Kedepan Harus Fokus Peningkatan Nilai Tambah Pertanian

SUARABOJONEGORO.COM – Pengelolaan bidang pertanian di Kabupaten Bojonegoro selama ini masih dilakukan secara konvensional. Sektor yang menjadi mayoritas pekerjaan warga di Bumi Angling Dharma – sebutan lain Bojonegoro, ini masih berkutat pada penanaman saja, belum memikirkan segi bisnis di dalamnya.

“Padahal, pasca panen, hasil pertanian bisa diolah lagi untuk meningkatkan nilai jual hasil panen itu sendiri,” kata Ketua Komisi C DPRD Bojonegoro, Sally Atyasasmi, kepada wartawan, Selasa (22/5/2018).

Selama ini, Dinas Pertanian belum memberikan dukungannya kepada para petani dalam penanganan pasca panen. Jika bicara pertanian secara utuh harusnya ada pengelolaan industri mulai hulu hingga hilir.

“Mulai dari pembuatan pupuk sendiri, hingga pengolahan hasil panen,” tutur politisi Partai Gerinda ini.

Dalam pembangunan industri pengolahan hasil pertanian, menurut Sally, tidak bisa merekrut tenaga kerja secara besar-besaran, melainkan  akan membuka peluang usaha dan jasa, serta menciptakan wirausaha-wirausaha baru.

“Banyak sekali contoh hasil pengolahan hasil pertanian yang bisa dijadikan bisnis,” ucapnya.

Misalnya saja, ketika petani memasuki panen raya, ada selep  (penggilingan) yang mengolahnya menjadi beras. Kemudian beras tersebut bisa diolah lagi menjadi tepung dan dijadikan bahan makanan selain nasi.

Sementara ampas gabah, tidak hanya sekedar dijadikan pakan ternak berupa dedak, tapi bisa diolah lagi dicampur dengan bahan lainnya seperti kulit singkong, dikemas semenarik mungkin dan dijual dengan harga yang cukup tinggi.

“Itu tidak bisa sporadis juga, harus memulai pembinaan, salah satunya memanfaatkan BUMDes,” pungkasnya.

Sementara itu, sesuai data di Dinas Pertanian Bojonegoro, produksi padi dan palawija dalam kurun satu tahun 2017, mencapai 963.136,17 ton dengan luas panen 151.842 hektar.

“Selama ini hasil produksi pertanian sebagian besar langsung dijual saat panen oleh para petani,” sambung Sekretaris Dinas Pertanian, Bambang Sutopo, dikonfirmasi terpisah.

Menurutnya, sektor pertanian di Bojonegoro sangat berpotensi digarap secara maksimal baik dari hulu sampai hilir. Selain meningkatkan nilai jual gabah, juga bisa membuka lapangan pekerjaan.

“Banyak sekali manfaat pengelolaan pertanian mulai hulu dan hilir, salah satunya membuka peluang tenaga kerja,” jelasnya.

Dengan dibangunnya industri pengolahan hasil pertanian, menurut Bambang, akan sangat bermanfaat bagi petani di Bojonegoro. Seperti yang sekarang ini dilakukan oleh petani di Desa Kedungarum, Kecamatan Kanor, dengan merintis industri pengolahan hasil pertanian.

“Project pilot di sana, semoga saja bisa ditiru oleh petani-petani di wilayah lain,” ungkapnya.

Sekarang ini petani di Desa Kedungarum mendapatkan nilai ekonomi lebih dari hasil panen tiap tahunnya dengan adanya industri pengolahan yakni, mengolah gabah menjadi beras. Sementara beras, bisa diolah lagi menjadi bahan baku makanan pengganti nasi.

“Hanya saja, untuk mewujudkan industri pengolahan hasil panen memang membutuhkan sumber daya manusia yang mumpuni,” tuturnya.

Oleh sebab itu, yang perlu disiapkan untuk mendukung industri pengolahan hasil pertanian ini adalah sumber daya manusianya. Harus ada pelatihan di sektor pertanian supaya masyarakat bisa menjalankan industri tersebut.

“Sangat bisa sekali meningkatkan nilai jual hasil panen dan juga menyerap tenaga kerja, hanya butuh peningkatan SDM-nya saja,” tandasnya.

Menanggapi hal itu, salah satu calon bupati (Cabup) Bojonegoro, Soehadi Moeljono, menyatakan, belum tergarapnya sektor pertanian secara maksimal ini dikarenakan belum adanya transformasi struktural yang melibatkan munculnya sektor manufaktur yang kuat. Selama ini pertanian masih menyumbang sebagian besar pekerjaan, tetapi memiliki produktivitas rendah.

“Untuk itu kedepan kita akan mempercepat pembangunan industri jasa, dan manufaktur untuk meningkatkan nilai ekonomi komoditas pertanian,” tegas Pak Mul, sapaan akrabnya.

Menurutnya, kebijakan tersebut bertujuan   mendukung pertumbuhan transformatif dan sebagai media untuk memunculkan sektor ekonomi baru di jangka panjang, sehingga memiliki potensi menciptakan lapangan pekerjaan yang lebih baik.

Dijelaskan Pak Mul, sesuai jumlah nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan dari seluruh kegiatan perekonomian atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Bojonegoro 2016 sebesar Rp52 triliun, 40 persen atau sekitar Rp20 triliun disumbangkan dari sektor migas, dan 20 persen atau Rp 10 triliun dari sektor pertanian, dengan serapan angkatan kerja 10 ribu orang di sektor migas, dan 450 ribu orang angkatan kerja di sektor pertanian.

“Kedepan bidang pertanian harus fokus pada penambahan nilai tambah dan bukan hanya meningkatkan produksi. Ini akan mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi pengangguran,” tegas mantan Sekda yang sudah 32 tahun mengabdikan diri sebagai PNS di Pemkab Bojonegoro.(lis)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *