SUARABOJONEGORO.COM – Peningkatan suhu di Kabupaten Bojonegoro disebabkan oleh perubahan iklim global dan minimnya vegetasi di beberapa wilayah. Demikian diungkapkan tim peneliti lingkungan dari Universitas Bojonegoro (Unigoro), Kamis (26/7/2018).
“Hasil penelitian ini menjawab opini dan spekulasi terkait kondisi suhu di Bojonegoro,” ucap ketua tim peneliti, Ir. Harjono, MSi.
Harjono mengatakan, Tim Peneliti Unigoro melakukan penelitian ini karena selama ini belum ada hasil penelitian ilmiah tentang perubahan suhu di Bojonegoro.
“Pernyataan yang menyebutkan suhu panas karena produksi minyak, itu belum bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah,” imbuhnya.
Bojonegoro mengalami peningkatan suhu sejak 2009. Peningkatan suhu paling terlihat pada 2013. “Di antara yang paling berkontribusi adalah adanya fenomena El Nino yang terjadi secara menyeluruh di seluruh kawasan dunia,” paparnya.
El Nino merupakan suatu fenomena perubahan iklim yang secara global yang diakibatkan karena memanasnya suhu di permukaan air laut Pasifik bagian timur.
“Peningkatan suhu terjadi di semua wilayah permukaan bumi, tidak hanya di Bojonegoro,” tegas dia.
Tim peneliti melakukan studi data hasil pencitraan sejak 1999 hingga 2017. Mereka menggunakan lima alat pengukur suhu (logger) yang disebar di lima kecamatan yaitu Kecamatan Baureno, Dander, Bojonegoro, Gayam, dan Ngasem.
“Alat tersebut dibuat khusus oleh Tim Peneliti dan telah dikalibrasi oleh lembaga tersertifikasi sehingga hasilnya sah secara ilmiah,” kata Harjono.
Hasil penelitian ini dipaparkan Harjono dalam Diseminasi Hasil Penelitian bertajuk Analisis Perubahan Suhu di Wilayah Kabupaten Bojonegoro. Pemaparan disampaikan tim peneliti di depan Kepala Dinas Lingkungan Hidup, perwakilan Bappeda, Dinas Pengairan, Dinas SDA, perwakilan LSM, perwakilan industri migas, dan media.
“Semoga hasil penelitian ini menjadi khasanah baik bagi referensi ilmiah di Bojonegoro,” ujarnya.
Harjono berharap ada penelitian serupa yang dilakukan di wilayah sekitar Kabupaten Bojonegoro seperti di Tuban dan Blora. Peneletian tersebut diperlukan untuk pembanding dan memperkuat analisa yang ada.
“Terima kasih atas masukan dan dukungan semua pihak sehingga penelitian ini terlaksana dengan baik,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bojonegoro Nurul Azizah menilai penelitian ini bersifat makro. Sehingga, menurut dia, hasil penelitian ini belum menjawab semua persoalan yang ada.
“Menurut pengamatan saya, penyebab panas di Bojonegoro mulai meningkat sejak adanya industri migas,” ucap dia yang tiba di lokasi setelah pemaparan usai.
Nurul juga menyampaikan hutan yang semakin gundul menyebabkan udara semakin panas. Demikian juga dengan peningkatan jumlah kendaraan dan gaya hidup masyarakat dalam mengelola sampah.
“Kita ingin menyampaikan itu kepada masyarakat,” pungkasnya. (bim/yud)