Program Mengembalikan Kejayaan Kesenian Tayub Bojonegoro

SUARABOJONEGORO.COM – Kesenian tayub di Kabupaten Bojonegoro kian meredup seiring perkembangan zaman. Tontonan rakyat ini mulai tergeser dengan kesenian modern.

Situasi tersebut berakibat sebagian besar Waranggana (perempuan pelaku seni tayub, red) mulai berkurang jobnya. Terlebih tidak ada pendampingan maupun program riil pembinaan kepada mereka.

Fenomena inilah yang ditangkap pasangan calon bupati (Cabup) dan calon wakil bupati (Cawabup) Bojonegoro, Soehadi Moeljono dan Mitroatin, untuk kembali memberdayakan kesenian tradisional ini agar kembali hidup.

Pasangan yang dikenal masyarakat dengan sebutan “MulyoAtine” menyadari pentingnya melestarikan kesenian tradisional di Bumi Angling Dharma. Mereka berharap seni tradisi khas tersebut dapat berkembang, dan menjadi salah satu ikon budaya daerah.

‌Tersebab itu pula, kesenian maupun pelakunya perlu diberdayakan. Pasangan ini berpendapat, kesenian tradisi harus turut mengikuti perkembangan daerah kaya Migas tersebut.

Sementara itu bagi Eliva Chasaroh, menjadi seorang Waranggana merupakan hal yang luar biasa dalam hidupnya. Hingga saat ini dia masih bisa mempertahankan kesenian tradisional Jawa yang tidak semua orang bisa melakukan.

“Saya menjadi Waranggana sudah sejak tahun 1998 silam,” ujar wanita 40 tahun ini kepada wartawan, Senin (16/4/2018).

Awal mula menggeluti profesi tersebut, karena kesulitan ekonomi. Dari seni pergaulan itu pula membuatnya populer.

Baca Juga:  Program Keterampilan Dukung Industri Pariwisata

“Kalau dulu tampilnya di lokalan saja, lima tahun terakhir sudah mulai keliling kota di luar Bojonegoro,” tandasnya.

Untuk menjaga eksistensinya, Eliva terus menjaga kualitas diri sebagai seorang Waranggana agar tetap diminati masyarakat.

Seiring perkembangan zaman, minat masyarakat untuk ‘nanggap’ Waranggana mulai menurun. Dari yang mulanya banyak undangan baik itu pernikahan, sunatan, atau hajatan lainnya, kini bisa dihitung dengan jari.

“Kami dari dulu belum ada pendampingan atau pelatihan dari manapun termasuk Pemkab Bojonegoro,” imbuh warga Desa Talok, Kecamatan Kalitidu.

Senada disampaikan seniman serupa, Sunarti.  Waranggana asal Desa Ngantru, Kecamatan Ngasem, mengatakan, sudah puluhan tahun bergelut di dunia seni langen tayub.

“Dulu masih di seputaran Bojonegoro saja, sekarang sudah tampil hingga ke luar kota,” ujar ibu tiga anak ini.

Diakui pula minat masyarakat terhadap kesenian masyarakat kalangan menengah ke bawah ini mulai menurun dibandingkan lima tahun lalu. Banyaknya kesenian modern menjadi salah satu penyebab kesenian ini terpinggirkan. Ditambah lagi munculnya anggapan jika kesenian ini mahal.

“Ya mahalnya itu seberapa, kan sebanding dengan tampilan yang diberikan,” tukasnya.

Selama ini belum ada pendampingan maupun pelatihan yang diberikan Pemkab Bojonegoro kepada waranggana. Sunarti terus berusaha memperbaiki kualitas diri secara otodidak demi menjaga eksistensinya.

Baca Juga:  Pelatihan Keterampilan untuk Berdayakan Perempuan

“Belum ada pelatihan atau pendampingan,” tandasnya.

Baik Eliva maupun Sunarti berharap bupati terpilih mendatang bisa meningkatkan eksistensi Waranggana, dan membangun kembali gairah pertunjukan langen tayub di Bojonegoro. Seperti misalnya mengadakan acara siraman, mengikutkan dalam event-event besar, dan lain sebagainya.

“Ya harapannya, bagaimana agar kesenian ini bisa tetap bertahan, dan kembali jaya seperti waktu-waktu dulu,” pungkasnya.

Menanggapi hal itu, Cabup Soehadi Moeljono mengakui, jika eksistensi kesenian tayub mulai meredup. Dari berbagai pagelaran tayub yang dia datangani, kesenian yang campuran mitos dan tradisi ini tidak banyak lagi digandrungi masyarakat.

Karena itu, lanjut dia, kedepan pihaknya telah menyiapkan sejumlah program untuk melestarikan kesenian, dan memberdayakan pelaku seni tradisional di Bojonegoro. Yakni dengan cara menyelanggarakan forum-forum kebudayaan dan kesenian daerah yang mengunggulkan karakter khas Wong Bojonegoro. Serta membangun balai-balai seni dan budaya sebagai wahana belajar seni dan budaya bagi warga masyarakat, untuk menyalurkan hobi atau melatih profesi.

“Kesenian ini memiliki nilai jual jika ditata, dan dikembangkan secara maksimal. Ini bisa menjadi potensi budaya dan wisata andalan Bojonegoro,” tegas cabup yang berpasangan dengan Kader Nu ini. (*/red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *