Di Medhayoh Bareng Ada Pendekatan Komunitas Dengan Pelaku UMKM Bojonegoro Blora

SuaraBojonegoro.com – Ada apa dengan Medhayoh Fest Chapter Desember 2022, pendekatan komunitas dan pelaku UMKM kawasan Bojonegoro dan Blora.

“reeenggggg!” Jadilah saya menghentikan semua aktifitas kecuali bernafas, untuk mencari sumber suara berasal.  Apalagi kalau bukan karena terkesima serta terdiam dengan asal suara bernada tinggi. Maklum di Desa, kalau tetiba ada nada suara tinggi sekaligus keras, maka kemungkinannya hanya orang bertengkar atau terancam bahaya.

Ternyata tidak keduanya yang menjadi alasan suara berasal. Ada iring-iringan suara knalpot motor dari para anggota komunitas otomotif yang menjadi salah satu sajian saat acara “Ngopi Sareng Jagong Gayeng” Medhayoh Fest Chapter Desember pada 18 Desember 2022 di Dolokgede Bojonegoro

Bukan hanya bleyer iring-iringan motor tetapi juga alunan musik lain yang mengiringi sepanjang aktivitas di Medhayoh Fest, tak mengherankan bila suasana “gayeng” sepanjang acara benar-benar tercipta, sehingga tidak hanya muncul sebagai tagline saja.

Sebagaimana suara musik, ataupun iring-iringan komunitas motor, selama festival berlangsung di area juga terdapat sajian kuliner lokal, jajanan ndeso serta sajian produk UMKM. Bukan berfungsi untuk memecah frekuensi, seluruh sajian di Medhayoh Fest ini seolah-olah menjadi satu kesatuan yang dikemas secara apik dengan satu kemasan bertajuk “Ngopi Sareng Jagong Gayeng”, sepanjang acara kedatangan para komunitas dan keriuhan pengunjung menjadi pusat perhatian para pedagang. Saya harus menyelinapkan diri ke sudut kanan panggung untuk bisa memotret keseruan festival ini, sembari menikmati lontong sayur yang dijual oleh salah satu pedagang asal Desa Dolokgede.
Medhayoh Fest Ngopi Sareng Jagong Gayeng

Sejak awal bersua dengan penyelenggara acara, tak membutuhkan waktu lama untuk menangkap ide liar mereka serta makna yang terdapat dalam setiap sajian yang diberikan. Melihat sisi tagline nya, “Ngopi Sareng Jagong Gayeng” ini mpenyelenggara ingin memotret kultur masyarakat Bojonegoro yang punya budaya “ngopi” walaupun bukan daerah pengahasil kopi, ngopi ini bukan soal meracik kopi ataupun menikmati kopi, tetapi ngopi yang dimaksud adalah budaya minum kopi sambil bertukar cerita bersama teman sejawat, maupun lintas usia. Ini menarik, karena di hampir setiap desa ada warung kopi yang selalu rama mulai pagi sampai malam, budaya masyarakat Bojonegoro yang konsevatif selalu mempertahankan budaya ngopi menjadi sebuah ruang untuk berbagi cerita bahkan berdiskusi isu yang sedang ramai diperbincangkan yang biasa disebut sebagai “Rasan-rasan warung kopi”, yang saya tangkap, penyelenggara acara ingin membuat ruang dari tradisi ngopi ini sebagai ruang untuk mendiskusikan sesuatu yang bernilai.

Baca Juga:  Wujudkan Mutu Pendidikan Melalui Peningkatan Kualitas Guru

Melihat sajian acaranya, pendekatan dilakukan melalui beberapa komunitas ada komunitas otomotif yang tergabung dalam naungan Forum Komunikasi Otomotif Bojonegoro (FKOB) ada komunitas kopi, dan ada komunitas UMKM yang selalu menjadi perhatian untuk disentuh dan dikembangkan, karena jumlahnya yang relatif banyak, dari total 75.523 juta UMKM di seluruh Indonesia 76.695 UMKM berasal dari Kabupaten Bojonegoro.

