Oleh : Joyo Juwoto
SuaraBojonegoro.com – Macam apalagi yang mampu menandingi dari kegilaan seorang yang biasa dipanggil bung Bin ini. Beliau memang belum setenar Bung Karno, atau bung yang sekaliber bung Tomo, atau bung-bung yang lain, tapi yakinlah bung Bin ini sedang menempuh jalannya para bung.
Melihat kondisi literasi di kota Tuban tampak minim gairah, lesu dan kekurangan gizi, bung Bin bersama para bung-bung lainnya melakukan sebuah gebrakan di luar nalar sehat, mengadakan sebuah kegiatan anti mainstream, bedah buku 24 jam nonstop. Edan !
Kegiatan gila ini benar-benar gila bin sableng, bagaimana tidak waktu 24 jam hanya dipakai untuk membuka lembar demi lembar kertas yang entah ada manfaatnya atau tidak.
Saya sendiri juga masih kurang mempercayai bahwa membuka lembaran buku bisa melapangkan rezeki, mengurai dari keruwetan hidup, mendekatkan pada jodoh, dan menyelamatkanmu dari kejombloan akut. Sebagaimana kita membuka kitab kuno betaljemur adam makna, atau menggoreskan rajah dari salinan kitab mujarrobat.
Ah, dasar edan! mengapa tidak membuat kegiatan 24 jam nonstop melantunkan dzikir bersama tanpa tidur sama sekali, atau 24 jam nonsto menabur bunga meruwat bangsa cebong dan kampret agar bisa akur dan berjodoh di altar suci pelaminan, gubrak!
Lebih edan lagi bisa-bisanya saya berada dalam pusaran keedanan bersama para bung-bung dan puan-puan ini. Bayangkan, saya harus ikut menggenapi bagian detik dari 24 jam di pertengahan malam. Di saat asyik-asyiknya dunia tertidur pulas.
Demi apa coba? Jika kita berfikir hidup hanya dalam rangka demi-demian, betapa cetheknya nilai hidup ini. Jika para bung menamakan kegiatan ini dengan tema besar “Merumahkan Literasi di Bumi Wali” dan disertai tagar #Tubandaruratmembaca maka isu ini yang sedang disorot dan menjadi perhatian serta keprihatinan bersama.
Bung Bin tetua suku para bung dan para puan berhasil memprovokasi sisi keedanan 20 orang penulis lokal Tuban untuk menggelar kegiatan bedah buku. Yang luar biasa itu adalah buku hasil karya mereka sendiri.
Bagi saya, selain sebagai ajang bedah buku kegiatan ini bisa menjadi semacam monumen revolusi Sastra di bumi Wali Tuban. Lanskap ruang dan waktu akan mencatat event ini tentunya.
Selamat dan sukses atas terselenggara dan terselesaikannya kegiatan bedah buku 24 jam nonstop, semoga kegilaan ini sampai pada puncaknya. Tabik.
*) Joyo Juwoto, Penulis buku Dalang Kentrung Terakhir. Tinggal di Bangilan Tuban Jawa Timur