SuaraBojonegoro.com – Kesadaran kolektif antara perusahanan dan masyarakat untuk menjaga dan melestarikan lingkungan sekitar adalah basis utama dalam pemanfaatan dan pelestarian alam secara berkelanjutan. Salah satu prinsip tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL) yaitu PT Pertamina EP Cepu (PEPC) Zona 12 (JTB) Regional Indonesia Timur Subholding Upstream Pertamina adalah konsisten dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat.
Bersama SKK Migas perwakilan Jabanusa, PEPC terus mewujudkan komitmennya dalam berupaya untuk berkontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Bekerjasama dengan salah satu NGO lokal yaitu IDFoS Indonesia, PEPC telah melaksanakan program Agroforestry di desa Bandungrejo, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Bojonegoro di tahun 2020-2021.
Kemudian untuk menjaga keberlanjutan dan dalam upaya mengembangkan program yang telah dilaksanakan, pada tahun 2021-2022 dilaksanakan Program Pengembangan Agrosilvopastura Berbasis Kawasan Hutan Bersama Masyarakat dengan lokasi di desa Bandungrejo dan desa Ngasem, Kecamatan Ngasem, Bojonegoro. Program ini dilatarbelakangi dari kondisi ekonomi masyarakat desa hutan yang termasuk dalam kategori menengah kebawah, dan permasalahan perlindungan hutan di kawasan perlindungan setempat.
Maka semangat untuk menjadikan perekonomian masyarakat desa hutan melalui pemberdayaan ekonomi masyarakat yang bertumpu pada kemandirian, keberlanjutan, dan peningkatan kesejahteraan serta tetap selalu melestarikan lingkungan hidup dan menjaga hutan menjadi alasan program ini dilaksanakan. Model usaha Agroforestry telah dilakukan sebagai usaha pengelolaan lahan di hutan untuk meningkatkan penghasilan petani hutan sekaligus mengembalikan kelestarian hutan, dan pengembangan Agroforestry perlu dilakukan agar model usaha perkebunan dan pertanian menjadi terintegrasi di kawasan hutan.
Usaha peternakan kambing menjadi pilihan yang menjanjikan untuk diintegrasikan pada usaha agroforestry di kawasan hutan. Agrosilvopastura adalah suatu sistem pengelolaan lahan kombinasi antara komponen atau kegiatan pertanian dengan kehutanan dan peternakan/hewan untuk mengatasi masalah ketersediaan lahan dan peningkatan produktivitas lahan utamanya pada lahan marginal.
Pengembangan ini dilakukan dengan tujuan memperpendek siklus pendapatan petani dimana metode Agroforestry memerlukan waktu produksi yang cukup lama yaitu diawal tanam harus menunggu 4 tahun, sedangkan dengan dikembangkannya sebagai agrosilvopastura, hasil produksi dapat dinikmati dengan siklus 2 bulan melalui usaha peternakan. Disamping tetap menjaga kelestarian konservasi hutan, juga terintegrasi antara perkebunan, pertanian dan peternakan. Program Agrosilvopastura PEPC ini berupa budidaya 200 ekor kambing yang dikembangkan oleh Lembaga Masyarakat Desa Huta (LMDH) Barokah Desa Ngasem yang pada acara serah terima simbolis ini menerima fasilitas kandang untuk membudidayakan hewan tersebut. Sedangkan Program Agroforestry yang berupa budidaya 2500 pohon kelengkeng yang digarap oleh LMDH Rimba Tani Desa Ngasem dimana 300 dari pohon tersebut saat ini telah mulai berbuah.
Fasilitas Rumah Kompos serta Pembibitan Kelengkeng diserahkan kepada LMDH Rimba Tani Desa Bandungrejo di kesempatan serah terima ini. Hadir dalam penyerahan program secara simbolis, JTB Site Office & PGA Manager PEPC Edy Purnomo yang terus mendorong para penerima program untuk terus bersemangat menyukseskan Agroforestry dan Agrosilvopastura. “Mudah-mudahan program ini dapat membantu masyarakat sekitar dalam meningkatkan perekonomian. Terima kasih atas ikhtiar kita semua sehingga program ini dapat berjalan. Manajemen PEPC menitip pesan agar kegiatan program ini terus dijaga dan dirawat agar dapat dikembangkan sehingga manfaatnya juga berkembang luas,” pesan Edy.
Camat Ngasem Iwan Sopian selaku tuan rumah serta mewakili warga masyarakat penerima manfaat dari program ini merasa sangat terbantu dengan adanya program ini. “Terima kasih kepada PEPC yang telah memberikan program pengembangan masyarakat di Ngasem. Kami sebagai pemerintah akan memfasilitasi program dari PEPC sehingga dapat memberi manfaat yang luas untuk warga di sini. Dan kami sampaikan bahwa di Ngasem ini tidak ditemukan kambing yang terkena penyakit mulut dan kuku (PMK),” sebut Iwan.
Perwakilan dari Cabang Dinas Kehutanan (CDK) Bojonegoro Kuntari mengapresiasi program PPM ini. Menurut Kuntari, upaya yang dilakukan PEPC JTB dan SKK Migas ini betul-betul sebuah program yang memiliki multi efek positif. Menurutnya, inisiasi PEPC dan SKK Migas ini mampu memfasilitasi masyarakat yang dekat hutan untuk beraktivitas dan memberdayakan. Dan disampaikan juga Pada akhirnya, nanti tekanan pada hutan ini akan berkurang karena masyarakat punya penghasilan dari fokus kegiatan hutannya.
“Mudah-mudahan kegiatan ini memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat pinggiran hutan sehingga kesejahteraannya juga akan terus meningkat,” ungkapnya.
Dalam kegiatan ini dihadiri juga oleh perwakilan dari ADM KPH Bojonegoro, Kepala Cabang Dinas Kehutanan Bojonegoro, Jawa Timur, Kepala Desa Ngasem, Kepala Desa Bandungrejo, Asper Clangap, 6 orang Perwakilan LMDH Rimba Tani, 6 orang Perwakilan LMDH Ngasem Barokah, perwakilan Dinas Lingkungan Hidup Bojonegoro, Dinas Peternakan Kabupaten Bojonegoro, tim dari Pertamina EP Cepu dan tim IDFoS Indonesia sebagai pelaksana program. (Red/Lis)