JARENE-JARENE

Oleh: COACH PRIYO LELAKI CPS®

“Aku iki ngene JARENE wong iku ngunu-ngunu.Wong iku ngunu JARENE aku iki ngene-ngene. Lah,ngene ngunu iku JARENE SOPO?”

THE POWER OF JARENE.

Ini adalah salah satu budaya di masyarakat yang sampai saat ini masih melekat erat. JARENE,kalau di artikan dalam bahasa Indonesia adalah sebuah informasi yang di sampaikan oleh orang lain dengan tujuan untuk menyampaikan kabar,berita,kejadian atau hal apapun, baik yang bernilai positif atau negatif.Terus masalahnya apa Kang?

Masalah timbul tak kala kita menganggap “JARENE” itu adalah sebuah FAKTA yang sudah di anggap benar adanya. Padahal belum tentu Mbak Yu!

Setiap kali kita mendengar informasi “JARENE”,Ojo toh,di telan mentah-mentah sebagai bentuk Pembenaran.Kita bisa mengetahui benar tidaknya itu kalau kita melihat sendiri,mendengar sendiri dan menyaksikannya sendiri,BUKAN melalui JARENE wong liane.

Di dalam pelatihan otak kanan atau soft skill training,istilah JARENE itu bisa di kategorikan sebagai PERSEPSI.Yaitu, sudut pandang terhadap sesuatu hal yang timbul karena apa yang di pikirkan dan di ucapkan tanpa melalui proses kajian apakah sudah berdasarkan fakta atau hanya asal bicara.

Baca Juga:  PERANG RUSIA-UKRAINA DALAM KACA MATA HUKUM 

Sesungguhnya, apapun yang di sampaikan tapi belum ada fakta maka itu masih di sebut kategori PERSEPSI.

Permasalahan yang sering terjadi adalah banyak dari kita terkadang berdebat hebat,suami istri ribut,tetangga adu mulut,di Facebook saling tuntut,di Instagram caci-cacian,status WA sindir-sindiran karena demi sesuatu yang masih kategori Persepsi.Meributkan sesuatu dari Katanya-katanya. JARENE-JARENE!

Terkadang kita mudah mempercayai sesuatu yang belum tau asal mulanya,titik masalahnya,cerita yang sebenarnya.

“Mboh benar,mboh salah,Lah JARENE YO NGUNU.Aku mung JARENE KOK!”

Inilah awal mula terjadi kericuhan yang terkadang berdampak kepada pelanggaran hukum pidana.Kita harus menyadari bahwa JARENE yang sifatnya negatif bisa mengarah ke Pencemaran nama baik,penghinaan atau perbuatan tidak menyenangkan,menyebarkan berita bohong,fitnah,hoax dll.

Pepatah mengatakan “Mulutmu adalah Harimau mu”.Jangan hanya karena menyampaikan berita yang datangnya dari “JARENE”,kita bisa di anggap kategori orang yang melanggar pidana.

Jadi,bagaimana kita menyikapi budaya JARENE ini kang?

Selama JARENE masih bersifat positif,itu boleh-boleh saja.TAPI,jika JARENE mengandung hal yang negatif,Tolong jangan ikut menyebar luaskan.Baik melalui lisan,gosipan,gibahan ataupun nyinyiran di media sosial.

Baca Juga:  Pendidikan, Kemerdekaan, dan Arah Pembangunan

Bila memungkinkan, berikan saran masukan kepada si pemberi pesan JARENE tadi,agar stop untuk membawa pesan negatif. Intinya, selama belum ada bukti nyata berupa fakta yang sebenarnya,biarlah menjadi informasi pribadi dan tidak perlu di gembar gemborkan seolah kita sudah menjadi saksi dari kejadian yang sebenarnya.

“Piye nek awake Dewe sing jadi bahan omongan JARENE sing negatif itu kang?”

Selama tidak ada bukti kuat sesuai dengan pasal-pasal pelanggaran hukum Pidana, ya abaikan saja. Jangan merasa seolah merasa. Santai saja!.TAPI,kalau sudah ada bukti JARENE yang berpotensi melanggar hukum maka,bisa di selesaikan dengan cara Hukum.

Monggo mulai dari sekarang,kita bedakan mana yang kategori PERSEPSI dan mana yang kategori FAKTA. Ojo kok goro-goro JARENE,awake dewe malah entuk masalah gede!

*)Penulis adalah seorang Public speaker, Ceo Red Angels Group Dan Founder Wisata edukasi Kampung Tumo.