suarabojonegoro.com – Bullying merupakan suatu tindakan yang menyakiti orang lain baik dilakukan secara verbal ataupun secara fisik. Dalam bentuk fisik biasanya dapat berupa memukul, menendang, mendorong, dan sebagainya. Dalam bentu verbal, pelaku bullying dapat menghina, membentak, berkata kasar, dan mencemooh. Sehingga hal tersebut dapat melemahkan mental seseorang yang menjadi korban bullying
Bullying bisa terjadi kapanpun dimanapun dan terhadap siapapun selagi terdapat proses interaksi selagi terdapat proses interaksi interaksi sosial antar manusia khususnya di masa anak-anak yang notabennya belum mengerti tata pemilihan dalam bersikap. Terlebih lagi, kasus bullying sering terjadi di lingkungan sekolah yang pada dasarnya merupakan tempat untuk menimba ilmu bagi begitu banyak siswa yang memiliki latar belakang yang berbeda-beda.
Sekolah yang seharusnya menjadi tempat belajar yang nyaman dan aman bagi setiap anak seringkali menjadi suatu hal yang menakutkan karena hadirnya fenomena bullying ini.
Bullying dalam dunia pendidikan ini biasanya sering terjadi pada masa orientasi siswa baru, ospek atau pendidikan dan pelatihan yang dilakukan institusi pendidikan. Pada umumnya pelaku itu sendiri berasal dari senior dan korbannya adalah adik kelas mereka. Alih-alih melatih mental “anak baru” justru seringkali tindakan mereka dapat membahayakan korbannya hingga dapat merenggut nyawa seseorang.
Salah satu kasus bullying yang pernah terjadi pada dunia pendidikan salah satunya kasus yang terjadi pada awal 2017 yang lalu, kasus yang terjadi di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Marunda Jakarta Utara. Korbannya adalah Amirullah Adityas Putra, mahasiswa baru yang tewas karena pukulan disekitar ulu hati yang dilakukan salah satu seniornya. Sistem senioritas ditengarai menjadi salah satu faktornya. Bukan tanpa alasan, biasanya mereka merencanakan penganiayaan mulai dari mengumpulkan korban.
Kasus lainnya yang kini masih viral di masyarakat Indonesia adalah kasus pembullyan salah satu mahasiswa di Universitas Gunadarma. Sebut saja MF, adalah mahasiswa Jurusan Sistem Informatika Fakultas Ilmu Fakultas Ilmu Komputer Dan Teknologi Informasi Universitas Gunadarma Angkatan 2016. MF tidak pernah menceritakan perlakuan teman-temannya di kampus.
Namun, setelah video bullying terhadapnya viral di media sosial, MF baru mau mengaku atas pembullyan selama ini yang ia alami. Orang tua MF pun mengetahui kasus Pembullyan anaknya dari video tersebut. Perlu diketahui, MF adalah bukan anak berkebutuhan khusus, dikarenakan MF masuk Universitas Gunadarma melalui tes seperti anak-anak lainnya. Akhinya, pihak kampus memberi sanksi kepada pelaku bullying serta mahasiswa yang terlibat di dalam video meledek MF berupa skorsing selama 6 bulan.
Orangtua MF pun awalnya tidak mau memaafkan dan ingin membawa ke jalur kepolisian, namun akhirnya orangtua MF mau memaafkan setelah pihak Kampus memberikan sanksi. Kasus ini memberikan inspirasi bagi para pelaku bullying di sekolah-sekolah lainnya akibat tindakan pihak sekolah yang tidak tegas sehingga pembullyan akan selalu terus terjadi tiap angkatan. Seharusanya pihak Kampus memberikan sebuah hukuman tegas berupa dikeluarkannya pelaku bullying tersebut dari kampus sehingga hal tersebut akan membuat jera pelaku bullying yang lainnya.
Peran orang tua disini juga sangat penting dalam mengawasi pergaulan anak-anaknya sehingga tidak terjadi suatu hal yang tidak diinginkan dan menyebabkan anak yang menjadi korban bullying tersebut mengalami trauma yang berlebihan pada psikisnya.
Lebih mirisnya, setiap fenomena bullying yang terjadi didunia pendidikan ini masih belum dianggap serius oleh kebanyakan orangtua maupun tenaga pendidik. Perilaku mengolok masih sering dianggap hal yang wajar. Padahal, dari peristiwa pelecehan kepribadian yang sederhana inilah yang kelak akan terakumulasi menjadi konflik fisik atau akan sangat mengguncang psikis anak.
Tentu hal ini sangat bertentangan dengan tujuan pendidikan yang ingin menciptakan insan yang berbudi luhur yangbermanfaat bagi bangsa. Alih-alih dirasa suatu hal yang sepele, secara perlahan tapi pasti bullying akan terus menggerogoti kualitas pendidikan. Diperlukan komitmen bersama untuk memutus rantai kekerasan ini guna meningkatkan kualitas pendidikan dan digalakannya pemahaman tentang budaya bangsa kita sebagai bangsa yang ramah, rukun, dan toleran sejak dini.
*) Penulis adalah Mahasiswa IKIP PGRI Bojonegoro