SuaraBojonegoro.com – Mundurnya pembahasan KUA PPAS 2024, KUA PPAS P APBD 2023, R. APBD P tahun 2023 dan R.APBD 2024. Bahkan sangat alot hingga melakukan gebrak-gebrak meja di Banggar, antara eksekutif dan legislatif.
Bisa dipahami, bahkan lebih baik mundur dari pada tergesa-gesa. Hal ini penting agar legislatif sebagai wakil rakyat harus selalu menggunakan prinsip hati-hati karena menyangkut kebijakan publik.
Terlebih APBD Bojonegoro tahun 2024 bisa mencapai 7,7 Triliun lebih, APBD Kabupaten terbesar kedua se-Indonesia setelah Kabupaten Bogor.
Dalam ngaji politik yang di adakan kemarin, Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik PD. Muhammadiyah Bojonegoro, yang membahas bedah R. APBD P tahun 2023 dan R.APBD tahun 2024 yang meliputi KUA PPAS 2024, KUA PPAS P. APBD 2023, R. APBD P 2023 dan R. APBD 2024.
Sholikhin Jamik selaku Wakil Ketua PD. Muhammadiyah Bojonegoro menyampaikan, memang di temukan usulan dari eksekutif dalam R. ABPD P tahun 2023 yang perlu dicermati terutama belanja hibah dan belanja bantuan sosial. Karena tidak rasional dan diindikasikan untuk kepentingan kelompok tertentu di tahun politik.
Jika menelisik tentang dana hibah, terlebih belanja hibah untuk memberikan dukungan keuangan kepada penerima hibah. Termasuk untuk mendukung dan mendorong penyelenggaraan proyek atau program yang memiliki tujuan sosial, pendidikan, riset, lingkungan atau bidang lain yang dianggap bermanfaat bagi masyarakat atau komunitas tertentu.
“Maka filosofi di balik dana hibah adalah untuk memastikan bahwa sumber daya yang tersedia dalam anggaran digunakan dengan bijaksana dan efektif. Terutama untuk memenuhi kebutuhan serta memajukan tujuan yang lebih besar,” tegas Sholikin Jamik.
Menurutnya, dana hibah memberikan kesempatan kepada penerima untuk mengembangkan inovasi, meningkatkan aksesibilitas, atau mengatasi masalah sosial tertentu. Tujuan akhirnya adalah untuk mencapai perbaikan yang berkelanjutan dan mendukung kemajuan dalam masyarakat dalam rancangan R.APBD P tahun 2023 naik dari tahun sebelumnya 161,45%.
Akan tetapi, lanjut Sholikin Jamik jika indikator penerimanya tidak transparan dan tidak mau membuka, tentu asas transparan dokumen publik tidak terpenuhi. Justru untuk apa dana hibah itu, atau hanya untuk kepentingan politik tertentu di tahun politik ini.
Dalam rancangan bantuan sosial APBD P tahun 2023 juga naik 165,71% dari 49 miliar lebih menjadi 837 miliar. Tetapi sekali lagi indikator penerima tidak jelas dan tidak mau membuka dengan transparan,”tuturnya.
Bahkan SKP yang membidangi juga kurang tahu, sehingga legislator tidak bisa melaksanakan fungsinya dengan baik. Tidak bisa menguji kegunakan sesuai prinsip-prinsip bantuan sosial yang masuk di APBD.
Bila ngaji politik anggaran belanja bantuan sosial, tentu harus didasarkan pada prinsip keadilan sosial dan solidaritas serta tanggung jawab sosial. Sebab, tujuan utama dari anggaran bantuan sosial adalah untuk mengurangi kesenjangan sosial, mengatasi kemiskinan.
“Lalu meningkatkan kualitas hidup mereka yang berada dalam kondisi terpinggirkan atau kurang mampu. Kemudian anggaran ini digunakan untuk menyediakan bantuan dalam berbagai bentuk. Seperti tunjangan keuangan, pelayanan kesehatan, pendidikan, perumahan atau program pelatihan keterampilan,” ucapnya.
Filosofi di balik anggaran bantuan sosial adalah untuk memastikan bahwa setiap individu. Terlepas dari latar belakang atau kondisi ekonominya, memiliki akses yang setara terhadap fasilitas dan kesempatan.
Melalui bantuan ini, diharapkan masyarakat yang kurang beruntung dapat memiliki peluang yang lebih baik untuk memperbaiki kondisi hidup mereka. Juga memanfaatkan potensi dan secara bertahap mengatasi ketergantungan pada bantuan sosial.
“Pertanyaan publik selalu muncul mengapa anggaran bantuan sosial besar tapi kemiskinan dan kebodohan di Bojonegoro. Tidak semakin turun tapi terus naik, pasti ada yang salah sasaran dalam pendistribusian,” beber Sholikin Jamik. (Red/Lis)