BOJONEGORO DALAM KEKOSONGAN KEKUASAAN SELAMA 14 BULAN

Oleh : Prio Eko Saputro, S.H.

SuaraBojonegoro.com – Bojonegoro sebentar lagi akan memasuki masa kekosongan kekuasaan, dimana Jabatan Bupati untuk sementara akan dijabat oleh seorang pimpinan tinggi pratama yang diajukan oleh Gubernur dan dipilih oleh Menteri Dalam Negeri. Seiring dengan regulasi nasional terkait dengan pemilu yang nantinya akan dilaksanakan secara serentak, dan Bojonegoro menjadi salah satu kabupaten diantaranya.

Mengingat pelaksanaan pemilihan Bupati yang serentak jatuh pada tanggal 27 November 2024 dan jika berakhirnya masa jabatan Bupati saat ini adalah sampai dengan September 2023, kemudian plus masa pelantikan diperkirakan bulan Februari 2025 maka akan ada rentang waktu selama 17 bulan jabatan bupati akan dijabat oleh seorang pimpinan tinggi pratama yang ditunjuk oleh Menteri Dalam Negeri, sesuai dengan pasal 201 Undang Undang No. 10 tahun 2016 tentang Pemilu. Berbeda dengan jabatan Gubernur yang kosong akan diisi oleh pejabat pimpinan tinggi madya yang diajukan oleh Kemendagri dan dipilih oleh Presiden.

Kemudian bagaimana peta politik Bojonegoro selama kekosongan kekuasaan dalam rentang waktu berakhirnya masa jabatan bupati bulan September 2023 sampai dengan pemilihan bupati pada bulan November 2024 yaitu selama 14 bulan? Adalah waktu yang cukup seseorang agar dapat mempersiapkan diri untuk mengikuti kontestasi pemilihan bupati Bojonegoro. Waktu yang liar tanpa ada kecanggungan dan ketakutan dalam menyalurkan hak politik, tidak seperti pada pemilu yang dahulu dimana incumbent masih tetap menjabat/hanya mengajukan cuti sementara meskipun Dia kembali mengikuti kontestasi pemilihan bupati. Sekalipun hak bersuara untuk mendukung calon bupati tertentu atau bahkan mencalonkan diri sudah diatur dan dilindungi oleh undang undang namun tetap sangat terasa bagaimana pengaruh struktural birokrasi memberikan faktor yang signifikan dalam pemilu. Bagaimana arahan ataupun intervensi jabatan akan tetap berlaku meskipun hal itu keliru. Dan tidak lepas dari itu pola fikir masyarakat awam bahwa jabatan dalam birokrasi adalah sebuah kedudukan membanggakan yang dapat diteladani dan diikutinya. Oleh karena itu dalam masa kekosongan kekuasaan ini diprediksi akan menumbuhkan keberanian seseorang dalam berpolitik lebih banyak. Maka jika dilihat dari sudut pandang waktu, peta politik Bojonegoro khususnya dalam kontestasi pemilihan bupati 2024 masih sangatlah liar dan belum berwarna.

Baca Juga:  Pancasila: Fondasi Persatuan dan Alat Pemersatu Bangsa

Kemudian bagaimana peluang Bupati Anna Muawanah jika kembali mengikuti kontestasi pemilihan bupati lagi? Jika hanya merujuk undang undang pemilu nomor 10 tahun 2016, tentunya peluang tersebut masih 50:50. Masih banyak faktor penentu atau kunci lainnya yang harus dikuasai oleh Ibu Anna Muawanah. Bagaimana dengan hasil pilkada DPRD Kabupaten Bojonegoro juga sangat menentukan langkah Beliau nantinya, akan mudah ataukah lebih sulit. Kemudian dari faktor lain yang tak kalah penting, dimana Beliau bisa atau tidaknya mengunci strategi strategi politik selama masih menjabat ini, yang mana kemudian nantinya akan dijabat oleh pejabat sementara selama rentang waktu 14 bulan. Bukan hal yang tidak mungkin, nanti pejabat yang menggantikan Ibu Anna Muawanah akan bermanufer politik dan lain sebagainya. Hal ini dikarenakan kepentingan politik mulai dari daerah hingga nasional akan ditentukan secara serentak di hari yang sama. Mengingat Kabupaten Bojonegoro yang memiliki potensi besar maka bisa jadi kepentingan besarpun akan banyak bermain dalam kontestasi pemilihan Bupati Bojonegoro nanti. Pada prinsipnya dalam rentang waktu yang cukup lama tersebut
masih akan banyak memunculkan kemungkinan kemungkinan untuk terjadi, dan pada posisi Ibu Anna Muawanah akan tetap diperjuangkan ataukah ditinggalkan oleh pendukungnya akan terjawab nanti.

Baca Juga:  Pilkada selesai, Semua Logistik kembali Ke KPU Bojonegoro

*) Penulis adalah Advokat di Bojonegoro