Oleh : Murtadho
SuaraBojonegoro.com – Sruput kopinya dulu… !!! Hamparan luas menghijau negeri ini, anugrah dari Allah SWT tak ternilai, belum kekayaan sumber daya alam lainnya yang tak kalah melimpahnya, sungguh kaya Republik ini, pada akhirnya tinggal bagaimana kita mengelolanya dengan benar, tentunya dengan metodologi dan management yang tepat.
Presiden RI Keempat KH. Abdurrahman Wahid pun pernah berseloroh, negeri kita ini kaya raya, tapi mengapa rakyatnya miskin, menurut Gus Dur akrab beliau di sapa, salah urus negeri ini adalah penyebabnya, sehingga korupsi merajalela, dan akibatnya kekayaan bangsa ini hanya di nikmati oleh segelintir orang saja. Bahkan dimasanya ada dua lembaga yang di hapus alias dibubarkan, yakni Departemen Sosial dan Departemen Penerangan, dikarenakan korupsinya sudah kelewat.
Sejarah juga mencatat diera Presiden Suharto, bangsa ini pernah dibawa pada masa keemasan dengan swasembada pangan, itupun tidak begitu lama, karena tahun 1998 bangsa indonesia terkena imbas krisis moneter, yang endingnya pak hartopun harus di lengserkan dari kursi presiden karena dianggap gagal mengelola negara dengan virus KKN (Korupsi Kolusi Nepotisme) menggerogoti kedaulatan bangsa kita menjadi bangsa yang dikendalikan oleh bangsa lain.
Cerita swasembada pangan sampai hari ini masih menjadi impian, walaupun presiden Joko Widodo seakan berburu waktu untuk mencapai mimpi tersebut dengan gencar membangun kembali Waduk, bahkan mengfungsikan kembali waduk yang sempat ditutup. Satu tujuan menggenjot produksi pertanian dengan ketersediaan air yang mencukupi, maunya.
Hadirnya negara dalam urusan pangan sangat diharapkan masyarakat petani, mengapa demikian, petani sering menjadi korban kepentingan dari segelintir orang maupun kelompok tertentu, mulai dari urusan bibit, pupuk, bagaimana jika gagal panen, dan akhirnya nilai jual produknya yang sangat tidak pro kesejahteraan petani. Jerih payah yang tidak sebanding lurus dengan nilai ekonomi dibangku kuliah, membuat petani pemilik lahan sering dibuat kelimpungan harus memilih menjual lahannya karena dianggap tidak menjanjikan lagi.
Fenomena ini membuat ulama kharismatis K.H. Maimoen Zubair (90) yang wafat di tanah Suci Mekkah, Arab Saudi, Selasa pagi, 6 Agustus 2019 silam harus berfatwa Termasuk tanda kiamat itu ketika orang sudah tak mau bertani karena untungnya sedikit, hal ini menurut hemat penulis beliau memberikan semangat kepada petani untuk sabar dan tetep pada kodratnya untuk menjaga lahannya dengan tidak merubah fungsi dari ditanami tanaman menjadi ditanami gedung, diperuntukkan untuk proyek Jalan Tol, Migas dan lain sebagainya, yang kesemuanya dikerjakan atas nama kepentingan Negara dan kepentingan umum.
Walaupun sebagai bentuk pertanggunganjawaban pemerintah untuk membela petani dengan menerbitkan UU no. 11 tahun 2013 Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, Perpres no 48 tahun 2016 tentang Penugasan Kepala Bulog dalam Rangka Ketahanan Pangan, Permendag no. 24 tahun 2020 tentang Penetapan Harga Pembelian Pemerintah untuk Gabah atau beras serta Perda Jatim no. 5 tahun 2015 Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.
Kenyatanya, petani masih nampak cemas, dilapangan peran tengkulak diduga bersekongkol dengan BULOG untuk memainkan harga ditingkat petani, melebihi pasal produk pemerintah, sehingga petani seakan tidak punya pilihan hasil panennya dihargai murah. Ya, karena petani tidak lain seperti “dijajah” karena tak sanggup mengelola produknya sendiri, aneh memang, petani itu pemilik alias penguasanya kog mau di permainkan oleh segelintir orang yang sejatinya layak untuk disebut sebagai“dijajah”. Penulis haqqul yakin para tikus-tikus berdasi itu tak memiliki sejengkal lahan persawahan.
Jika saja petani mempunyai republik sendiri, penulis membayangkan kira-kira gudang-gudang BULOG akan berubah fungsi hanya sebagai rumah tikus yang sedang sakit, karena tidak mempunyai setok padi untuk dimakan. Perusahaan tepung pun juga akan mengimpor beras dari republik petani, dan tentunya harga bisa dinegosiasikan sendiri tanpa lewat mekalar-makelar swasta ataupun negeri. (wallaahu’alambisshowab)
Sruput kopinya lagi aagh… !!!
Penulis adalah : warga Bojonegoro – 352215xxxxxx0002