strategis untuk mengelola hasil pertanian, agar mampu membuka peluang pekerjaan. Misalnya menentukan produk kerajinan dan menentukan lokasi usaha.

“Hasil pertanian kan juga bisa dibuat menjadi olahan produk makanan, atau jeraminya dibuat kerajinan tangan,” lanjutnya.

Selain itu dibutuhkan persiapan berupa pemberian pelatihan dan pendampingan, agar pemuda memiliki keterampilan agar terlibat maksimal dalam pembangunan industry manufaktur.

“Saya kira itu akan bisa menyerap tenaga kerja, dan mengurangi pengangguran, karena rata-rata pemuda di sini juga masih banyak yang belum bekerja,” tandasnya.

Senada disampaikan Krisna Maulana (35), warga Desa Tanjungharjo, Kecamatan Kapas. Bekerja di sektor pertanian terdapat banyak resiko sementara hasilnya tidak terlalu besar.

“Saya merasa, sektor pertanian dan para petani seakan tidak terperhatikan sama sekali oleh para elite politik, khususnya di jajaran eksekutif,” tegasnya.

Dia mencontohkan, banyak sekali kondisi di negeri ini salah satunya di Bojonegoro saat jatuhnya harga gabah atau tentang melambungnya harga cabai di pasaran, akan tetapi pada tingkat petani, tak ada dampak berarti sama sekali dalam masalah harga.

Baca Juga:  Pelatihan Keterampilan Gratis untuk Manfaatkan Potensi Desa

“Belum lagi aktivitas impor yang dampaknya membuat harga barang mentah dari pertanian semakin morat-marit dan tak menentu,” tandasnya.

Selama ini hasil pertanian dari petani juga tidak diolah secara maksimal. Setelah panen raya langsung dijual kepada tengkulak.

Menurutnya, adanya industri manufaktur yang mengolah hasil pertanian tentu akan menyerap tenaga kerja, dan mengurangi pengangguran.

“Yang perlu disiapkan adalah sumber daya manusianya, perlu adanya pelatihan dari pemkab Bojonegoro,” sarannya.

Di Bojonegoro, lanjut dia, hasil pertanian tidak hanya berupa padi, tapi bisa berupa jagung, kedelai, dan lain sebagainya. Dari hasil pertanian tersebut bisa dijadikan olahan produk makanan atau minuman.

Kedua pemuda ini berharap Bupati terpilih mendatang bisa melakukan pemetaan terlebih dahulu sebelum mengembangkan industri manufaktur, dengan menyiapkan tenaga terampil dan adminstrasi yang baik sehingga tidak putus ditengah jalan.

“Jadi, tidak asal buat industri manufaktur tapi juga tenaga terampilnya juga,” pintanya.

Menanggapi hal itu, Cabup Soehadi Moeljono, mengakui, jika minat pemuda terhadap sektor pertanian masih rendah karena belum ada transformasi struktural yang melibatkan munculnya sektor manufaktur yang kuat.

“Kedepan sektor pertanian akan kita maksimalkan mulai hulu hingga hilir agar membuka peluang kerja,” tegas Pak Mul, sapaan akrabnya.

Hal ini, menurut Pak Mul, dikarenakan belum ada transformasi struktural yang melibatkan munculnya sektor manufaktur yang kuat. Selama ini, ekonomi selain sektor Migas didominasi oleh pertanian dan jasa, sementara manufaktur tetap kecil, bahkan dibandingkan dengan beberapa kabupaten tetangga, seperti Tuban, dan Gresik.

“Padahal hanya sejumlah kecil dari pekerjaan yang diciptakan di Migas. Untuk itu, kita akan memaksimalkan sektor pertanian ini agar mampu menyerap tenaga kerja besar dengan jangka waktu yang panjang,” pungkas Cabup yang berpasangan dengan Kader NU ini. [*/lis]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *