Kekeringan merupakan suatu bencana yang terjadi saat musim kemarau. Beberapa daerah di Indonesia memiliki ancaman bencana kekeringan cukup tinggi. bencana kekeringan sendiri merupakan keadaan kekurangan pasokan air pada suatu daerah dalam waaktu berkepanjangan. Suatu daerah dinyatakan mengalami musim kekeringan ekstrem jika mengalami Hari Tanpa Hujan (HTH) lebih dari 60 hari.
Musim kemarau yang panjang akan menyebabkan kekeringan karena cadangan air tanah akan habis akibat Penguapan (evaporasi), Transpirasi, ataupun penggunaan lain oleh manusia.
Menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bojonegoro, setelah melakukan inspekasi di seluruh wilayah Bojonegoro, Sebanyak 11 kecamatan di Kabupaten Bojonegoro terancam kekeringan. Saat ini, volume air di sejumlah embung sudah nyaris habis dan mengering. Sehingga tanah dari dasar embung ini mengalami pecah-pecah dan menganga.
Hal ini juga terlihat di setiap jengkal persawahan milik warga. Kekeringan tak hanya dirasakan oleh petani, warga secara umum juga semakin resah dengan kondisi kemarau yang semakin parah, pasalnya sumur-sumur warga ikut mengering. Untuk sekedar kebutuhan memasak dan mandi saja banyak warga yang rela mencari dan memikul air dengan jarak cukup jauh.
Diawal bulan Juni kemarin, BPBD Bojonegoro telah memperingatkan kemarau tahun 2018 ini terjadi mulai awal Juni hingga akhir Oktober.
Selain itu BMKG juga mengeluarkan surat edaran yang berisikan peringatan terhadap cuaca ekstrim di musim kemarau, selain kemarau, angin kencang juga berpotensi menyebabkan kebakaran hutan dan lahan. Hal inipun telah terbukti dengan adanya kebakaran hutan di kawasan hutan milik Perhutnai di Persil 128 RPH Sembung BKPH Pungpungan KPH Parengan, turut wilayah Desa Sumberejo Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro. Sedikitnya 1,5 hektare semak belukar di kawasan hutan tersebut terbakar.(Kumparan 16/7/2018).
Penyebab Terjadinya Musibah
Sebagai seorang muslim, Al-Qur’an dengan tegas menjelasakan bahwa sebab utama terjadinya semua peristiwa di atas bumi ini, apakah gempa bumi, banjir, kekeringan, tsunami, penyakit tha’un (mewabah) dan sebagainya disebabkan ulah manusia itu sendiri, baik yang terkait dengan pelanggaran sistem Allah yang ada di laut dan di darat, maupun yang terkait dengan sistem kehidupan dan keimanan yang telah Allah tetapkan bagi hambanya.
Semua pelanggaran tersebut (pelanggaran sunnatullah di alam semesta dan pelanggaran syariat Allah yang diturunkan kepada para Nabi dan Rasul-Nya, termasuk Nabi Muhammad Saw), akan mengakibatkan kemurkaan Allah. Kemurkaan Allah tersebut direalisasikan dengan berbagai peristiwa seperti gempa bumi, tsunami, kekeringan dan seterusnya.
Semakin besar pelanggaran manusia atas sistem dan syariat Allah, semakin besar pula peristiwa alam yang Allah timpakan pada mereka. Allah menjelaskan dalam Al-Qur’an yang artinya: “Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri”.(Q.S. Al-Ankabut / 29 : 40).
Cara pandang orang-orang beriman terhadap munculnya bencana alam adalah apapun peristiwa alam yang menimpa, mereka kembalikan semuanya kepada kehendak dan kekusaan Allah, mereka hadapi dengan hati yang penuh iman, tawakakal, sabar dan tabah serta mereka lihat sebagai sebuah ujian dan musibah untuk menguji kualitas keimanan dan kesabaran mereka, atau bisa juga sebagai teguran Allah atas kelalaian dan dosa yang mereka lakukan. Selain itu, semua peristiwa yang menimpa kita, marilah jadikan sebagai momentum terbaik untuk mengoreksi diri (taubat) agar lebih dekat kepada Allah.
Ditulis oleh: Isna Yuli
(Member Akademi Menulis Kreatif)