Reporter : Bima Rahmat
SuaraBojonegoro.com – Aktifis perempuan dan anak, Sally Atyasasmi, yang juga Anggota DPRD Kabupaten Bojonegoro menyayangkan masih adanya kekerasan terhadap 8 siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 5 Bojonegoro beberapa hari yang lalu. Senin (23/09/19).
Terlebih dirinya menyayangkan kejadian kekerasan tersebut dilakukan di lingkup pendidikan yang seharusnya menjadi tempat paling nyaman dan aman bagi anak-anak.
“Orang tua itu menitipkan anaknya di sekolah itu untuk mendapatkan pendidikan yang bagus,” kata Mantan Ketua Komisi C DPRD Bojonegoro ini.
Politisi partai Gerindra ini menegaskan bahwa penyelesaian atas kejadian ini harus ada upaya penyelesaian antara oknum guru yang melakukan tindakan kekerasan ke siswa.
“Ada banyak cara pendisiplinan yang dapat dilakukan tanpa harus ada kekerasan,” ujarnya.
Tindakan kekerasan terhadap anak terlebih di lingkup pendidikan tidak dapat diabaikan begitu saja. Maka pihaknya berpendapat harus digali latar belakang yang mengakibatkan adanya tindakan kekerasan tersebut.
“Faktor tekanan atau psikologis yang mengakibatkan dia sangat tentramental. Ok lah pihak sekolah minta maaf atas nama yang bersangkutan, tapi tidak cukup itu saja. Karena ini ada persoalan yang mungkin yang bersangkutan membutuhkan konseling,” tambahnya.
Untuk para siswa ini pun menurutnya harus mendapatkan konseling tentang etika yang membuat siswa melanggar indispliner. Adanya kekerasan di lingkup sekolah, lanjutnya, bukan hanya keteledoran perseorangan namun merupakan keteledoran lembaga yakni sekolah.
“Meski ini kesalahan oknum tapi ini kan institusi pendidikan tidak bisa melindungi sepenuhnya. Jadi bagus juga kalau pihak sekolah minta maaf kepada yang bersangkutan,” pungkasnya.
Seperti yang diberitakan sebelumnya beberapa siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 5, mengalami kekerasan yang dilakukan oleh salah satu oknum pengajar.
Salah satu wali murid yang enggan disebutkan namanya menceritakan jika kejadian tersebut terjadi beberapa Minggu yang lalu. Yang mana awalnya para siswa tersebut berbincang-bincang dengan sesama temannya dan mengucapkan kata “kaya singo” dan didengar oleh oknum guru tersebut.
“Gurunya dengar atau gimana gitu. Tapi yang dituduh itu cuma anak 8, tapi 8 itu siapa saja saya tidak tahu tahu termasuk keponakan saya,” katanya saat dikonfirmasi melalui sambungan telphonenya.
Selanjutnya kedelapan anak tersebut dibawa ke ruang guru dan disuruh duduk dibawah dan menerima pukulan dan tendangan oleh oknum guru.
“Keponakan saya nagis sampai di rumah dan cerita sama utinya (nenek.red) dan cerita kalau dirinya di kaplok (pukul.red) tapi utinya tidak cerita sama saya, baru beberapa hari baru cerita ke saya,” pungkasnya. (Bim/red).