“Sejarah Hidup Penggali Pancasila Erat Dengan Dunia Islam”

Reporter: Nella Rachma

Suarabojonegoro.com –  Abidin Fikri, Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR–RI) mengatakan bahwa seluruh Warga Negara Indonesia mempunyai tanggung jawab untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia di atas dasar lima sila Pancasila bukan di atas ideologi yang lain. Hal tersebut disampaikan Abidin pada saat Sosialisasi Empat Pilar MPR RI di Kantor DPC PDI Perjuangan Tuban, Jawa Timur, Sabtu (17/6/2017).

Di hadapan ratusan kader PDI Perjuangan Tuban, Abidin mengatakan munculnya sikap dari segelintir golongan yang berusaha mengadu domba anak bangsa dengan mempertentangkan antara Pancasila dan Islam adalah upaya pengulangan sejarah adu domba antar anak bangsa yang dulu kita kenal istilah Devide et impera.

“Saat inilah kita mesti memahami sejarah lahirnya Pancasila sebagai dasar negara kita.” katanya.

Menurutnya, pidato Bung Karno pada 1 Juni pada sidang BPUPK yang secara aklamasi diterima dan disahkan oleh seluruh anggota sidang BPUPKI merupakan fakta sejarah yang tak terbantahkan. Dan perlu dipahami bahwa sosok Bung Karno sepanjang perjuangannya terhadap bangsa Indonesia tak terpisahkan dari dunia Islam.

“Bung Karno pada usia remaja dititipkan ayahanda beliau, Raden Soekemi Sosrodihardjo di rumah tokoh Islam besar pada masa itu, yaitu Haji Oemar Said Tjokroaminoto. Di rumah tersebut di gang Peneleh, Surabaya itulah Bung Karno Kemudian digembleng oleh HOS. Tjokroaminoto yang merupakan tokoh Sarekat Islam, dan oleh tokoh Islam Islam lainnya yang sering berkumpul di rumah HOS Tjokroaminoto. Di tempat itulah konstruksi pemikiran politik pertama Bung Karno dibentuk,” jelasnya.

Lanjut Abidin, fakta sejarah menyatakan bahwa Bung Karno juga aktif mengikuti tabligh pengajian-pengajian majelis-majelisnya Kyai Ahmad Dahlan, tokoh Islam Muhammadiyah.

Fakta lainnya yang jarang diungkap adalah, pada saat Bung Karno dibuang oleh pemerintah Belanda ke Bengkulu, Bung Karno menjadi ketua majelis pengajaran Muhammadiyah Bengkulu, Bung Karno sudah memimpin ustad-ustad dan guru-guru ngaji.

“Selanjutnya, dalam Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) tahun 1954 di Surabaya, Jawa Timur, NU memutuskan memberi gelar kepada Presiden Soekarno sebagai: Waliyul Amri Ad-dharuri Bi As-syaukah untuk mentasbihkan Bung Karno sebagai pemimpin bangsa, dan perintah-perintahnya harus diikuti oleh bangsa Indonesia, jelasnya.

Lebih lanjut ia berpendapat, bukti lain bahwa Bung Karno sangat memperjuangan dunia Islam adalah pada saat, Bung Karno meminta Presiden Uni Soviet, Nikita Kruschev untuk menemukan makam ahli hadits, Imam Bukhari, lalu makam itu dicari sampai akhirnya ditemukan di kota Samarkand, kini berada di Uzbekistan. Makam tersebut lalu dipugar oleh Kruschev karena permintaan Bung Karno. Tak berhenti sampai di situ. Bung Karno juga meminta Presiden Kruschev untuk mengaktifkan sebuah masjid yang dijadikan gudang di St. Petersburg dan kini telah berdiri masjid yang amat megah yang dikenal dengan nama Masjid Biru atau Masjid Soekarno. Itulah sosok penggali Pancasila, Bung Karno yang tak lepas dari pemikiran islam dan pemikiran kebangsaan.

Selanjutnya, Abidin menjelaskan Kita dapat memetik pelajaran berharga bahwa Islam dan Nasionalis harus bergotong-royong, bergandengan tangan menghadapi segala tantangan, baik di lapangan ekonomi, politik dan kebudayaan. Marilah di bulan Ramadhan ini kita sebagai kaum kebangsaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai Islam untuk bertekad menjadikan Pancasila sebagai pedoman, rujukan dan pijakan dalam tiap kehidupan berbangsa dan bernegara. (Bey/Lis)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *