SuaraBojonegoro.com – “Sejak tahun 2017 kita selalu menyuarakan hal yang sama, yakni berkaitan dengan status legal formal dan fasilitasi dari pemerintah kepada masyarakat kesenian,” kata Ramon Pareno, selalu Ketua (ct) Dewan Kesenian Bojonegoro. Ia berpendapat, bahwa ada hal-hal mendasar yang akhirnya menjadi faktor penghambat guna kemajuan Bojonegoro, terutama di bidang kesenian dan turunannya.
Salah satunya adalah mengenai status legal formal di beberapa aspek. “Contoh saja, di sektor wisata misalnya. Sejumlah obyek wisata unggulan yang dikelola oleh Pemkab Bojonegoro, desanya tidak diberi status sebagai Desa Wisata. Di bidang kesenian, juga tak ada organ kesenian yang diwadahi secara formal. Bahkan, kami hingga saat ini masih ragu untuk mendatangkan orang-orang ke Bojonegoro sebagai bagian dari daya tarik wisata. Ya karena tidak ada tempat yang layak disini,” tambah pria yang juga aktif di berbagai kegiatan pengembangan wisata desa.
Hal lain yang menjadi usulannya adalah berupa fasilitasi dari pemerintah agar Bojonegoro dikunjungi orang. “Misalnya wisata edukasi, bikin semacam lembaga pendidikan yang fokus di bidang kesenian. Bisa kolaborasi sesuai tupoksi masing-masing, dari kelompok pengusaha, akademisi, pemerintahan lintas OPD, hingga ke elemen desa yang lahannya ratusan hektar itu,” pungkasnya.
Senada dengan hal itu, Yuli Setyanto yang lebih dikenal dengan sebutan Yuli Zedeng mencoba menanyakan kemauan pemerintah dalam hal fasilitasi bidang kesenian sebagai komponen penting konsep pariwisata. “Apakah pemerintah mau memfasilitasi dalam bentuk Art Center dalam satu tahun ini ? Karena kemampuan sudah ada,” katanya.
Lebih mendasar lagi, Burhanudin seniman yang aktif di Kajian Sor Keres mengungkapkan bahwa sebenarnya kesenian di Bojonegoro memerlukan keterlibatan langsung dari dunia pendidikan. “Jadi sebenarnya lebih akan tepat lagi bila urusan kesenian dan kebudayaan dikembalikan ke Dinas Pendidikan. Karena bisa dibilang bahwa yang sekarang ini adalah pemain baru,” katanya.
Sementara itu, M. Fauzi dari Lesbumi NU mengajak seluruh elemen untuk bersama-sama mengenalkan Bojonegoro melalui ikon yang ada. “Dulu ada Festival Bengawan, sekarang apa ? Mari kita bersama-sama mencari,” kata Fauzi.
Hadir sebagai Nara sumber dalam kegiatan Jagong budaya yang digelar oleh Pokja (Kelompok Kerja) Budaya Kabupaten Bojonegoro, diantaranya adalah Wahyu Subakdiono selaku ketua Pokja Budaya Bojonegoro, Adriyanto Bupati Bojonegoro, Direktur ADS Mohammad Khundori, Ketua Yayasan Suyitno Arief Januarso, dan Didik Mukrianto Selaku Ketua Karang Taruna Nasional.
(Red/Mon)