Latih Eks Pekerja Migran Indonesia, Wujudkan Para Wirausahawan Digital Indonesia

SuaraBojonegoro.com – BPSDMP (Balai Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Penelitian) Kementerian Komunikasi dan Informatika Surabaya menyelenggarakan pelatihan dan praktik Digitalisasi Proses Bisnis Kelimpok Usaha Eks Pekerja Migran Indonesia. Pelatihan dilaksanakan secara simulan di tiga kabupaten, Lombok Tengah, Pamekasan, dan Magetan.

Salah satu pelatihan yang diselenggarakan di Lombok Tengah, selama 4 hari mendatang, 22-25 Februari 2022 dilaksanakan di 6 kecamatan. Salah satunya di desa Batu Jai Kecamatan Praya Barat. Kegiatan ini diikuti oleh 25 peserta yang rata-rata merupakan eks pekerja migran Indonesia di negeri jiran Malaysia.

Menurut PIC (person in charge) kegiatan pelatihan, yang juga Ketua Stikosa-AWS Dr. Meithiana Indrasari, S.T., M.M., pelatihan diharapkan dapat memberi bekal kepada peserta untuk menjadi wirausahawan berbasis teknologi digital. “Mereka ini kan dulunya pekerja migran, nah setelah kembali ke Indonesia mereka mau menjadi apa? Menjalankan usaha dan melakukan pemasaran digital bisa menjadi solusi untuk menekan angka pengangguran dan sekaligus ini merupakan upaya digital literasi baik secara teknologi maupun ekonomi”. Usai pelatihan, diharapkan masing-masing peserta memiliki gambaran usaha yang dapat dipasarkan secara digital atau mengembangkan pemasaran dari usaha yang sudah dimiliki agar semakin luas jangkauan pemasarannya dengan memanfaatkan teknologi digital.

Baca Juga:  Gen Z dalam Pilkada 2024, Pakar Stikosa AWS: Jangan hanya Dijadikan Obyek!

Suprihatin, instruktur yang bertugas memberikan materi di desa tersebut menyatakan bahwa warga cukup antusias mengikuti pelatihan meski mereka mengakui ada banyak kendala untuk memulai usaha. Misalnya ketersediaan modal, kendala perangkat/sumber daya, dan kendala teknologi.

“Saya nggak punya modal bu. Karena pulang dari Malaysia sudah tahun 2018 sudah habis tabungannya” tutur Hirpan, pria berusia 34 tahun yang dulunya bekerja sebagai anak buah kapal (ABK) di negeri Cina.

Sementara Miate, perempuan berusia 38 tahun mantan pekerja migran di perusahaan elektronik di Malaysia mengatakan bahwa ia sudah memiliki usaha toko online namun masih kecil-kecilan.

Keluguan para peserta menjadikan suasana pelatihan menjadi menarik dengan tawa canda di antara materi dan tugas-tugas praktik yang diberikan.
“Ibu saya ini sekarang cuma bertani, lalu mau berjualan online apa? Rasanya kok tidak mungkin?” begitu pertanyaan Ase Suhendra peserta yang semula menjadi pekerja migran di Arab Saudi.

Baca Juga:  Terkait Pemberdayaan TIK bagi Masyarakat, RTIK Jawa Timur Jalin Kerjasama dengan Stikosa AWS

Menemui pertanyaan-pertanyaan lugu semacam ini instruktur juga mengemban tanggung jawab membantu para peserta mendapatkan ide kreatif mampu menjadi wirausahawan dengan modal seminim mungkin. Hal ini dapat dilakukan cukup dengan bekal gawai yang mereka miliki dan kuota internet. Yang jelas, di hadapan internet setiap orang memiiki kesempatan yang sama, kemauan dan usaha terus meneruslah yang akan membedakannya. (Red/Lis)