DPD Partai Golkar Bojonegoro Ajak Dialog Publik Terhadap UU Cipta Kerja

Reporter : Sasmito Anggoro

SuaraBojonegoro.com – Dengan adanya Polemik UU Cipta Kerja yang mendapat penolakan berbagai kalangan, dan terjadinya unjuk rasa diberbagai wilayah, hal ini harus ada penjelasan yang bisa memberikan wawasan dan juga sosialisasi UU Cipta Kerja, sehingga mendorong DPD Partai Golkar Bojonegoro untuk membuka ruang dialog kepada Publik, agar bisa saling memahami substansinya.

Disampaikan oleh Ketua DPD Partai Golkar Bojonegoro,  menyatakan terdapat kesalah pahaman  publik dalam memahami nafas dari  terbentuknya UU Cipta Kerja, sehingga belakangan memicu gelombang demo yang sudah cenderung anarkis.

UU Cipta Kerja telah menjadi konsumsi publik yang dipelintir  seolah olah hanya menguntungkan pengusaha dan menindas kaum buruh, sehingga menyudutkan pemerintah. Dan banyak masyarakat yang belum memahaminya secara detail.

“Substansi dari UU Cipta Kerja itu, merupakan upaya  bersama pemerintah dan DPR RI untuk mencari solusi  mendorong terciptanya lapangan Kerja, Memudahkan pembukaan usaha baru dan Mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi,” Mitroatin, Saat ditemui disela sela kegiatan Resesnya, Sabtu (17/10/2020).

Perempuan yang juga Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bojonegoro ini juga menjelaskan bahwa Saat situasi ekonomi nasional memburuk maka perlu ada lompatan upaya menyelesaikan berbagai dampak dari banyak persoalan, UU Cipta Kerja adalah solusinya.

Sehingga perlu untuk dibukanya ruang dialog bagi publik, bukan sekedar melakukan pembelaan terhadap Partai Golkar sebagai partai politik yang turut mendukung disahkannya UU Cipta Kerja, tetapi rakyat harus tahu bahwa Pemerintah bersama DPR RI jauh dari niat jahat hendak mengorbankan rakyat seperti opini negative yang berkembang di berbagai media massa.

Baca Juga:  Anggota SH Winongo Turut Musnahkan BB Miras Hasil Razia Polres Bojonegoro

“Opini yang berkembang sudah cenderung menghasut dan mendiskreditkan pemerintah dan DPR RI, ini harus diluruskan,” tegas Mitroatin.

Hal ini sejalan dengan surat instruksi DPP Partai Golkar yang ditanda tangani Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto, Nomor : SI-34/GOLKAR/X/2020  tertanggal 12 Oktober 2020, yang memerintahkan kepada seluruh jajaran Partai Golkar untuk menjelaskan kepada publik tentang UU Cipta Kerja.

“Kami sudah menerima surat instruksi itu, untuk kemudian kami tindak lanjuti dengan melakukan koordinasi kesegenap pihak sebagaimana diamanatkan partai,” tuturnya.

Perempuan yang pernah menjabat sebagai ketua DPRD Bojonegoro ini juga menjelaskan, terdapat 6 isu penting yang disoroti publik diantaranya, isu upah minimum, Pesangon turun,  waktu kerja eksploitatif, Outsourching diganti Kontrak Kerja Seumur Hidup dan Tidak mendapat Jaminan Pensiun, Hak Cuti Haid dan Melahirkan dihapus, Tenaga Ketja Asing Bebas Masuk.

“Isu yang diplintir itu sepenuhnya tak benar, semua tertuang secara jelas dalam UU Cipta Kerja tanpa membrangus apa yang menjadi hak buruh, jika bicara hak buruh masih ada UU No 13 tahun 2003 sebagai payung hukumnya,” jelas Mitroatin.

Sorotan publik tentang pembentukan RUU Cipta Kerja yang tidak dialogis dan tertutup, sehingga dibangun narasi seolah Pemerintah dan DPRD mempunyai agenda gelap, menurut Mitroatin isu itu tidak benar.

UU Cipta Kerja disyahkan setelah mengajak dialog seluruh stakeholder pada masing – masing kluster, termasuk kluster perburuhan, Pemerintah telah meminta masukan dari serikat buruh.

“Pembahasan UU Cipta Kerja melalui sekurang – kurangnya 64 kali pembahasan, jadi tidak benar jika UU Ciptaker tidak dialogis,” tegasnya.

Baca Juga:  Edi Sampurno Siap Maju di Pilbup Bojonegoro 2024 Dengan Tagline Berani Berjuang dan Peduli

Perihal isu UU Ciptaker menciptakan kerusakan lingkungan, Mitroatin menegaskan isu itu sepenuhnya salah. Dalam pendirian perusahaan masih ada kewajiban terpenuhinya Analisa Dampak Lingkungan (Amdal).
“Meski pengurusan perijinan memang dipermudah, tidak lagi berbelit – belit,” katanya.

Tidak ada kemudahan yang ditiadakan, namun merupakan upaya pemerintah memangkas rantai pengurusan perijinan yang makan waktu lama dan  cenderung korup. Sehingga dalam pengurusann perijinan bisa butuh waktu 2 tahun, sedangkan perusahaan nya belum bisa beroperasi menunggu perijinan selesai, sehingga kasihan terhadap pengusahanya, Padahal pendirian perusahaan akan berdampak pada terbukanya lapangan kerja. Mahalnya perijinan justru akan menutup kesempatan kerja.

Hal ini Mitroatin membeberkan bahwa harus bersikap adil dalam menempatkan permasalahan, yang dipertimbangkan pemerintah bukan hanya yang sudah bekerja, tetapi juga jutaan angkatan kerja yang juga butuh bekerja, dan sekurang – kurangnya terdapat 2,9 juta angkatan kerja setiap tahunnya yang harus juga mendapat kesempatan sama dalam bekerja. Karena Mereka juga warga negara indonesia yang menurut amanat undang – undang harus diperlakukan sama.

Agar substansi UU Cipta Kerja dapat dipahami publik, agar segenap pihak menahan diri untuk tidak mudah tersulut kabar hoax  yang menyesatkan. “Kami berharap warga Bojonegoro bisa berpikir jernih dalam menanggapi isu yang berkembang dan sengaja dikembang oleh oknum yang tak bertanggung jawab, apalagi hanya untuk kepentingan tertentu,” pungkas Mitroatin. (SAS*)