Rapatkan Barisan! Kelompok Tani Hutan Minta Jatah Pupuk Bersubsidi

SuaraBojonegoro.com – Mensikapi pelarangan  penggunaan dan kelangkaan pupuk bersubsidi oleh pemerintah, sejumlah kelompok tani hutan (KTH) di kawasan Bojonegoro selatan merapatkan barisan. Antara lain KTH dari Kecamatan Bubulan, Sekar, Gondang dan Temayang hadir dalam rembug pearangan penggunaan pupuk bersubsid ini.

Pada Senin (5/3/23) kemarin sedikitnya tujuh pengurus dan anggota dari tujuh KTH berkumpul di rumah Lulus Setiawan, SH, Desa Ngorogunung, Kecamatan Bubulan.

Pertemuan ini difasilitasi  Lembaga Swadaya Masyarakat Pemberdayaan Kinerja Peduli Aset Negara (LSM PK PAN) Bojonegoro. “Ya, kita fasilitasi para KTH ini utk mengambil sikap bersama. Sebab, kami ditunjuk oleh para KTH ini sebagai pendamping KTH mereka,” kata Alham M. ubey, Sekretaris Umum LSM PK PAN.

Dalam rembug bersama tujuh KTH ini, antara lain mempelajari dan mengkaji surat dari Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Bojonegoro Nomor: 520/3169/412.221/2022, tertanggal 21 Nopember 2022, tentang fasilitasi pupuk bersubsidi untuk penggarap lahan Perhutani/Kehutanan tahun 2023.

Baca Juga:  Pasok Beras untuk Katering di Lapangan Minyak Banyu Urip, Bentuk Kerjasama Petani Lokal

Sejumlah pengurus KTH yang hadir, termasuk Lulus Setiawan, sebagai tokoh petani hutan di kawasan Bojonegoro selatan ini menilai, surat dari DKPP yg dijadikan alasan Perhutani melarang penggunaan pupuk bersubsidi ini sebagai bentuk diskriminasi negara terhadap petani hutan.

“Kenyataannya, kami, ribuan warga di belakang kami,  hidupnya ya dari bertani di kawasan hutan. Tidak ada lahan lain yg sudah selama 20 tahunan kami garap, la kok pemerintah menyatakan tidak bisa memfasilitasi, ini jelas diskriminatif,” kata mantan Kepala Desa Ngorogunung ini.

Senada dengan Lulus, M Alik, Ketua KTH Wono Lestari Lanching Kusumo, Desa Clebung Kecamatan Bubulan mengatakan, bahwa negara tidak  hadir pada saat petani hutan kesulitan pupuk.

Menurutnya, pemerintah harus hadir dikala rakyatnya berjuang dalam bertani. “Petani ini modal sendiri, pupuk juga beli sendiri, tapi klo ada keberhasilan, yang bangga pasti pemerintah. Penuhi saja pupuk untuk kami, pupuk yang bersubsidi,” jelasnya.

Sementara Alham menambahkan, hasil pantauannya di kawasan hutan, bener-bener pelarangan penggunaan pupuk bersubsidi di kawasan hutan sudah menghilang.

Baca Juga:  Petani di Sekar Bungah, Harga Jagung di Naik

Menurut sejumlah petani, bener-bener itu dicopoti oleh pihak Perhutani sendiri, setelah mendapat protes keras dari sejumlah KTH.

“Memang, seharusnya pihak Perhutani tidak perlu bertindak yang memicu konflik antara petani dengan Perhutani. Bagaimanapun, warga pinggiran hutan telah menggarap lahan hutan untuk bertani puluhan tahun, yang sudah barang tentu membutuhkan pupuk bersubsidi, sebagaimana petani lain di luar kawasan hutan,” kata mantan jurnalis RCTI ini.

Dalam pertemuan yang dihadiri sekitar 50 orang  pengurus dari 7 KTH ini, menghasilkan beberapa sikap, antara lain  berencana akan menyampaikan aspirasinya ke wakil mereka di DPRD Bojonegoro.

“Kita punya wakil mas, di DPRD, mosok gak tahu kalo rakyat yang diwakilinya kelimpungan mendapatkan pupuk. Malah ada yang tega menakut nakuti lagi,” kata Rais, Ketua KTH Wono Tani Sumber Makmur, Desa Papringan Kecamatan Temayang. (Red/Lis)