PENTINGNYA KEWASPADAAN DINI TERHADAP KEKERASAN PEMUDA

oleh -
oleh

Oleh: Aning Wulandari*)

“Beri aku 10 pemuda, maka akan kuguncangkan dunia”
Ucapan dari Ir. Soekarno, Presiden pertama Republik Indonesia ini sangat dalam maknanya, bahwa para pemuda adalah agen perubahan dan pelopor kemajuan bangsa. Sejarah mencatat peran penting para pemuda dalam perjuangan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bahkan pasca kemerdekaan, pemuda semakin berperan dalam Pembangunan bangsa dan negara.

Akan tetapi, tidak dapat kita pungkiri, bahwa masih banyak pemuda yang terlibat berbagai kasus kekerasan dan kriminal. Tentu ini menjadi keprihatinan kita bersama, mengingat para pemuda adalah harapan masa depan bangsa. Perilaku kriminal para pemuda sering diberitakan, baik di media cetak maupun daring, bahkan di media sosial.
Dalam beberapa hari terakhir ini ramai di sosial media, potongan video amatir yang menunjukkan bahwa salah satu pelaku gangster di salah satu kabupaten di Jawa Timur adalah pemuda asal Bojonegoro. Hal ini tentu cukup memprihatinkan, mengingat bahwa pelaku masih muda. Para pemuda tersebut tergabung dalam gangster yang meresahkan masyarakat karena sering membuat onar dan melakukan kekerasan pada warga.

Seringkali diberitakan kasus-kasus kekerasan maupun kriminalitas yang melibatkan para pemuda. Mulai dari gangster, pengeroyokan, kekerasan genk motor, kriminalitas dipicu permasalahan asmara, dan masih banyak lagi. Lalu bagaimana upaya mencegah perilaku kekerasan pemuda?

Pemuda adalah warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16-30 tahun (UU No. 40 tahun 2009 tentang Kepemudaan). Idealnya, para pemuda harusnya berperan aktif sebagai kekuatan moral, kontrol sosial dan agen perubahan dalam berbagai aspek Pembangunan nasional. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa pemuda di Indonesia masih terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu: (1) kelompok pelajar/mahasiswa, (2) kelompok pemuda bekerja, (3) kelompok pemuda yang bukan keduanya (bukan pelajar/mahasiswa dan tidak bekerja). Ketiga kelompok tersebut masing-masing berpotensi terlibat dalam kekerasan pemuda, namun kelompok ketiga ini perlu mendapatkan perhatian lebih, mengingat bahwa para pemuda kelompok ketiga ini mempunyai lebih banyak waktu untuk melakukan hal-hal yang berpotensi menimbulkan tindak kekerasan maupun kriminal.

Upaya mencegah kriminalitas pemuda ini dapat dilakukan oleh berbagai pihak, baik keluarga, masyarakat maupun pemerintah. (1) Keluarga adalah pilar utama untuk mencegah para pemuda terlibat perilaku kriminal. Keluarga, terutama orang tua, perlu mengajarkan nilai-nilai kebaikan, memberikan perhatian, komunikasi terbuka, nasehat dan pengawasan kepada anak-anaknya, agar dapat mencegah terjadinya perilaku kekerasan pemuda. (2) Masyarakat perlu melakukan kontrol terhadap kelompok pemuda di sekitarnya. Jika di lingkungan sekitar mulai ada kelompok pemuda dengan kebiasaan-kebiasaan yang buruk, maka masyarakat wajib untuk mengingatkan dan mencegah terjadinya hal buruk lainnya, (3) Pemerintah, khususnya pemerintah daerah (mulai desa, kecamatan sampai kabupaten/kota) perlu melakukan pencegahan dan deteksi dini sebagai bentuk kewaspadaan dini terhadap potensi kriminalitas pemuda. Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan sosialisasi anti kekerasan, mengaktifkan organisasi kepemudaan muapun organisasi masyarakat dan memperbanyak kegiatan-kegiatan kepemudaan. Deteksi dini dapat dilakukan dengan mengoptimalkan peran aparatur negara, baik sipil, TNI Polri dan para tokoh masyarakat dalam memantau aktifitas para pemuda.

Pemerintah desa dapat mengoptimalkan peran organisasi Karang Taruna dengan melibatkan semua pemuda yang ada di desa. Pemerintah Desa juga perlu melakukan pendataan dan pengawasan kepada para pemuda yang berasal dari luar desa. Selain itu, melibatkan pemuda dalam berbagai kegiatan di desa, tentu akan mengurangi potensi para pemuda terlibat dalam perilaku kriminal.

Pemerintah kabupaten/kota dapat melakukan pencegahan perilaku kekerasan pemuda melalui sosialisasi kepada para pemuda. Sosialisasi anti kekerasan jangan hanya dilakukan kepada remaja di sekolah saja, namun juga perlu dilakukan di desa-desa dengan melibatkan para pemuda yang belum tergabung dalam organisasi kepemudaan. Kegiatan sosialisasi ini juga bagian dari kewaspadaan dini masyarakat untuk mencegah terjadinya perilaku kekerasan mupun kriminalitas para pemuda. Mari, seluruh masyarakat untuk berpartisipasi aktif melakukan kewaspadaan dini, agar dapat mencegah terjadinya kekerasan pemuda.

*) Penulis adalah Ketua FKDM (Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat) Bojonegoro

No More Posts Available.

No more pages to load.