Oleh : Mochamad Mansur,S.H.,M.H.
SuaraBojonegoro.com – Mahkamah Agung RI telah memberikan putusan permohonan pengujian (_judicial review_) terhadap Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2023 tentang
Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 33 tahun 2020 tentang Standar Harga Satuan Regional. Perpres Nomor 53 Tahun 2023 yang mengatur tentang pelaksanaan perjalanan dinas secara _lumpsum_ bagi Pimpinan dan Anggota DPRD, oleh Mahkamah Agung RI dalam putusan permohon _Judicial Review_
dengan perkara Nomor 12 P/HUM/2024,
tanggal 11 Juni 2024 dinyatakan dapat menyebabkan potensi Pengelolaan Keuangan Daerah yang tidak dilakukan secara baik, sehingga diperlukan sistem pertanggungjawaban atas perjalanan dinas Pimpinan dan Anggota DPRD yang lebih baik dalam hal pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara/daerah, hal demikian
guna memperkuat pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara/daerah yang lebih memenuhi prinsip pengelolaan keuangan daerah yang efektif, ekonomis dan efisien, hal mana setiap pengeluaran harus didukung
bukti yang lengkap dan sah mengenai hak yang diperoleh, yang pada saat ini sebagian besar sistem pertanggungjawaban perjalanan dinas di Kementerian/Lembaga lebih banyak menggunakan sistem perlanggungjawaban _at cosf_ atau pertanggungjawaban sesuai bukti
penggunaan biaya.
Tentang Judicial Review di Mahkamah Agung
Menurut Jimly Asshiddiqie, secara bahasa Inggris Amerika Serikat, _judicial review_ dapat diartikan sebagai upaya hukum untuk menggugat atau menguji tiga norma hukum berupa _regeling_ (peraturan), beschikking (keputusan), dan vonis (_judgement_) melalui peradilan.
Selanjutnya dalam Pasal 24A ayat (2) UUD 1945 memberikan wewenang kepada Mahkamah Agung untuk mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai kewenangan lainnya yang diberikan oleh undang-undang.
Sifat Putusan _Judicial Review_ oleh Mahkamah Agung
Untuk melakukan _judicial review_ di Mahkamah Agung, maka perlu mengajukan permohonan keberatan, yaitu suatu permohonan yang berisi keberatan terhadap berlakunya suatu peraturan perundang-undangan yang diduga bertentangan dengan suatu peraturan perundang-undangan tingkat lebih tinggi yang diajukan ke Mahkamah Agung untuk mendapatkan putusan. Apabila Mahkamah Agung berpendapat bahwa permohonan keberatan itu beralasan, maka Mahkamah Agung mengabulkan permohonan keberatan tersebut. Akan tetapi, jika Mahkamah Agung berpendapat bahwa permohonan keberatan itu tidak beralasan, maka Mahkamah Agung menolak permohonan keberatan tersebut. Putusan mengenai tidak sahnya peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang dapat diambil baik berhubungan dengan pemeriksaan pada tingkat kasasi maupun berdasarkan permohonan langsung pada Mahkamah Agung. Kemudian, peraturan perundang-undangan yang dinyatakan tidak sah itu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Mahkamah Agung dalam putusannya menyatakan bahwa peraturan perundang-undangan yang dimohonkan keberatan sebagai tidak sah atau tidak berlaku untuk umum, serta memerintahkan kepada instansi yang bersangkutan segera mencabutnya.
Selanjutnya, Panitera Mahkamah Agung mencantumkan petikan putusan dalam Berita Negara. Dalam waktu 90 hari setelah putusan Mahkamah Agung itu dikirimkan kepada badan atau pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan peraturan perundang-undangan tersebut ternyata tidak melaksanakan kewajibannya, demi hukum peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak mempunyai kekuatan hukum.
Lantas, apakah putusan Mahkamah Agung bersifat final? Untuk menjawab hal tersebut, pada prinsipnya, terhadap putusan mengenai permohonan keberatan itu, tidak dapat diajukan peninjauan kembali. Ketentuan ini termaktub di dalam Pasal 9 PERMA 1/2011.
Suatu putusan apabila tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh, berarti telah mempunyai kekuatan hukum tetap (_inkracht van gewijsde_) dan memperoleh kekuatan hukum mengikat (_resjudicata pro veritate habeteur_).
Lebih lanjut, apabila ditelusuri dalam Direktori Putusan MA tentang Hak Uji Materiil, pengujian uji materiil setara dengan tingkat proses peninjauan kembali dan status putusannya adalah berkekuatan hukum tetap.
Dengan demikian, sifat dari putusan _judicial review_ oleh Mahkamah Agung adalah _inkracht van gewijsde_ atau berkekuatan hukum tetap. Jika suatu peraturan perundang-undangan dikabulkan dan dinyatakan tidak sah atau tidak berlaku umum, maka peraturan perundang-undangan yang dimohonkan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Akan tetapi, menurut Niāmatul Huda dan R. Nazriyah dalam buku Teori & Pengujian Peraturan Perundang-undangan, disebutkan “norma yang memerintahkan kepada instansi yang bersangkutan untuk melakukan pencabutan terhadap peraturan perundang-undangan yang dinyatakan tidak sah dan tidak berlaku untuk umum tersebut, dapat menimbulkan persoalan yaitu mengurangi kepastian hukum putusan Mahkamah Agung. Sebab, dapat timbul penafsiran bahwa karena belum dicabut, peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tetap berlaku”.
*) Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Unigoro