SUARABOJONEGORO.COM – Seni tradisional Tayub yang lima tahun lalu masih populer di Bojonegoro, kini perlahan bergegas menjemput ajal. Seni modern dinilai sebagai biang kerok terpuruknya Tayub di Bumi Angling Dharma.
Kondisi ini mendapat perhatian serius calon bupati (cabup) dan wakil bupati (Cawabup), Soehadi Moeljono dan Mitroatin. Pasangan yang dikenal dengan sebutan “Mulyo – Atine” ini telah menyiapkan sejumlah program untuk mengembangkan, dan membangkitkan lagi seni tradisional diambang kepunahan.
Pramugari Tayub asal Ngasem, Marjuki, mengakui minat masyarakat terhadap Tayub mulai berkurang. Akibatnya, jumlah Waranggana yang dulunya mencapai puluhan, kini hanya tinggal 12 sampai 14 orang.
“Agak berkurang. Baik yang menanggap Tayub maupun Waranggana-nya juga mulai lenyap,” katanya.
Untuk mempertahankan kesenian Tayub ini, Marjuki memberikan tarif yang sangat murah. Yakni antara Rp1.500.000 sampai Rp2.000.000 semalam suntuk.
“Tapi sekarang tanggapannya sudah tidak seramai dulu,” jelasnya.
Padahal Tayub, menurut dia, memiliki daya tarik tersendiri dibanding kesenian lainnya. Selain memberikan hiburan masyarakat, juga mendukung keberadaan objek wisata lokal.
Meski diakui ada pembinaan dari Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, namun bagi Marjuki, hal itu tidak memberikan dampak apapun selama ini.
“Tidak ada penghargaan sama sekali terhadap kesenian yang saya pertontonkan,” tandasnya.
Dia berharap, Bupati terpilih mendatang bisa meningkatkan lagi eksistensi kesenian Tayub dengan memperhatikan semua Pramugari Tayub yang ada di Bojonegoro.
“Perhatian itu bisa berupa seragam, peralatan, pelatihan, serta pendampingan, dan lain sebagainya,” tegasnya.
Sementara itu, data dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Bojonegoro, tahun 2018 ini ada 10 waranggana dan tiga pramugari yang terdaftar. Jumlah tersebut sesuai dengan kompetensi dan standarisasi.
“Sebenarnya ada banyak, tapi memiliki kompetensi dan standarisasi hanya itu,” kata Kepala Disbudpar Bojonegoro, Amir Syahid.
Selama ini Disbudpar telah memberikan pelatihan, dan pembinaan bagi pelaku seniman langen Tayub. Hanya saja, tidak semuanya mau mengikuti program tersebut.
“Kadang sudah kita siapkan, tapi pelakunya sendiri enggan ikut,” imbuhnya.
Sejak dulu, Pemkab telah menyediakan Kartu Induk Kesenian yang selalu diperbaiki validasi datanya tiap tahun. Untuk mendapatkan kartu itu, para pelaku seni di Bojonegoro harus meningkatkan dulu kapasitasnya.
Pihaknya juga terus berupaya melestarikan kesenian ini dengan melibatkan semua pelaku seni, termasuk Tayub dalam setiap event besar salah satunya Hari Jadi Bojonegoro.
“Kita juga akan membuka seleksi Waranggana khusus bagi para remaja sebagai bentuk regenerasi,” pungkasnya.
Dimintai tanggapannya, Cabup Soehadi Moeljono, menyatakan, kesenian Tayub ini memiliki potensi untuk mendukung pariwisata, dan ikon budaya Bojonegoro. Karena itu, kedepan akan memberdayakan pelaku seni tayub agar dapat meningkatkkan kemampuannya. Selain itu intens menggelar pertunjukan seni tradisional agar tetap lestari.
“Kita juga akan membangun seribu balai seni dan budaya sebagai wahana belajar seni dan budaya bagi warga masyarakat, untuk menyalurkan hobi atau melatih profesi. Dengan begitu akan selalu ada regenerasi dari kesenian ini,” pungkas mantan Sekda Bojonegoro ini. (*/red)