Kebebasan Pers dan Ancaman BuzzeRp di Bojonegoro

Oleh: Dedi Mahdi Assalafi

SuaraBojonegoro.com – Dalam sepekan terahir ini saya beberapa kali menerima kiriman screenshoot atau tangkapan layar hp dari salahsatu group whatsapp yang diduga dikelola atau dibuat oleh Dinas Komunikasi dan Informatika Pemkab Bojonegoro. Dalam group tersebut, berisi puluhan anggota yang katanya rata-rata dari wartawan media online di Bojonegoro.

Dalam screenshoot terlihat ada salahsatu pejabat setingkat kabid dinas kominfo yang aktif mengarahkan para “wartawan” yang ada di dalam group tersebut, agar membuat konten atau berita yang positif, terutama terkait pemerintahan Kabupaten Bojonegoro.

Ternyata dalam group tersebut juga ada beberapa nama yang saya kenal, meskipun ia mengaku tidak begitu aktif dalam group tersebut atau hanya menyimak, karena ia juga tidak merasa meminta untuk dimasukan ke dalam group wa, ia menceritakan jika setiap hari ada semacam pengarahan topik atau isu tertentu, yang intinya bisa berdampak positif bagi pemerintah daerah.

Hampir setiap hari anggota group diminta untuk share link berita secara berurutan, isi berita rata-rata semacam rilis atau dengan satu topik yang dimuat secara berurutan, sekali absen link bisa lebih dari 30 berita berasal dari web atau wartawan yang berbeda di dalam group tersebut.

Baca Juga:  Pancasila sebagai pedoman anti-Radikalisme

Bahkan pernah ada seseorang yang menshare link berita yang tidak sesuai dengan keinginan kabid kominfo tersebut, langsung diminta untuk take down atau berita tersebut diturunkan, anehnya anggota group yang katanya wartawan media online tersebut langsung menuruti perintah tersebut dan menurunkan berita di webnya, mungkin karena takut tidak diberi “jatah”.

Seorang teman saya dari media online di bojonegoro juga menceritakan, bahwa ia pernah diminta untuk mengirimkan tulisan berita kepada pejabat dinas kominfo tersebut, sebelum dimuat atau dinaikan di web untuk dilakukan koreksi, terutama berita yang menyangkut pemerintahan Kabupaten Bojonegoro, namun teman saya dengan tegas menolaknya.

Kondisi tersebut tentu sangat ironis, pers seharusnya memiliki kebebasan dalam memproduksi karya jurnalistik, bebas dari campur tangan atau intervensi dari pihak manapun kecuali untuk kepentingan publik, apalagi oleh pemerintah atau pejabat tertentu.

Pentingnya pers dalam negara demokrasi seperti di Indonesia ditegaskan adanya undang-undang khusus yang mengatur tentang pers, yaitu UU nomer 40 tahun 1999. Dalam amanah UU tersebut pers memiliki sejumlah peran, sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Di samping fungsi-fungsi tersebut, pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi.

Baca Juga:  Forkopimda Tinjau Kali Ingas, Pemkab Segera Bangun Pintu Untuk Atasi Banjir

Pada era media sosial seperti saat ini, saya kerap mendengar cara-cara tersebut dilakukan seseorang atau kelompok, terutama oleh para penguasa, atau istilah populernya adalah buzzer atau pendengung, pekerjaan seorang buzzer untuk menggemakan isu secara serempak dengan waktu yang bersamaan sesuai dengan target yang diinginkan, tentunya tidak mungkin ia kerja cuma-cuma atau tidak diberi imbalan.

Jangan sampai kebebasan pers yang sudah dijamin oleh undang-undang ini dimanfaatkan oleh oknum tertentu, untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Media Massa memang hidupnya bergantung pada iklan, namun meski iklan tersebut didapat dari pemerintah tetapi independensi media jangan sampai dilumpuhkan.

Pemerintah dan media massa itu saling membutuhkan atau simbiosis mutualisme, pemerintah ingin menyebar luaskan kerja atau capaian, media juga membutuhkan pendapatan melalui advertorial.

*) Penulis adalah Anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI Bojonegoro)