Negeriku Krisis Lahan Pertanian

Oleh: Sri Handayani, S.Pd
(Guru di Bojonegoro)

Musim kemarau telah berlalu dan kini saatnya musim penghujan menghampiri kita semua. Inipun sebagai tanda bagi para petani untuk memulai menggarap lahan pertanian.

Meski tidak dipungkiri ketika musim kemarau sebagian petani juga menggarap lahan pertaniannya , tapi sebagian lagi mereka membiarkan sawah mereka karena tidak tersedianya air untuk mengairi sawah.

Dinas Pertanian Kabupaten Bojonegoro menganggap sektor pertanian menjadi tumpuan perekonomian masyarakat di wilayah Bojonegoro meski setiap tahunnya luas lahan pertanian mengalami penyusutan.

Dari data di Dinas Pertanian menyebutkan, tahun 2017 ada sekitar 77 ribu hektar mengalami penyusutan sebesar 600 hektar lebih untuk industri migas serta 25.317 meter persegi untuk pengembangan perumahan.”Memang jika dibandingkan dengan industri minyak dan gas bumi, pertanian masih cukup besar menampung tenaga kerja,” kata Sekretaris Dinas Pertanian Bambang Sutopo, Sabtu (28/07/2018).

Darurat sawah, inilah yang terjadi di negeri yang konon dikenal sebagai negeri agraris. Ini terjadi karena penyusutan lahan. Lahan sawah di Indonesia diketahui terus menyusut hingga kini tersisa 7,1 juta hektare.(www.cnbcindonesia.com, 8/11/2018). Menteri  Agraria dan Tata Ruang, Sofyan Djalil, mengatakan dalam 10-15 tahun terahir seluas 900.000 hektar sawah menghilang. Pemerintah belum mengetahui berapa besar luas yang dipertahankan sebagai sawah abadi. Penyebab utama penyusutan lahan yaitu adanya alih fungsi untuk tujuan non pertanian. Baik pembangunan infrastruktur (kompas.com, 11/4/2018), industrialisasi, perumahan hingga perkebunan.

Memang penurunan lahan pertanian sulit dihindari. dan hal ini sudah disadari. Namun, upaya mengatasi dan mencegahnya minim dan bahkan justru seakan-akan membiarkan. Padahal seharusnya pemerintah menunjukkan kesungguhan untuk menyelesaikan masalah sebagai bentuk tanggungjawab dalam pengurusan hajat masyarakat dan menghindari ancaman yang lebih besar.

Ketidakseriusan mengatasi masalah disebabkan kekeliruan mengindera akar persoalan. Banyak yang menyebutkan bahwa yang mendorong alih fungsi lahan yaitu  karena petani sangat mudah menjual lahan pertanian sehingga terjadi alih fungsi. Dan Meningkatnya pembangunan infrastruktur publik demi meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kedua hal ini dijadikan alasan untuk ‘seakan-akan’ melegalkan pengalih fungsian lahan pertanian. Benarkah hal ini?

Baca Juga:  Stok Pupuk Untuk Masa Tanam 1 di Bojonegoro Aman

Apa sebenarnya penyebab petani dengan mudahnya menjual lahan dan rela menjadi buruh tani bahkan berganti profesi? Tak lain karena usaha pertanian yang tak menguntungkan lagi, sementara biaya produksi semakin mahal dan beban hidup makin tinggi. Kehadiran pemerintah tidak terasa untuk mendukung usaha pertanian yang dikelola petani-petani kecil.

Para petani dibiarkan menanggung biaya produksi yang mahal seperti pengadaan benih, pupuk, pestisida,dll akibat kapitalisasi oleh korporasi pertanian. Begitupula tidak ada perlindungan ketika petani akan menjual produknya karena kondisi pasar yang tidak adil dan tidak sehat. Para penjahat pangan (pedagang besar hingga kartel) begitu leluasa mempermainkan pasar sehingga merugikan petani. Bahkan yang tak kalah mematikan usaha petani adalah kebijakan impor yang tidak tepat.

Sering kali pembangunan di satu sektor harus mengorbankan sektor yang lain. Prinsip yang ada adalah keuntungan saat ini, tanpa memperhitungkan akibat jangka panjangnya. Mungkin jangka pendeknya, memang menguntungkan.

Namun, dampak yang terjadi akan mengancam Kedaulatan pangan di negeri ini. Inilah gambaran dalam sistem kapitalis.

Berkaitan dengan hal ini Islam memandang bahwa sektor pertanian merupakan salah satu sumber primer ekonomi negara, di samping perindustrian, perdagangan, dan jasa. Dengan demikian pertanian merupakan salah satu pilar ekonomi yang apabila bermasalah, dapat menyebabkan goncangnya perekonomian negara, bahkan akan membuat negara lemah dan berada dalam ketergantungan dengan negara lain.

Maka agar hal tersebut tidak terjadi, dalam Islam pengelolaan pertanian dilakukan secara optimal, agar kebutuhan pangan rakyat terpenuhi. Dimana negara mengupayakan pencarian dan penyebarluasan teknologi budidaya terbaru bagi petani, membantu pengadaan mesin-mesin pertanian, benih unggul, pupuk, serta sarana produksi pertanian lainnya. Selain itu mendorong pembukaan lahan baru serta menghidupkan tanah yang mati.

Baca Juga:  Menyoal PP Nomor 28 Tahun 2024 Tentang Kesehatan Yang Menuai Kontroversi

Tanah mati adalah tanah yang tampak tidak ada yang memiliki, dan tidak tampak ada bekas-bekas apapun, seperti pagar, maupun yang lainnya. Menghidupkan tanah mati artinya menjadikan tanah tersebut siap untuk langsung ditanami. Setiap tanah yang mati, jika telah dihidupkan oleh seseorang, adalah menjadi milik yang bersangkutan. Rasulullah SAW, sebagaimana dituturkan oleh Umar bin al-Khaththab telah bersabda: “Siapa saja yang telah menghidupkan sebidang tanah mati, maka tanah itu adalah miliknya”. (HR. Bukhari, Tirmidzi, dan Abu Dawud).

Dengan demikian jelas bahwa ketersediaan kebutuhan pangan dijamin oleh negara. Maka negara senantiasa memperhatikan peningkatan produktivitas pertanian, pembukaan lahan-lahan baru, dan penghidupan tanah mati, serta pelarangan terbengkalainya tanah. Hal ini dilakukan untuk mengoptimalkan produksi lahan-lahan pertanian, agar stok kebutuhan pangan selalu tersedia untuk rakyatnya.
Inilah bentuk nyata dari sistem Islam.

Sebagai sebuah agama yang sempurna, Islam memiliki konsep dan visi dalam mewujudkan Kedaulatan pangan. Islam memandang pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang wajib dipenuhi. Seorang pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban di hadapan Allah kelak bila ada satu saja dari rakyatnya yang kelaparan
Maka jelas, krisis pangan yang terjadi saat ini salah satunya adalah akibat dari banyaknya pengalihan fungsi lahan, sehingga produksi pertanian berkurang bahkan sama sekali tidak menghasilkanInilah akibat penerapan sistem ekonomi kapitalisme, lahan dipergunakan oleh para pemilik modal untuk pengembangan serta pembangunan infrastruktur tanpa adanya solusi jangka panjang yang digariskan oleh negara bagi Kedaulatan pangan.

Maka sudah saatnya kita menyelamatkan negeri ini dari krisis dengan menerapkan Islam secara sempurna tidak terkecuali dalam pengelolaan lahan pertanian. (**)