Oleh: Drs. H. Sholikin Jamik, SH.MH.
Ironi yang kedua : Pemerintah Daerah, kaya hanya sementara tapi beresiko miskin
SuaraBojonegoro.com – Hari Ahad tanggal 22 September 2024 mulai pukul 07.30-09.00 Wib., bertepat di aula Taqwa Lt 1 Jalan Teuku Umar 48 Bojonegoro, markas gerakan satu komando Muhammadiyah Bojonegoro, mencetak sejarah untuk memulai perubahan Bojonegoro yang akan datang, kerena pada hari dan jam tersebut diadakan sarapan bareng dengan penuh egaliter yang jauh sikap dan mental feodal antara bapak Setyo Wahono calon bupati Bojonegoro yang didampingi Ibu Cantika Wahono dengan warga Muhammadiyah se kabupaten Bojonegoro. Dalam suasana santai dengan penuh keakarapan, mas wahono memaparkan visi dan missi serta programnya untuk menjadi pemimpin baru yang membuat Bojonegoro maju. Secara singkat akan kami tulis secara bersambung Bagian 2 .
Dengan APBD yang sangat besar, banyak hal yang seharusnya bisa dilakukan oleh Pemda untuk menyejahterakan rakyat. Namun yang mengkhawatirkan dari APBD besar tersebut adalah kontribusi dari Dana Bagi Hasil yang diperoleh Pemda Kabupaten Bojonegoro dari eksplorasi minyak dan gas (Migas).
Besarnya Dana Bagi Hasil Migas tersebut dikarenakan Kabupaten Bojonegoro memiliki cadangan Sumber Daya Alam (SDA) minyak dan gas bumi yang besar, terutama dari Lapangan Minyak Banyu Urip yang dikelola ExxonMobil. Saat ini, produksi minyak di Bojonegoro berkontribusi lebih dari 1/4 (seperempat) produksi minyak nasional. Selain itu, eksplorasi gas terus berlanjut terutama di Blok Tiung Biru. Sejalan dengan meningkatkan produksi minyak dan gas di Kabupaten Bojonegoro, maka akan semakin meningkat pula Dana Bagi Hasil yang diterima serta meningkat pula besaran APBD Kabupaten Bojonegoro, tergantung pada produksi minyak dan gas. APBD Kabupaten Bojonegoro bisa saja mencapai lebih dari Rp 10 Triliun.
Namun pertanyaannya, sampai kapan dana berlimpah di APBD Kabupaten Bojonegoro tersebut akan berlangsung? Dengan struktur penerimaan daerah seperti sekarang ini, jika produksi minyak dan gas turun, maka turun pulalah APBD Bojonegoro. Jika produksi minyak dan gas sudah tidak ada lagi dan struktur penerimaan daerah tetap seperti sekarang ini, maka APBD Kabupaten Bojonegoro akan turun drastis. Merujuk pada data APBD tahun 2023, realisasi Pendapatan Asli Daerah sebesar Rp 874,04 Milyar, atau setara dengan 14,5% dari Total Pendapatan Daerah. Artinya, jika tanpa Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat dan Pendapatan Lainnya, maka Pendapatan Daerah Kabupaten Bojonegoro turun 85,5%.
Inilah ironi kedua Kabupaten Bojonegoro: saat ini Pemerintah Daerahnya kaya, namun ke depan bisa berpotensi menjadi Pemerintah Daerah yang miskin, jika tidak ada kenaikan Pendapatan Asli Daerah. Kenaikan Pendapatan Asli Daerah ini pasti sejalan dengan pertumbuhan ekonomi daerah yang berpotensi meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Jika Pemdanya miskin, maka akan semakin kesulitan untuk membantu rakyatnya yang miskin. ( bersambung)