Oleh: Isna Yuli
(Member Akademi Menulis Kreatif)
SUARABOJONEGORO.COM – kasus korupsi proyek satelit monitoring di Bakamla, Fahmi darawangsa, yang tak lain adalah suami aktris Inneke Koesherawati, menyuap Kalapas Sukamiskin Wahid Husen untuk bisa mendapat sel tahanan yang nyaman dan kemudahan untuk keluar masuk Lapas Sukamiskin. Hal ini menjadi bukti bahwa narapidana koruptor suka sekali dimanjakan denan kemewahan. Jika diakaitkan dnegan usaha Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), penemuan ini bisa menyulitkan usaha KPK untuk memberi efek jera pada para koruptor. (Liputan6.com 24 Juli 2018).
Terbongkarnya kemewahan lapas Fahmi Darmawangsa bukanlah sesuatu yang baru, karena beberapa koruptor lain yang mendahuluinya telah melakukan hal yang serupa. Berbagai gambaran sel mewah di Lapas Sukamiskin semakin memperjelas bahwa hukum di negeri ini mudah sekali dibeli. Mereka yang dinyatakan bersalah dan dihukum ternyata masih bisa membeli berbagai fasilitas mewah untuk dihadirkan kedalam sel tahanan. Bahkan menyuap sipir agar bisa keluar dari Lapas untuk bersenang-senang atau sekedar menengok industri miliknya.
Ketika hukum mudah dibeli, maka keadilan akan tergadaikan. Oknum bersalah tak mendapat efek jera, masyarakat yang melihat hal inipun tidak akan takut dalam melakukan kesalahan, karena hukuman seberat apapun akan menjadi ringan jika bisa “membeli” kemewahan dalam jeruji. Bahkan mereka tak pernah merasakan dinginnya sel tahanan.
Seperti inilah potret penerapan hukum dalam sistem demokrasi yang merupakan sistem politik berbiaya tinggi. Bagaikan mimpi disiang hari saat hukum mudah dan murah dibeli, untuk bisa menghukum jera para napi koruptor. Jika kita menginginkan hukum positif bagi negeri ini sekiranya memiskinkan para koruptor adalah salah satu cara yang efektif. Dengan cara ini, semua harta yang didapatkan oleh pelaku koruptor diambil dan diserahkan kepada Negara, terutama untuk mensejahterakan rakyatnya. Selain itu pemerintah harus senantiasa mengajak masyarakat untuk bekerjasama memboikot para pelaku korupsi ini dengan tidak mengajak terlibat dalam kehidupan sosial.
Menghadapi carut marutnya sistem hukum di negeri ini, sudah sepatutnya kita melihat sistem hukum yang tak hanya mampu membuat jera pelaku kejahatan, tapi juga mencegah terjadinya kejahatan itu sendiri. Sistem hukum Islam memiliki 3 pilar utama penegakan hukum dalam sebuah Negara.
Pertama, ketakwaan yang dimiliki oleh individu kaum muslim. Ketakwaan inilah yang akan mendorong seseorang untuk selalu menjauhkan diri dari segala perbuatan jahat dan tidak benar, serta menjauhkan seseorang dari melakukan pelanggaran dan penyimpangan.
Kedua, kontrol masyarakat. Yakni adanya pemahaman yang sama ditengah masyarakat terhadap sesuatu.
Pemahaman tentang prinsip-prinsip kebenaran senantiasa ada di tengah masyarakat. Masyarakat akan senantiasa berusaha mengingatkan atau mencegah agar tidak sampai terjadi aktifitas yang mengarah pada penyimpangan atau pelanggaran hukum.
Ketiga, adanya kekuasaan Negara yang menerapkan hukum Islam secara tegas kepada rakyatnya.
Ketika tiga pilar tersebut tertegak, maka pencegahan terhadap segala tindak kejahatan akan mampu dilakukan. Tak ada lagi kompromi antara penjahat dan penjaga. Segala bentuk kejahatan akan menerima hukuman yang setimpal, adil dan membuat jera para pelakunya, serta memberikan efek takut pada masyarakat. (IS/JW)
foto: Kompasiana.com