Dekan Pertanian Unigoro: Masa Tanam Padi Harus Serempak

SuaraBojonegoro.com – Beberapa pekan terakhir, harga beras di Kabupaten Bojonegoro terus merangkak naik. Kemarau berkepanjangan akibat fenomena El Nino berdampak pada turunnya produksi beras. Lantas apa yang harus dilakukan para petani dan dinas terkait agar stok beras tetap stabil? Berikut petikan wawancara Dekan Fakultas Pertanian Universitas Bojonegoro (Unigoro), Ir. Darsan, M.Agr., dengan redaktur website Unigoro.

Redaktur (R): Saat ini beras dikabarkan langka dan harganya meroket di pasaran. Bagaimana Fakultas Pertanian Unigoro menyikapinya?
Darsan (D): Sebenarnya beras sekarang langka itu karena permasalahannya kompleks. Akibat iklim tahun lalu, sepanjang tahun bulannya basah. Dampaknya para petani merasa pasokan air melimpah, sehingga budidaya tanaman padi dilakukan terus menerus. Alhasil hama dan penyakitnya jadi membeludak. Setiap ada makanan (padi), pasti hama dan penyakit berkembang biak dengan cepat. Tahun lalu juga produksi padi malah menurun akibat banyak hujan. Nah sekarang malah terdampak El Nino, kemarau panjang dan suhu panas bumi meningkat. Otomatis banyak petani yang tidak bisa tanam. Ditambah hama tikus dan hama pengerek batang padi (PBP) akan berkembang terus. Sekarang varietas padi andalan petani sudah tidak tahan lagi terhadap hama wereng hijau dan hama kerdil rumput. Akibatnya tanaman petani tidak keluar bunganya

R: Apakah Pemkab Bojonegoro khususnya sudah memperhatikan penyebab kelangkaan beras dari hulu di tingkat petani?
D: Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Pangan Holtikultura Bojonegoro serta Dinas Pertanian (Disperta) Bojonegoro sudah berupaya melakukan pemberatasan hama. Seperti pemberantasan hama tikus secara massal dan lalu pengendalian wereng. Saya sendiri juga pemerhati kelompok tani. Jadi saya sendiri juga tahu.

Baca Juga:  Angkat Potensi Pariwisata Melalui Medsos, Unigoro dan DPRD Provinsi Gelar Workshop

R: Pemerintah pusat berencana mengimpor beras untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Apakah itu solusi yang efektif?
D: Sebenarnya jika operasi pasar diatur (jumlah pembeliannya), ya tetap bisa menjaga ketersediaan beras dalam negeri. Yang penting jangan sampai dilos (dibebaskan). Soalnya petani-petani kita biaya produksinya juga tinggi. Mengingat jatah pupuk subsidi sudah dikurangi. Sehingga petani harus beli pupuk non subsidi yang harganya mahal. Operasi pasar yang berlebihan akan berdampak terhadap harga beras petani lokal. Akibatnya petani tidak bergairah lagi membudidayakan tanaman padi.

R: Lalu beras yang dijual di operasi pasar saat ini dari mana?
D: Bulog punya mitra petani lokal untuk menyuplai beras ke sana. Yang pasti tentu beras-beras dari sini (Bojonegoro).

R: Untuk kebutuhan pangan dalam negeri, apakah berasnya masih mencukupi atau sebaliknya?
D: Saya belum tahu data statistiknya secara pasti. Tapi kalau dilihat dari upaya di tingkat hulu petani, disperta dan laboratorium tersebut sudah punya tim tersendiri di tingkat kecamatan untuk mengendalikan hama. Memang alamnya agak susah dan kondisi di lapangan beda-beda. Apalagi sekarang ada tanaman padi yang umurnya hanya 70 hari dan 110 hari. Ada petani yang ingin cepat panen dan petani yang lama panennya. Dari sisi budidaya sebenarnya nggak bagus (cepat panen). Mungkin karena pemerintah punya target pemenuhan kebutuhan pangan, jadi metode menanam padi seperti itu jadi diizinkan benihnya. Sehingga petani tidak lagi memperhatikan pola tanam yang ideal.

Baca Juga:  Drone Agrikultur Karya Mahasiswa Teknik Industri Unigoro Raih Juara Pertama Bojonegoro Innovative Award 2024

R: Lalu bagaimana solusinya supaya ke depan tidak terjadi lagi problem kelangkaan beras ini?
D: Sebenarnya dampak dari bengawan solo yang tidak banjir membuat pola tanam petani tidak serempak. Solusinya penyuluh atau disperta membuat edukasi ke petani agar mau melaksanakan pola tanam yang serempak. Sehingga penyebab hama karena pola tanam yang tidak serempak dan menanam varietas padi yang sudah lemah bisa ditanggulangi. Penyuluh mengedukasi ke petani agar melaksanakan pola tanam yang serempak dalam satu hamparan. Minimal satu atau minggu selesai (panen). Sehingga kalau ada serangan tikus bisa dipukul atau digropyok bareng-bareng. Kalau udah serempak, makanan untuk hama sudah tidak tersedia.

R: Solusi itu berlaku untuk sawah tadah hujan dan pengairan sungai?
D: Iya harus begitu. Untuk sawah tadah hujan, ya harus ngikutin musim hujan tanamnya. Tapi kalau tanah berpengairan, tanamnya harus serempak. Walaupun sepanjang tahun ada air, kenyatannya petani bernafsu pingin nanam terus. Itu tidak bagus. Tanam padi yang bagus idealnya dua kali dalam setahun. Seperti di Kalirejo sudah bagus. Jadi saat musim penghujan, tanah bisa istirahat untuk memperbaiki dirinya. Sehingga unsur haranya tersedia. Kalau setahun tiga kali panen, apalagi yang umur 70 hari sudah panen, pasti hancur-hancuran hasilnya. (din/Red)