SuaraBojonegoro.com – Ada potensi lain sekitar wisata sumur minyak tradisional, Teksas Wonocolo, Kabupaten Bojonegoro. Tepatnya di Desa Wonocolo, Kecamatan Kedewan. Daerah yang dikenal tandus untuk komoditas pertanian rupanya cocok untuk tanaman holtikultura, salah satunya alpukat jenis wina. Senin (2/8/2021)
Hingga kini, alpukat wina tumbuh subur di antara lereng bukit. Bahkan, ukuran buahnya ada yang sebesar bola takraw. Bisa dikatakan tumbuh sehat. Kurang lebih ada 2.000 pohon alpukat yang ditanam oleh Yanto, pembudidaya alpukat di Desa Wonocolo. Dari jalan utama, perjalanan ke kebun alpukat hanya bisa dilalui kendaraan roda dua atau jalan kaki. Jalannya sedikit menurun masih berupa tanah dan bebatuan kecil.
Yanto mengatakan, pohon alpukat telah ditanam sejak 2016. Sejak pohon sengon berumur empat tahun di kawasan tersebut habis dilalap api, saat itulah Yanto mulai beralih menanam alpukat.
“Kalau tanaman keras, sekali tebang kan perlu nanam lagi. Kalau tanam buah, semakin tahun semakin bertambah produksinya. Tidak perlu tebang-tebang lagi,” ujarnya saat di temui di kebun alpukat.
Yanto mengatakan, dari kurang lebih ada 2.000 pohon yang ditanam, baru 50 pohon yang sudah berbuah. Kurang lebih setengan ton untuk 50 pohon. Sementara, untuk satu pohon bisa menghasilkan 50 kilogram alpukat. Dengan bobot satu buah alpukat bisa mencapai delapan hingga sembilan ons.
“Saat ini harga alpukat wina satu kilonya Rp 25 ribu. Dan Juli-Agustus ini adalah buah pertama, jadi untuk hasilnya belum tahu. Hanya, kasarannya jika satu pohon taruhlah Rp 10 ribu satu kwintal, sekali berbuah bisa satu jutaan. Untuk jenisnya, selain wina ada juga kendil, alligator, dan kayangan,” jelas Yanto.
Lanjutnya, saat ini belum maksimal dari segi perawatan. Sebab terkendala dana. Untuk masa panen, Yanto menjelaskan tidak sama. Sebab dalam 14 bulan, ada dua kali panen. Dari bunga sampai alpukat tua membutuhkan waktu enam bulan. Namun, terkadang belum waktunya panen, pohon alpukat sudah berbunga lagi.
“Lahan yang ini 1,5 hektar. Dulu ditanami 450 pohon. Sebelah sana 400 pohon. Di dekat masjid ada lagi 1,5 hektar. Belum maksimal dan terlalu banyak pohon yang harus dirawat. Sementara penduduk desa masih rintisan untuk mau menanam pohon alpukat. Sekarang sudah mulai mau,” tuturnya sambil menunjukkan titik lokasi pohon alpukat.
Selain itu, Yanto juga produktif di rumahnya. Dia juga menyetek alpukat dan menjual bibitnya. Per bibit pohon alpukat dihargai Rp 30 ribu. Bahkan, baru-baru ini warga di sana juga membeli bibit alpukat darinya sebanyak 100 pohon.
Keunggulan alpukat wina yakni berukuran besar, dagingnya tebal dan basah. Serta disertai rasa manis sedikit. (Red/Lis)