Kuasa Hukum Terdakwa Dugaan Korupsi BOS SMPN 6 Bojonegoro Nilai Dakwaan JPU Tidak Tepat dan Kurang Cermat

Reporter : Sasmito

SuaraBojonegoro.com – Sidang perkara dugaan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) yang digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya dengan agenda eksepsi oleh kuasa hukum terdakwa kasus dugaan korupsi BOS (Biaya Operasional Sekolah) SMP Negeri 6 Bojonegoro, Kuasa Hukum salah satu terdakwa Reni Agustina merasa keberatan terhadap dakwaan JPU (Jaksa Penuntut Umum).

Kuasa Hukum Reni, Sujito, SH dan harapan majlis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya menyampaikan keberatannya terhadap dakwaan yang diajukan oleh JPU, serta agar surat dakwaan dibatalkan, apabila surat dakwaan tidak memenuhi ketentuan Pasal 143 atau melanggar ketentuan Pasal 144 ayat (2) dan (3) KUHAP.

Menurut Sujito dalam dakwaan JPU ada beberapa kejanggalan dan ketidakjelasan yang menyebabkan pihaknya harus mengajukan keberatan, diantaranya adalah Bahwa dakwaan Jaksa Penuntut Umum Tidak Tepat antara Terdakwa Reny Agustina dan Drs. Edi santoso menjadi satu
Perkara dan dikatakan Bersama-sama. Hal tersebut dikarenakan Tugas Pokok Fungsi antara Reny Agustina dan Drs. Edi Santoso sangat berbeda, karena SK Terdakwa Drs. Edi Santoso adalah sebagai Bendahara tim BOS SMPN 6 Bojonegoro tahun Anggaran 2020 dan 2021 sedangkan terdakwa Reny hanyalah operator bos dan bukan tim BOS SMP 6 Bojonegoro.

“Terdakwa Reny Agustina ini tidak masuk dalam tim BOS tersebut, damn dikarenakan Tugas Pokok Fungsi yang berbeda dan berbeda hirarki jabatan, sehingga tidak tepat apa bila surat dakwaan antara Terdakwa Reny Agustina dan Drs. Edi Santoso oleh Jaksa Penuntut Umum dijadikan satu, dan bahkan jika Renily dituduh melakukan
tindakan secara bersama-sama dengan terdakwa Edi Santoso, dan segala yang dilakukan Terdakwa Reny Agustina adalah atas dasar perintah atasan dan Terdakwa Reny,” Terang Sujito kepada Media SuaraBojonegoro.com usai persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin (12/6/2023).

Kuasa Hukum Reny juga menyampaikan bahwa JPU juga telah salah dalam Menerapkan pasal 2 dan 3 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 TPTPK dan Kopetensi Absolut, karena perkara ini seharusnya di PTUN bukan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada pengadilan negeri Surabaya.

Baca Juga:  Dugaan Korupsi Inspektorat, Kejari Belum Tetapkan Tersangka

Ditegaskan pula.oleh Sujito, bahwa Reny Agustina tidak masuk dalam tim BOS dan hanya ditunjuk untuk menjadi pelaksana administrasi standart pembiayaan pendidikan keuangan oleh Lasiran M.Pd. dengan SK Kepala SMP N 6 Bojonegoro dengan
Nomor : 800/238/412.421.3.006/2020 tanggal 27 Juli 2020, dan patut
diduga terjadi Maladministrasi dan penyalahgunaan wewenang oleh
Lasiran, hal tersebut juga terjadi pada tahun 2021 hal tersebut diulangi lagi oleh Plt. Kepala SMP N 6 Bojonegoro Siti Nurkasih (Plt) dan tidak diperharui lagi oleh kepala SMPN 6 Bojonegoro yang difinitif Sarwo Edi.

Sujito yang juga sebagai ketua DPC KAI (Kongres advokat Indonesia) Cabang Bojonegoro juga membeberkan bahwa dikarenakan Terdakwa Reny Agustina tidak masuk dalam TIM BOS maka Terdakwa Reny tidak mempunyai kewenangan baik dalam proses penyusunan dan pelaksanaan RKAS sehingga tidak masuk dalam logika apabila Terdakwa Reny Agustina yang harus mempertanggung jawabkan
segala yang ada dalam laporan RKAS yang selanjutnya diuploud
dalam aplikasi ARKAS (Aplikasi Rencana Kegiatan Anggaran Sekolah) karena itu sudah melebihi kewenangnya, merujuk pasal 21 UU RI tentang Adminitrasi Pemerintahan dan Perma Nomor 4 Tahun 2015 harusnya perkara ini seharusnya diuji di PTUN Surabaya.

Selain itu, oleh Kuasa Hukum Reny bahwa dakwaan JPU dianggap tidak cermat, kabur dan tidak rinci dalam menentukan kerugian negara, pasalnya JPU merujuk Pasal 15 (1) berbunyi ‘’Kepala Sekolah bertanggung jawab mutlak atas kebenaran data yang diinput dalam Dapodik pertanggal batas akhir pengambilan data”. Dan menurut Sujito bahwa hal ini Sudah jelas menunjukkan bahwa kepala sekolah bertanggung jawab penuh terhadap data BOS bukan Terdakwa Reni.

“Dalam perkara ini Jaksa Penuntut Umum melakukan dakwaan yang tidak adil dimana seorang yang dalam dakwaaan dikatakan membantu dan hanya menerima perintah dijadikan terdakwa, sedangkan pihak atau
orang yang memerintahkan, yang mempunyai Tugas Fungsi Pokok
dan tanggung Jawab malah bebas dari jeratan hukum,” Terangnya.

Baca Juga:  Setelah Perangkat Desa, Kini Giliran Warga Deling Di Periksa Kejari Bojonegoro

Sujito melanjutkan, Bahwa Jaksa Penuntut Umum dalam membuat dakwaannya tidak cermat dan kabur, sebagaimana disebutkan dalam dakwaannya pada sebagai berikut yaitu
Pada dakwaan primair Jaksa Penuntut Umum pada halaman 8 dan 9 Terkait dana BOS tahun 2020 berdasarkan RAKS 2020 tidak jelas yang diterangkan oleh Jaksa Penuntut Umum, ketidak sesuaian
dakwaan Jaksa Penuntut Umum Tidak jelas dan kabur karena di situ tidak dijelaskan hasil audit tahun berapa, hasil audit dari mana, Dan juga tidak ada perincian pembayaran honor insentif pada poin kepada siapa saja dan berapa orang.

Koordinator JPU Kejaksaan Negeri Bojonegoro, M Arifin melalui akun Wathsappnya saat dikonfirmasi bahwa tim JPU akan memberikan tanggapan dan jawaban atas eksepsi penasehat hukum atas dugaan Korupsi BOS SMP Negeri 6 Bojonegoro ini pada 19 Juni 2023 mendatang.

Dua terdakwa korupsi dana BOS ini dijerat Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat 1 huruf b Undang-Undang (UU) No. 31 Tahun 1999 sebagaimana dirubah dengan UU No. 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 KUHP. Untuk pasal 2 ancaman hukumannya pidana penjara paling sedikit 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun. Sedangkan ancaman hukuman pasal 3 adalah pidana penjara paling sedikit 1 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara

“Sidang lanjutan dilaksanakan pada tanggal 19 juni 2023 mendatang, dengan Agenda jawaban Eksepsi terhadap eksepsi panasehat hukum para penasihat  hukum,Oleh team Jpu,” jelas Arifin yang menjabat sebagai Plt. Kasi pidsus Kejaksaan Negeri Bojonegoro (SAS*)