SUARABOJONEGORO.COM – Banyak pedagang kecil di pasar tradisional di Kabuapaten Bojonegoro, Jawa Timur terjerat rentenir. Pelaku ekonomi kerakyatan itu terpaksa meminjam modal di koperasi simpan pinjam dengan bunga tinggi, karena masih sulitnya mendapat akses pinjaman di perbankan.
Di Pasar Kota Bojonegoro saja, dari total 6.144 pedagang pedagang kecil dan menengah, mayoritas menjadi nasabah lintah darat.
“Memang masih banyak sekali, pedagang yang memanfaatkan jasa rentenir dengan kedok koperasi simpan pinjam,” ujar Direktur Utama Perusahaan Daerah (PD) Pasar, Nurkholis, kepada wartawan, Selasa (8/5/2018).
Pihak pengelola pasar sangat menyayangkan banyaknya pedagang di bawah naungannya yang masih terbelit hutang koperasi simpan pinjam yang memberikan bunga tinggi. Seharusnya keberadaan rentenir itu tidak diperbolehkan karena sangat membebani pedagang kecil.
Selama ini koperasi itu jemput bola dengan memberikan persyaratan mudah, dan cepat bagi calon nasabahnya. Hanya dengan fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan tanpa survey, nasabah bisa mencairkan pinjaman.
“Para pedagang ini kan kalau disuruh antri juga agak susah, jadi cari yang mudah,” ungkapnya.
Pihaknya sudah pernah memberikan masukan kepada bank daerah seperti Bank Perkreditan Rakyat Daerah (BPR) untuk jemput bola, agar bisa menjangkau para pedagang kecil dengan hanya menggunakan surat keterangan dari PD Pasar sebagai jaminan.
“Seharusnya bank daerah dan pemerintah bisa bersaing dalam hal ini,” sarannya.
Sementara itu, Ketua Komisi B DPRD Bojonegoro, Sigit Kusharianto, mengatakan, keberadaan koperasi simpan pinjam dengan bunga tinggi diantara pedagang kecil di pasar sudah tidak bisa dielakkan lagi. Sekalipun koperasi-koperasi tersebut sudah melanggar Undang-undang Perbankan.
“Koperasi ini sebenarnya memberatkan pedagang, bukan malah membantu,” jelas Sigit dikonfirmasi terpisah.
Akan tetapi, lanjut Sigit, di satu sisi mereka dibutuhkan oleh para pedagang kecil. Oleh karena itu harus dicarikan solusi bersama agar bagaimana pedagang tidak terbelit hutang dengan bunga tinggi. Salah satunya dengan memaksimalkan peran bank daerah melalui BPR.
“Kita berharap bank daerah bisa membuka akses sekecil kecilnya pada pedagang di pasar tradisional berupa akses pinjaman modal,” saran politisi Partai Golkar ini.
Menurutnya, prolebama inilah yang menjadi tugas bersama baik legilatif maupun eksekutif, dengan melalui bank daerah bagaimana supaya segera melakukan ekspansi di bidang retail di tingkat pedagang di desa desa untuk mengurangi praktek -praktek reentenir. Yakni dengan memberikan pinjaman tanpa bunga, namun prinsip perbankan tetap dikedepankan supaya tidak seenaknya saja.
“Kita harus memberikan wawasan dan edukasi kepada pedagang,” pungkasnya.
Dimintai tanggapannya, Cabup Soehadi Moeljono, menyatakan, kedepan strategi untuk mendorong ekonomi dan mensejahterakaan pedagang kecil, dan UMKM, salah satunya melalui pengoptimalan peran BPR. Yakni mempermudah pedagang kecil menedapatkan pinjaman untuk mengatasi rentenir.
“Kita akan sederhanakan permohonan kredit, dan memberikan pinjaman tanpa anggunan dengan bunga ringan agar tidak membenani pedagang kecil,” tegas Pak Mul, sapaan akrabnya.
Selain itu, lanjut mantan Komisaris BPR ini, pihaknya akan mendekatkan pelayanan dengan nasabah maupun calon nasabah yang disesuaikan dengan usahanya, baik usaha kecil maupun pertanian. Melalui pembukaan kantor-kantor cabang, yang sekarang ini hanya di Kecamatan Kalitidu dan Kedungadem. Sedangkan lainnya kantor kas dengan mobiling.
“Kita juga akan bersinergi dengan legislatif, pengelola pasar, dan pihak terkait untuk menata bersama-sama bagaimana agar pedagang ini bisa memanfaatkan BPR sebagai tempat untuk mendapatkan permodalan,” pungkas mantan Sekda yang sudah 32 tahun mengabdikan diri sebagai PNS di Bojonegoro. (*/red)