Oleh : Sholikin Jamik, SHm, MH.
Imam Al-Ghazali membagi kategori derajat dalam berpuasa atas tiga bagian, yaitu puasa umum, puasa khusus, dan puasa khawasul khawas (lebih khusus dari yang khusus).
1. Puasa umum adalah puasa yang dikerjakan oleh kaum awam (orang biasa), yakni mempuasakan dan mengendalikan diri dari makan, minum, serta berhubungan suami istri di siang hari atau hal-hal lain yang dapat membatalkan puasa.
2. Puasa khusus adalah puasa yang dikerjakan oleh kaum saleh. Selain berpuasa seperti puasanya orang awam, mereka pun mengendalikan anggota badan dari segala perbuatan dosa.
Puasa khusus dapat dicapai melalui penguasaan terhadap lima perkara berikut ini secara konsisten:
(a) Menundukkan pandangan mata dari hal-hal yang tercela sesuai dengan syariat Islam.
(b) Memelihara lisan dari dusta, ghibah, adu domba, dan sumpah palsu.
(c) Memelihara telinga dari mendengar hal-hal yang dibenci Allah.
(d) Memelihara segenap anggota tubuh dari hal-hal yang dibenci oleh Allah, misalnya memelihara perut dari makanan yang shubhat.
(e) Tidak terlalu banyak mengisi perut ketika berbuka puasa, sekalipun dengan makanan yang halal.
3. Puasa khawasul khawas yaitu puasanya orang-orang saleh, disertai dengan pemeliharaan atas segala gerak-gerik hati dari tujuan yang bersifat duniawi. Artinya dia tidak semata-mata memikirkan masalah dunia untuk kemudian mengendalikan pola pikirannya dari niat-niat yang tertuju selain kepada Allah. Orang yang berpuasa dengan kategori ini akan merasakan puasanya gugur apabila dia memikirkan hal-hal selain Allah. Puasa seperti ini merupakan derajat puasa yang setingkat dengan para Nabi dan shiddiqin. Pada hakikatnya orang yang berpuasa seperti ini senantiasa menghadapkan jiwa dan raganya sepenuhnya kepada Allah, serta tidak berpaling kepada selain Dia.
Setelah kita mengetahui tentang kategori derajat dalam berpuasa, para pembaca pasti sepakat bahwa dalam melaksanakan puasa Ramadan tahun ini kita tidak ingin nilai puasa tetap jalan di tempat. Kita harus berusaha agar nilai pahala puasa meningkat dari tahun yang lalu, meskipun belum sampai ke tingkat puasa khawasul khawas. Agama mengajarkan bahwa orang yang beruntung adalah yang hari ini lebih baik dari kemaren dan hari esoknya lebih baik dari hari ini (dilihat dari perspektif ibadah).
Untuk mencapai keberuntungan seperti itu dalam ibadah puasa, dapat dilakukan dengan cara menjauhkan diri dari hal-hal yang dapat merusak pahala puasa.
Dalam salah satu sabdanya Nabi mengatakan: _“Terdapat lima hal yang dapat menghapus pahala puasa, yaitu
– dusta
– ghibah
– adu domba
– sumpah palsu dan
– memandang dengan penuh syahwat.
Bilamana kelima hal yang telah dikemukakan di atas dapat kita hindari dalam melaksanakan ibadah puasa, Insya Allah nilai pahala puasa kita pasti meningkat. Lebih baik dari tahun yang lalu dan mudah-mudahan bisa mencapai derajat puasa khusus. Aamiin. (*/red)