Hadirnya para komunitas ini merupakan bentuk ikhtiar penyelenggara, yang tergabung dalam satu organisasi bernama Ademos, sebuah komunitas belajar yang mempunyai semangat berbenah untuk pengembangan dan kemajuan kawasan desa. Saya seolah kembali diingatkan dengan semangat untuk kembali ke desa, bahkan sejak awal mendengar nama acara “Medhayoh” yang syarat makna bagi saya, ini bukan festival “rog-rog asem” atau festival yang hanya tiba-tiba, penyelenggara seolah punya kepedulian untuk menumbuhkan kembali sisi sosial ditengah budaya individualisme yang semakin tinggi.

Seperti yang sudah saya duga kenapa memakai nama “Medhayoh” sederhana saja alasannya, saat saya wawancara dengan salah satu panitia penyelenggara,
Medhayoh ingin mengingatkan kembali budaya dimana seseorang datang ke rumah saudara atau orang lain secara fisik, sehingga ada keterikatan hati dan keakraban yang ingin kembali dirajut.

Oya, saat mengikuti Medhayoh Fest Chapter Desember ini, saya juga berkesempatan untuk beraudiensi dengan Staff Khusus Kementerian Koperasi dan UKM Republik Indonesia, Bapak Riza Damanik. Ibu Andromeda Qomariyah, Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Timur, dan Manager Regional Engagement & Sustainability PT HM Sampoerna Tbk yang mensupport acara Medhayoh Fest ini, ngobrol “gayeng” bareng pelaku UMKM Bojonegoro dan Blora di dalam area festival di GOR Dolokgede, menurut apa yang saya cermati, kawasan GOR ini menjadi landmark Desa Dolokgede. para pelaku UMKM saling sharing dan bercerita tentang usaha mereka, tidak sungkan dan tidak ditutup-tutupi, persis seperti saat mereka jagongan hanya saja kali ini topiknya bukan rasan-rasan, tapi tentang kiat UMKM supaya naik kelas dan bisa meningkatkan roda perputaran ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

Baca Juga:  Diduga Koordinasi Pemprov dan Pemkab Buruk Terkait Kebijakan Anggaran

Sedikit bergeser dari lokasi talkshow, berjejer motor-motor yang sudah dimodifikasi berbaris sesuai kelasnya. Bagian lain adalah gotong royong UMKM kawasan. dengan penempatan panggung yang menjadi pusat pertunjukan hiburan dan seni budaya. Juga menjadi perantara interaksi UMKM, dan menjadi lokasi transit para peserta touring.

Tercatat ada 56 komunitas otomotif Bojonegoro yang mengikuti rangkaian acara festival ini hingga selesai. Bukan hanya riuh suasana komunitas dan para pedagang UMKM, tetapi juga ada penampilan musisi Iksan Skuter yang turut mewarnai acara Medhayoh Fest Chapter Desember ini.

Saya melihat rona wajah ibu-ibu para pedagang yang mendadak berubah, lebih tepatnya campuran antara bahagia, haru dan sukacita, kampung kecil ini telah berbenah. Memang segala sesuatu bisa berubah, mungkin para pedagang ini tidak mengira akan mendapatkan rejeki tambahan dari acara ini.

Sebenarnya ada banyak cerita saat Medhayoh Fest Chapter Desember ini, tapi cerita di sedikit bisa mewakili. Pada kesempatan berikutnya, saya akan menceritakan lebih detil bagaimana pengalaman berbaur dengan para peserta komunitas, para pedagang UMKM serta para “dhayoh” yang datang berbaur dengan keramahan warga lokal dalam acara Medhayoh Fest ini.

Oiya, sebenarnya saya masih ingin belajar banyak soal bagaimana Festival ini dihadirkan dan setiap isu yang ditangkap sebagai dasar pelaksanaan. Tapi saya rasa akan panjang lebar jika membahas itu. Lain waktu saya akan belajar lagi bagaimana desa bisa menciptakan peristiwa secantik ini. (Red/Lis)