PI Bojonegoro: “Sejak Awal, Kalau Mau Untung Besar, Jangan Undang Investor!”

Oleh: Imam MM

SuaraBojonegoro.com – PI dalam eksploitasi MIGAS block Cepu adalah pilihan. Jika Pemkab Bojonegoro tidak mengambilnya sama sekali tidak salah. Bagi penakut, tidak mengambil sebenarnya adalah pilihan paling nyaman, tidak akan ada resiko kerugian sama sekali. Tapi rumus bisnis mengatakan high risk high return, no risk no return. Untuk ikut PI (4,8%) di Blok Cepu – besaran POD nya berkisar 3 millar USD, diperlukan dana investasi sebesar dalam rupiah 1.890.000.000.000.

Bupati Santoso tahun 2005 memilih no risk but get return. Caranya dengan mengundang investor/partner yang membayar modal dan mendapatkan keuntungan 25 persen, setelah semua modal dikembalikan kepada investor. Perjanjian ini diubah setelah krisis keuangan global tahun 2008/2009. Mitra PT SER yakni Marrill Lynch mundur, China Sonangol masuk, Pemkab Bojonegoro punya kesempatan negoisasi ulang. Saat itulah terjadi perubahan dari hutang menjadi penyertaan modal, terbitlah saham seri A, B dan C (modal utama PI). Dari kesepakatan itu, Pemkab Bojonegoro mendapatkan signature bonus 100 ribu USD, dan 50 ribu USD setiap tahun masuk sebagai pendapatan Pemkab Bojonegoro sampai keuntungan didapatkan. Selain itu, biaya operasional PT ADS juga ditanggung PT SER. Skema saham ABC inilah yang memungkinkan investor baru berani masuk.

Modal awal PT ADS dihitung 2 milyar rupiah masuk dalam saham seri A dan B seiring Perubahan model kerjasama antara PT ADS dengan PT SER ( 2005 s/d 2013 bulan Maret ) dari bentuk pinjaman/hutang menjadi bentuk Saham. Termasuk mengalihkan saham An Pak Nyoman Sudana 1%. Sehingga PT ADS menjadi miliki Pemkab Bojonegoro/PT ADS dan PT SER dalam bentuk saham Seri A, B dan C yang nilainya bisa berubah nilainya sesuai perhitungan proyek EMCL. Saham seri C akan hilang setelah semua modal yang disetor kembali, sehingga kelak hanya akan ada saham seri A dan B. Proses itu sudah dikuatkan dengan perubahan Perda PT ADS.

Baca Juga:  Peran AKMI dalam Meningkatkan Literasi dan Kompetensi Siswa di Madrasah

Sebenarnya, bisa saja pada saat itu (2008/2009) Pemkab Bojonegoro menceraikan PT SER. Selain beresiko digugat perdata, Pemkab Bojonegoro harus menyediakan dana PI. Sayangnya saat itu pemkab Bojonegoro punya outstanding debt 350 milyar rupiah dari APBD 850 milyar. Pun juga tidak ada payung hukum yang membolehkan Pemkab Bojonegoro berinvestasi bisnis secara langsung. Apalagi pada bisnis migas yang resikonya tinggi; resiko cadangan tidak terbukti, resiko harga naik turun.

Jadi pilihan saham ABC dan pendapatan 25 persen atas keutungan setelah semua modal dikembalikan ke investor ditambah cost of fund (hanya sekali) dianggap pilihan paling rasional saat itu. Terbukti pihak KJPP mengamininya.

Jadi apa yang disebut kerugian oleh pejabat Pemkab Bojonegoro (era Bupati Anna Muawanah)? Kalau yang disebut rugi itu adalah bayangan keuntungan seluruh pendapatan PT ADS mungkin ada benarnya. Tapi jika bayangan itu ingin dijadikan kenyataan, ada ongkos-ongkos yang harus dibayar. Bayangan yang sebenarnya juga menjadi bayangan pemimpin Bojonegoro sebelumnya.

Plihan paling enak sebenanya pernah disuarakan Pemkab Bojonegoro tahun 2015, agar pemerintah daerah mendapatkan PI tanpa harus setor modal. PI merupakan golden share atas resiko dan investasi sosial yang ditanggung Pemkab Bojonegoro daerah penghasil. Suara itulah yang direspon menteri ESDM Ignatius Jonan dengan menerbitkan Peraturan Esdm Nomor 37 Tahun 2016 yang memberi PI kepada daerah penghasil tanpa setor modal. Seluruh modal akan dipinjami operator dan dibayarkan lewat pendapatan. Bila seluruh modal kembali, Pemkab Bojonegoro mulai akan mendapatkan hak bagiannya sesuai dengan porsi PI. Lihat https://migas.esdm.go.id/post/read/permen-esdm-tentang-ketentuan-penawaran-participating-interest

Baca Juga:  HET MinyaKita Naik, MinyaKita Milik Kita?

Kutukan Sumber daya alam!
Dalam sejarah eksploitasi sumberdaya alam dikenal empat jenis kutukan yaitu saat cadangan habis dieksploitasi: alam rusak, konflik sosial, uang habis dipakai pesta anggaran sementara pilar pembangunan berkelanjutan tidak siap. SDM di negara atau daerah itu tidak mampu menciptakan perekonomian alternatif. Contoh paling gamblang adalah negara Nauru di kepulauan pasific. Permah menjadi negara terkaya selama hampir 30 tahunan kini menjadi salah satu dari 5 negara termiskin di dunia. Terakhir kutukan sumberdaya alam datang kerena penyakit korupsi. Contoh terakhir ini ada di beberapa negara kaya migas dan diamond di Afrika.

Bagaimana Bojonegoro? Apa yang seharusnya menjadi perhatian publik? Ngotak atik perjanjian lama yang seandainyapun berhasil membeli seluruh sahamnya pendapatan migas dengan harga sekarang tidak lebih 5 trilyun rupiah atau pelototi anggaran yang sudah ada di tangan: 7 trilyun rupiah. Pastikan digunakan dengan benar dengan prinsip pembangunan berkelanjutan (SDGs), tidak melahirkan konflik karena anggaran menjadi alat politik rezim penguasa.

Pastikan juga tidak dikorupsi secara berjamaah alias kongkalikong alias persengkokolan vertical dan horizontal! Pembangunan hanyalah kedok, inti paling pokok adalah bagaimana mendapatkan rente. Dengan permainan IT dan rekayasa, publik bisa ditilap.

Kelak anggaran pasti drop drastis, seiring dengan cadangan migas yang terkuras habis. Para penghisap uang rakyat masih bisa berpesta di luar sana, dari darah anggaran yang dihisapnya, nun jauh di sana, jauh dari derita kemiskinan rakyat Bojonegoro.

Siapa yang masih peduli soal ini? Siapa yang masih bisa menjaga kewarasan dan kewajaran di saat suasana perut lapar akibat pandemi corona? (**)

*) Penulis Adalah : 
Koordinator SWASTA (Suara Warga Semesta) Bojonegoro