ISOLASI MERDEKA BUKAN TERPENJARA

Oleh: COACH PRIYO CPS®

SuaraBojonegoro.com -Kita maunya nyaman tapi yang di sediakan tidak nyaman. Kita sebenarnya bersedia nurut tapi yang di turuti kurang begitu peduli. Entah ketidakpedulian ini karena merasa kurang PEKA MELAYANI atau diri kita sendiri yang maunya WARNA WARNI. Mauku tidak sesuai mauku. Maumu tidak sejalan dengan maumu. Akhirnya piye? Mlaku Dewe Dewe.

Saya yakin, saat ini semua elemen bangsa ini sedang berjuang untuk sama-sama berperan agar bisa menanggulangi wabah ini dengan sesegera mungkin. Ndang bar, Ndang wis, Ndang ayo normal Uripe. Tapi, karena aturannya begitu dan kenyataan di lapangannya begini maka, jadilah begitu begini, tidak saling sinergi, selalu ada ketidakselarasan di sana sini.

Memangnya kenapa kalau tidak selaras?

Timbullah celah-celah terjadinya kesalahan, kelengahan, kebocoran dan masalah besar yang akhirnya menjadi bencana yang bisa merugikan banyak orang.

Kan Pemerintah sudah berjuang melawan virus ini penuh totalitas tinggi, apakah ini masih kurang? Yah, masih kurang! Apanya yang kurang? Kepedulian Masyarakatnya.

Pemerintah memberikan aturan, himbauan, larangan tapi masyarakat juga punya kepentingan pribadi sendiri – sendiri yang harus di lakoni.

Ketika aturan, larangan, himbauan di bentrokan dengan urusan dan kepentingan pribadi diri sendiri maka di sinilah akan timbul perlawanan. Musuh yang sebenarnya kita perangi harus terlupakan karena sibuk memerangi ketidakselarasan antara aturan dengan kepentingan sendiri. Dampaknya adalah kita kalah perang sebelum kita terjun ke Medan perang. Kalah oleh keruwetan antar kita sendiri.

Langsung saja to the poin deh. Terlalu banyak narasi bertele tele. Intinya, apa hubungannya artikel ini dengan judul di atas?

Baca Juga:  GENERASI MUDA BERSAMA PANCASILA

Untuk mencegah supaya Rumah sakit tidak kewalahan menerima pasien yang terduga terpapar Covid 19, maka di buatlah rumah isolasi di masing-masing desa. Kalau Rumah Isolasi di desa pun kewalahan maka boleh di terapkan Isolasi mandiri.

Nah, permasalahannya sekarang adalah walaupun rumah Isolasi desa tidak kewalahan tapi Isolasi Mandiri tetap jadi yang di utamakan. KENAPA? Karena di Isolasi di rumah Isolasi desa tidak memberikan cukup kenyamanan. Seperti terpenjara. Ruang gerak yang terbatas. Akhirnya timbullah rasa ingin meminta keadilan. Kalau pejabat saja di berikan tempat Isolasi di hotel mewah, lalu kenapa masyarakat kecil di berikan tempat isolasi yang di justru di anggap membebani?

Selain itu, kalau di rumah sakit kan ada petugas medis, kalau di rumah Isolasi desa pun ada petugas jaga nah, kalau isolasi mandiri di rumah sendiri, piye? Bisa saja yang di dalam rumah itu melakukan hal-hal yang semaunya sendiri. Apalagi kalau pasangan suami istri yang sudah lama tidak bertemu berhari hari. Tidak ada Jaminan protokoler Isolasi mandiri sungguh – sungguh di jalankan dengan sepenuh hati. Inti dari Isolasi diri adalah tidak bersinggungan, bersentuhan dengan siapapun sesuai dengan SOP ISOLASI MANDIRI. Nah, permasalahan nya adalah SOP ini TIDAK BISA DI AWASI.

Mungkin, ini mungkin loh ya!, Akan lebih aman jika Isolasi mandiri di rumah sendiri dengan catatan, pihak keluarga yang ada di dalam rumah itu juga ikut di Isolasi alias tidak Wira-Wiri kesana kemari ATAU biarkan si pemudik itu tinggal di rumah Isolasi sendiri TAPI pihak keluarga yang harus mengungsi ke rumah saudara atau tetangga desa lainnya.

Baca Juga:  Agar Tetap Bugar dan Sehat Saat Berpuasa

Intinya, masyarakat merasa punya kepastian yang nyata bahwa Protokoler Isolasi mandiri itu betul-betul berjalan sesuai aturan yang ada.

Jadi, apa hubungannya artikel ini dengan judul di atas? Masih muter – muter ajah.

Ok, Ok. Intinya adalah kalau saja Isolasi diri ini bisa di terapkan seperti konsep Pramuka saat melakukan kegiatan Kemah atau outbound di hutan lapang yang penuh kegiatan seru, menantang dan menyenangkan. Kira kira cocok gak?

Isolasi seperti berkemah, bisa olahraga, bisa ikut training, bisa menikmati alam, bakar jagung, api unggun, main gitar, ikut halang rintang dan yang utama adalah kita punya ruang gerak bebas yang tak terbatas. Karena saya yakin bahwa musuh terberat saat mengisolasi diri adalah MELAWAN KEJENUHAN.

Jadi, bagaimana kalau konsep Isolasi diri ini di buat seperti konsep SUMMER CAMP. Isolasi diri ala Pramuka yang belajar mandiri. Penuh dengan kegiatan yang memberikan banyak ilmu dan wawasan menyenangkan.

Masih ingat ketika pertama kali Pemerintah Indonesia membawa pulang WNI asal Tiongkok dan di Isolasi di Pulau Natuna?

Mereka bisa bebas, bisa olahraga, bisa bebas bergerak. Bukan di kurung seperti di penjara.

Inilah yang di namakan Isolasi Merdeka! Tak terkurung, bebas bergerak seperti manusia Merdeka tanpa aturan yang menjenuhkan!

Jadi, bisa kah desa kita menyediakan Isolasi Merdeka untuk masyarakatnya?

*)Penulis adalah Certified Public Speakers | Trainer | Author | CEO & Founder Red Angels Kampung Tumo.