OLEH: MOCHAMAD MANSUR, S.H.,M.H.
SuaraBojonegoro.com – Meski sistem hukum Indonesia tidak menganut doktrin preseden atau stare decisis, faktanya putusan hakim tidak (melulu) hanya mengacu undang-undang. ada tiga acuan hakim dalam memutus perkara yang berkaitan dengan putusan terdahulu. Tiga acuan itu tidak kalah penting selain undang-undang sebagai hukum positif yang menjadi dasar hakim mengadili dan memutus perkara. Tiga sumber acuan dalam putusan hakim selain undang-undang, yaitu :
1. Yurisprudensi
Putusan pengadilan yang diikuti karena ada kesamaan terhadap perkara yang akan diputus dan Yurisprudensi tidak selalu terbentuk dari putusan-putusan Mahkamah Agung, tetapi Yurisprudensi bisa lahir dari putusan pengadilan tingkat pertama atau tingkat banding
2. Landmark Decision (hasil pilihan Mahkamah Agung dari putusan yang menarik perhatian).
3. Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung
yurisprudensi; landmark decision berdasarkan praktik alami peradilan; dan rumusan hasil rapat pleno kamar yang ditetapkan otoritas para hakim dalam bentuk SEMA. Ketiganya bersumber dari putusan-putusan terdahulu yang disepakati substansinya oleh hakim.
Berkaitan dengan permohonan penetapan satu orang yang sama dengan nama yang berbeda telah banyak putusan-putusan terdahulu yang dibuat acuan oleh hakim-hakim berikutnya dalam membuat putusan/penentapan, dan telah ribuan permohonan penetapan satu orang yang sama dengan nama yang berbeda yang telah dikabulkan permohonannya oleh pengadilan.
Dari beberapa putusan pengadilan terdahulu yang memutus permohonan penetapan satu orang yang sama dengan nama yang berbeda, justru hakim dalam membuat penetapan tidak mendasarkan pada Pasal 52 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, namun hakim mengacu pada ketentuan dalam penjelasan Pasal 56 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan yang dimaksud dengan peristiwa penting lainnya adalah peristiwa yang ditetapkan oleh pengadilan negeri untuk dicatatkan pada instansi pelaksana. antara lain.
Dari redaksi kalimat tersebut secara gramatikal dapat dipahami bahwa penggunaan kata antara lain berarti masih membuka kemungkinan bagi pengadilan untuk memeriksa perkara permononan lain selain daripada hal-hal yang disebutkan dalam peraturan tersebut seperti halnya dalam permohonan penetapan satu orang yang sama dengan nama berbeda. (**)
*)Penulis adalah Ketua