Mengenal Sejarah Tahun Baru Imlek

Oleh: Abu Hasan Rifai

SuaraBojonegoro.com – ini awal Tahun Baru Imlek 2570 jatuh pada tanggal 05 Februari 2019. Artikel ini akan mengungkapkan fakta sejarah tentang Tahun Baru Imlek atau Tahun Baru Kongzi Li dari awal keberadaannya hingga pada jaman sekarang ini.

Penanggalan yang kita kenal saat ini dengan nama penanggalan Imlek, sudah dikenal sejak 4700 tahun yang lalu. Penggagasnya adalah Huang Di atau Kaisar Kuning, yang hidup pada 2696  2598 sM. Beliau itu disamping seorang Raja Agung, Raja Suci, juga merupakan Bapak orang Tionghoa, juga diakui sebagai salah satu Nabi dari Ru Jiao/Agama Khonghucu. Berdasar pengamatan dan pencerahan beliau maka dapat diketahui bahwa peredaran bumi terhadap matahari dalam satu siklus adalah enam puluh tahun dikenal dengan siklus enam-puluh tahunan. Siklus enam puluh tahunan inilah yang dibagi menjadi dua belas shio dan lima unsur.

Sistem penanggalan Huang Di ini, kemudian diterapkan oleh pendiri Dinasti Xia, 2205 -1766 sM, Xia Yu, yang juga merupakan salah satu nabi dalam Ru Jiao, sebagai penanggalan resmi Dinasti Xia. Namun ketika Xia jatuh dan diganti Dinasti Shang, 1766  1122 sM, Shang menggantinya dengan sistem penanggalan Shang. Penentuan awal  tahunnya dihitung kembali mulai tahun ke 1 (pertama), sedangkan penentuan hari pertama tahun barunya ditetapkan maju satu bulan, yang jatuh pada akhir musim dingin. Dinasti Shang runtuh dan digantikan oleh Dinasti Zhou, 1122  255 sM. Wen Wang pendiri Dinasti Zhou, yang juga salah satu nabi Ru Jiao, menggantinya dengan sistem penanggalan Zhou. Tahun pertamanya dikembalikan lagi ke tahun ke 1 (pertama), dan hari pertama tahun barunya dimajukan, persis pada puncak musim dingin, tanggal 22 Desember, ketika matahari berada di atas garis 23,5 derajat Lintang Selatan. Ketika Dinasti Zhou jatuh dan diganti Dinasti Qin, 255  202 sM, sistem penanggalannyapun dirubah lagi dengan memajukan awal tahun barunya.

Baca Juga:  Mengelak “Perempuan Sudah Pasti Ibu Rumah Tangga Sehingga Tak Perlu Pendidikan Yang Tinggi”

Sheng Ren (Nabi) Kongzi, 551  479 sM, yang hidup dimasa Dinasti Zhou melihat bahwa masyarakat pada waktu itu yang mayoritas hidupnya dari pertanian, sistem penanggalan Dinasti Xia lah yang paling baik, karena awal tahun barunya jatuh pada awal musim semi, sehingga bisa digunakan sebagai pedoman pertanian. Sheng Ren Kongzi menyarankan agar negara kembali menggunakan Kalender Xia. Namun nasehat bijak ini tidak diindahkan oleh pemerintahan waktu itu. Juga ketika Zhou diganti Qin. Baru ketika Qin runtuh dan diganti Dinasti Han, 202 sM  206 M, ada keinginan kuat untuk merealisasikan nasihat Kongzi. Pada masa Kaisar Han Wu Di, 140  86 sM, tepatnya tahun 104 sM, sistem penanggalan Xia diresmikan kembali sebagai penanggalan negara dan tetap digunakan sampai saat ini. Untuk menghormati Kongzi, penentuan perhitungan tahun pertamanya dihitung sejak tahun kelahiran Kongzi, 551 sM. Itulah sebabnya penanggalan Imlek berjarak 551 tahun dibanding penanggalan Masehi. Jika sekarang penanggalan Masehi bertahun 2009, maka tahun Imleknya 2560. Pada jaman Han Wu Di pula Ru Jiao atau Agama Khonghucu ditetapkan sebagai agama negara.

Sementara itu agama Khonghucu berkembang sampai ke Korea, Jepang, Vietnam, Mongolia, Myanmar dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Di Korea, Jepang, Vietnam, Myanmar serta negara Asia Tenggara lainnya, meskipun dengan nama atau istilah yang berbeda, tetapi merayakan hari Tahun Baru yang sama.

Ketika pemerintahan Indonesia merdeka belum genap satu tahun, tepatnya tanggal 18 Juni 1946, Presiden Sukarno mengeluarkan Penetapan Pemerintah tentang Hari Raya, No. 2/OEM-1946. Pada pasal 4 ditetapkan empat hari raya Tionghoa: Tahun Baru Imlek, Wafat Nabi Khonghucu, Qing Ming dan Hari Lahir Nabi Khonghucu. Ketika Presiden Soeharto mengeluarkan Inpres 14/1967, mulai terjadi pembatasan-pembatasan yang mencapai puncaknya tahun 1978, di antaranya pelarangan merayakan Tahun Baru Imlek secara terbuka, pelarangan bahasa mandarin, pengingkaran hak-hak sipil umat agama Khonghucu dan pelarangan pengajaran agama Khonghucu yang sebelumnya bebas diajarkan di sekolah.

Baca Juga:  Jaminan Keamanan Pangan Tinjauan Syariah

Angin segar mulai berhembus ketika era Reformasi. Presiden B.J. Habibie mulai menghapus istilah pribumi dan non pribumi. Inpres 14/1967 dicabut Presiden K.H.Abdurrahman Wahid dengan Keppres No. 6/2000 tertanggal 17 Januari 2000. Dengan Keppres ini, segala hal yang sebelumnya dikekang akibat inpres 14/1967 menjadi cair. Untuk pertama kalinya Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN) mengadakan perayaan Tahun Baru Imlek secara nasional pada tanggal 17 Februari 2000. Pada masa pemerintahan Presiden Megawati, Tahun Baru Imlek dinyatakan sebagai Hari Libur Nasional, yang disampaikan secara langsung ketika beliau memberikan amanat pada perayaan Tahun Baru Imlek Nasional 2553, yang diadakan MATAKIN, di Hall A Arena Pekan Raya Jakarta, tanggal 17 Februari 2002.

Dari paparan di atas menjadi jelas bahwa Tahun Baru Imlek merupakan Hari Raya Keagamaan bagi umat Ru/ Khonghucu, namun demikian juga merupakan Hari Raya orang Tionghoa, karena sejak awal sejarahnya, orang Tionghoa menyatu dan tidak bisa dilepaskan dari sejarah Ru Jiao sendiri, dan sekarang telah menjadi hari raya milik bangsa Indonesia dan bahkan milik seluruh dunia.

Gong He Xin Xi, Wan Shi Ru Yi, Salam Bahagia di Tahun Baru, Berlaksa Perkara Penuhi Harapan, semoga roh Imlek, benar-benar mampu mencerahkan batin dan jiwa kita. (JW/*)