Legenda Di Berbagai Desa, Buaya Putih Jelmaan Rondo Mori

SuaraBojonegoro.com – Legenda yang jarang mencuat di masyarakat yang sebenarnya ada di berbagai Desa di Kabupaten Bojonegoro ini, menjadi kisah yang tidak banyak di ketahui oleh sebagian masyarakat,
Nama Rondo Mori termasuk sosok yang cukup melegenda di Bojonegoro, mempunyai jejak di Kecamatan Trucuk, sesuai namanya yang berarti Janda Mori. Mori sendiri merupakan sebuah nama desa yang berada di bantaran Sungai Bengawan Solo. “Desa Mori dahulu adalah tempat pengungsian.
Rondo Mori sendiri tak diketahui asalnya,” ujar Teguh, warga setempat.

Dalam cerita yang berkembang, Rondo Mori mempunyai kesaktian berubah wujud menjadi seekor buaya besar berwarna putih. Sesekali, dari mulut ke mulut tak sedikit yang masih menuturkan kemunculan buaya putih di
Sungai Bengawan Solo.”Ya masih jadi cerita orang-orang tua,” tambahnya.

Ternyata, legenda Rondo Mori tak hanya berkembang di Kecamatan Trucuk dan bantaran Sungai Bengawan Solo. Nun jauh di wilayah selatan, sekitar 65 kilo meter, legenda Rondo Mori juga cukup dipercaya keberadaannya. Di Dusun Kadung, Desa Sambongrejo, Kecamatan Gondang,
L sebuah air terjun dan aliran sungainya dipercaya sebagai petilasan dari Rondo Mori.

Baca Juga:  Inilah Legenda Asal Usul Desa Malingmati Kecamatan Tambakrejo 

Bahkan, hingga beberapa tahun yang lalu, keturunan Rondo Mori masih melakukan sebuah lelaku ider-ider di petilasan tersebut. Lelaku itu dilakukan setiap Jumat oleh para janda keturunannya, terakhir adalah oleh seorang janda bernama mbah Dami.

Keturunan Rondo Mori sendiri selalu berstatus janda yang saat ini ada sebuah rumah yang dihuni oleh tiga janda. “Sekarang ider-idernya hanya satu tahun sekali,” ujar Suyono, warga desa setempat. Dijelaskan, ider-ider yang selalu dipimpin oleh seorang janda tersebut merupakan
simbol napak tilas perjalanan Rondo Mori yang jejaknya berupa air bersih.

Ritual yang dilakukan berupa penyusuran sungai yang dilakukan oleh sang janda dengan kelengkapan berupa sebuah selendang berwarna hijau.
Sepanjang perjalanan penyusuran tersebut. Sang janda mencelup ujung selendangnya ke air dan mengipaskannya ke segala penjuru.

Baca Juga:  Maha Karya Legenda Bolosentono Nogo Kikhek dalam Karnaval Budaya

“Dipercaya cipratan air tersebut sebagai simbol keberkahan,” tambahnya.

Ritual tersebut kini hanya dilakukan setahun sekali, hal itu selain
kondisi lingkungan yang sudah semakin memprihatinkan, aspek kesadaran budaya yang semakin tipis. Terlepas dari unsur tersebut, legenda yang berkembang di Bojonegoro ternyata masih bertautan antara kecamatan
satu dengan yang lainnya.

Selain di Gondang, Rondo Mori juga mempunyai hubungan dengan legenda di Kecamatan Bojonegoro Kota. Hal yang menghubungkan adalah berkenaan dengan
ritual sedekah bumi, dimana sedekah bumi di Desa Mori selalu
dilaksanakan setelah sedekah bumi di Desa Jetak Kecamatan Bojonegoro Kota.

“Dipercaya bahwa suami pertama Rondo Mori adalah tokoh dari
wilayah Jetak,” pungkasnya. (**/Lan/sas/Red)

Foto Ilustrasi: bbc