Bahas Komoditi Kopi di Bojonegoro, Fakultas Pertanian Unigoro Datangkan Profesor Ahli Kopi

SuaraBojonegoro.com — Fakultas Pertanian Universitas Bojonegoro (Unigoro) menggelar kuliah umum di Gedung Mayor Sogo Unigoro, pada Rabu (17/1/24). Kuliah umum ini mengusung tema Strategi Pengembangan Komoditi Kopi di Bojonegoro dalam Upaya Memenuhi Kebutuhan Konsumsi Kopi Dalam Negeri. Prodi tersebut menghadirkan Prof. Dr. Ir. Sri Tjondro Winarno, MM., selaku akademisi dan ahli kopi.

Dekan Fakultas Pertanian Unigoro, Ir. Darsan, M.Agr., mengatakan, menjamurnya coffe shop di Kabupaten Bojonegoro seharusnya bisa menjadi peluang untuk mengembangkan komoditi kopi. Meskipun hanya ada beberapa wilayah yang bisa ditanami pohon kopi. “Profesor Tjondro ini ahli kopi dari hulu ke hilir. Harapannya semoga sharing knowledge dari beliau bisa menambah wawasan di bidang pertanian,” ucapnya.

Hal senada juga disampaikan oleh Wakil Rektor III Unigoro Ir. H. Noor Djohar, MM. Beliau berharap, para mahasiswa tidak menyia-nyiakan kesempatan kuliah umum dengan narasumber seorang guru besar. “Perlu diketahui bahwa kuliah umum dan kuliah praktisi di Unigoro diwajibkan bagi setiap prodi. Karena ini adalah bentuk implementasi MBKM (Merdeka Belajar Kampus Merdeka),” terangnya.

Baca Juga:  Proses Penjemuran Masih Menggantungkan Sinar Matahari

Di hadapan para mahasiswa, Prof Tjondro menekankan bahwa mahasiswa agribisnis harus terlibat dalam bisnis pertanian dari hulu dan hilir. Termasuk mempelajari komoditi kopi. Menurut Prof Tjondro, bisnis kopi memiliki prospek yang cerah.

 

“Tapi tantangannya adalah bagaimana cara menambah nilai kopi ke petani kopi. Kalau tata cara budidaya, mereka sudah paham. Sayangnya yang diekspor hanyalah green bean atau kopi ose. Satu kilogram green bean dijual Rp 24 Ribu. Setelah diolah jadi kopi bubuk menyusut jadi 750 hingga 800 gram, harganya Rp 60 Ribu. Artinya green bean itu punya nilai tambah sampai 81 persen setelah jadi kopi bubuk,” jelasnya.

Penulis buku Ekonomi Kopi Rakyat Robusta ini melanjutkan, kualitas kopi ditentukan dari tempat asalnya. Prof Tjondro mencontohkan, kopi robusta tumbuh optimal pada ketinggian 400 hingga 700 MDPL. Sedangkan kopi arabika tumbuh pada ketinggian 500 hingga 1.700 MDPL. Curah hujan yang tinggi juga mendukung pohon kopi tumbuh dengan baik. “Enaknya kopi ditentukan dari mana asalnya. Misalnya kopi arabika terbaik berasal dari Bondowoso, sedangkan kopi robusta dari Kabupaten Malang. Secara umum tanaman kopi menghendaki tanah yang gembur, subur, dan kaya akan bahan organik,” tuturnya.

Baca Juga:  Bertahan Imbang Tanpa Gol, Persibo Bojonegoro Melangkah Ke Babak 28 Besar Liga 3 Jawa Timur

Prof Tjondro menambahkan, market behaviour (perilaku pasar, Red) komoditi kopi saat ini adalah ready to consume (siap dikonsumsi, Red). Sehingga banyak inovasi jenis minuman kopi yang disukai masyarakat. Seperti espresso, latte, cappuccino, dan lainnya.

Mahasiswa prodi agribisnis Unigoro tampak antusias dengan topik kuliah umum kali ini. Mereka memanfaatkan momen tersebut untuk berdiskusi tentang potensi dan strategi pengembangan komoditas kopi di Kabupaten Bojonegoro. (din/Red)