SUARABOJONEGORO.COM – Keberadaan industri Migas di Bojonegoro, Jawa Timur, telah memunculkan industri turunan yang menarik minat investor untuk berinvestasi. Baik di bidang jasa transportasi, katering, laundry, kuliner maupun industri perhotelan.
Perkembangan industri tersebut meningkat siginifikan ketika proyek rekayasa, pengadaan, dan konstruksi (Engineering, Procurement and Constructions/EPC) Lapangan Banyuurip, Blok Cepu, berlangsung sekitar tahun 2012.
Salah satu industri ikutan yang terdampak baik adalah tingkat hunian hotel yang mengalami peningkatan. Okupasi hotel naik karena banyaknya pekerja dari dalam negeri maupun luar negeri.
“Mulai bulan Maret 2017, karena proyek sudah selesai sehingga terjadi perubahan kondisi para pelaku usaha khususnya perhotelan merosot drastis sampai sekarang,” ujar Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bojonegoro, Muh Subeki, Rabu (28/02/18).
Prosentase penurunan tingkat hunian terhadap hotel kelas Melati dengan hotel bintang berbeda. Hunian hotel kelas melati antara 5 hingga 10 persen, sedangkan hotel kelas bintang bisa mencapai 30 persen.
Diharapkan dengan akan dimulainya proyek konstruksi Lapangan Gas Jambaran Tiung Biru (J-TB) mampu mengangkat kembali tingkat hunian hotel di Bojonegoro.
“Namun, tahapan sampai kapan bisa memenuhi target kemerosotan nilai okupansi ini belum tahu. Targetnya mulai April hingga akhir tahun 2018 terus mengalami peningkatan,” ujar Pak Muh-sapaan akrab Muh Subeki.
Pemilik MCM Hotel and Resto ini menilai, meskipun ada peningkatan okupansi kembali dalam pengerjaan proses J-TB, namun tidak akan seperti sebelumnya. Pihaknya berharap, bisa bekerja sama dengan Pemda dalam pengoptimalan bidang lainnya. Seperti, sektor pariwisata, juga event skala nasional, maupun internasional.
“Termasuk jika memang tingkat hunian sepi, Pemkab bisa membatasi jumlah perizinan pembangunan hotel,” terang Pak Muh.
Meskipun dalam momen Pemilihan Bupati (Pilbup), dia berharap pemda tetap membuka layanan perizinan. Agenda politik itu harusnya tidak berpengaruh dengan proses perizinan yang berjalan, khususnya bagi pelaku usaha (investor) yang akan melakukan investasi di Bojonegoro.
“Atau misalnya membuat kebijakan khusus misalnya pejabat sementara ini boleh memberi rekomendasi soal perizinan. Itu salah satu kendala dalam perepatan pembangunan,” pungkas mantan Anggota DPRD Bojonegoro ini.
Menanggapi hal itu, Cabup Bojonegoro, Soehadi Moeljono, mengakui jika proyek migas dapat meningkatkan pendapatan perhotelan. Namun, hal itu hanya berlangsung ketika konstruksi berlangsung.
Karena itu, lanjut Pak Mul, demikian Soehadi Moeljono biasa disapa, diperlukan strategi agar keberadaan industri migas ini dapat mendorong sektor lainnya. Seperti pertanian, peternakan, pariwisata maupun lainnya.
Untuk sektor wisata, ke depan Pak Mul akan merevitalisasi obyek wisata lama, dan pembangunan destinasi wisata baru, yang memadukan situs-situs purba dengan pengembangan desa wisata kuliner, desa wisata pertanian, dan desa wisata industri migas. Tujuannya agar semakin banyak wisatawan luar daerah yang datang ke Bojonegoro.
“Dengan begitu tingkat hunian hotel-hotel di Bojonegoro bisa meningkat, dan masyarakat dapat menangkap peluang dari kedatangan wisatawan,” pungkas Cabup yang berpasangan dengan Kader NU, Mitroatin ini. (yud/red)