Sedikit Saja Untuk Refleksi Bangsa Indonesia Ke 72

Oleh: Andri Yanto
(Sekretaris DPC GMNI Bojonegoro)

suarabojonegoro.com –  Ada banyak cara masyarakat dalam merayakan hari kemerdekaan Indonesia yang ke 72 ini seperti berbagai macam perlombaan. Memang momenya pas karena KKN Unigoro tahu ini ada yang di desa Tulungrejo kecamatan Trucuk. Sehingga banyak mahasiswa yang turut meramaikan dan bukan hanya di sini bahkan masing masing desa tempatnya KKN.

Ada yang bikin salut dengan warga di sini, pada malam menjelang HUT RI banyak warga yang datang ke masjid untuk mengikuti sholat dua rakaat, sholat hajat namanya. Terus kata warga disini sholat itu memang di laksanakan secara rutin pada saat saat tertentu, seperti hari ini (17/8/2017) yang kemudian di lanjutkan bancaan (nasi tumpeng yang di doakan bareng bareng).

Hal yang membuat trenyuh dan hanya satu poin yang bisa diambil dalam perayaan itu ialah keseruan, keguyuban, kerukunan yang substansinya menjadi wujud gotong royong atau biasa disebut eka sila, yakni perasan tri sila dari Pancasila. Pasti teman teman semua tidak ingin melewatkan perayaan ini.

Wajar saja kan Karena memang sebelum peringatan HUT RI 72 kita telah mengalami berbagai konflik yang memicu keretakan Bhineka Tunggal Ika,  misalnya saja konflik Pilgub Jakarta yang menyeret sejumlah golongan hanya untuk kepentingan institusi personal.

Sebetulnya cara tersebut digunakan golongan hanya untuk merebut strata setelah Presiden yaitu Gubernur. Kalau boleh menilai itu memang ulah segelintir orang yang tidak mengetahui dampak dari aksinya, dan caranya yang sangat ambisius untuk memenangkan. Ya itu tadi, kepentingan.

Akan tetapi spekulasi konflik untuk memecah belah bangsa majemuk di tunjukan dengan sikap cerdas terhadap kejadian yang ada, yang memang ujung ujungnya Pilgub sehingga tidak merambah ke berbagai daerah lainnya. Dan wow, inilah bangsa kita sudah cerdas setelah di gembeleng berbagai isu. Mungkin juga karena pemerintah sudah mengantisipasinya terlebih dahulu.

Lalu setelah konflik mereda munculah kelompok radikalisme yang menawarkan ideologinya. Eh, malahan bukan hanya menawarkan saja ternyata, bahkan pengennya langsung ingin menggantikan Pancasila. Pikirnya (kelompok radikalisme) bentuk negara yang di ciptakan oleh pemimpin kita sebelumnya itu bukankah nyawa taruhannya. Memangnya negara kita itu negara Theocratis.

Mereka kira Indonesia merdeka di rebut dengan mudah begitu saja dari negara kolonial yang menjanjikan kemerdekaan bangsa kepada kita. Bukankah semua negara penjajah itu sifatnya menghisap? Sebetulnya ada banyak problem masyarakat Indonesia saat itu. Yuk ingat ingat seklumit sejarah sebelum Indonesia merdeka. Penghisapannya itu melalui sistem sistem yang di jalankan pemerintah Hindia Belanda, seperti culture stelsell atau tanam paksa. Selain tanam paksa ada pula yang nama sistemnya dengan menghisap hasil bumi dari petani kemudian diberikan kepada pemerintah saat itu (Hindia Belanda).

Jadi itu, kalau ingin lebih detil mengenai cerita bangsa saat jaman pemerintah Hindia Belanda bisa ambil referensi bukunya Soekarno yang berjudul Indonesia Menggugat. Bahkan sempat di ceritan dalam buku itu ada perempuan sampai melahirkan di tempat kerjanya bertanam. Ya karena itu tadi, semuanya di paksa kalau tidak pun mungkin buruh bakal menerima cambukan oleh mandor (pengawas).

Lihat karakter bangsa pada jaman Hindia Belanda, tersiksa pasti. Tapi setelah Bung Karno memproklamirkan kemerdekaan, bangsa Indonesia merdeka dari pemerintah hindia belanda dan berhasil menentukan bentuk negara kita yang sekarang gemah ripah loh jinawe ini dan setiap tanggal 17 Agustus selalu di peringati, tega teganya mereka itu kelompok radikalisme ingin menggantikan Pancasila. Padahal dasar negara atau Filoshophis Groundslaag tersebut mencerminkan negara Indonesia Asli yang kemudian di paparkan oleh siapa lagi kalau bukan Faunding Father kita, Ir Soekarno saat sidang ke dua BPUPKI tanggal 1 Juni 1945 yang kemudian kita peringati hari lahirnya Pancasila.

Untung saja kelompok tersebut tidak bisa berkutik setelah terbit Perppu 2 tahun 2017 dan UKP-PIP sehingga menjadi tameng pemerintah bagi siapa saja yang mengancam keutuhan NKRI. Tapi yang jelas banyak juga dari rakyat yang bilang NKRI Harga Mati. Bagaimana tidak minder si musuh (Anti Pancasila) dengan bangsa ini? Itu artinya masyarakat sadar betul akan perasaan ratap tangis Indonesia sebelum merdeka yang di iringi Bhineka Tunggal Ika, berbeda beda tapi tetap satu jua.

Sebagai mahasiswa organisatoris tentu sangat menudukung terhadap sikap pemerintah terhadap kelompok sparatis ingin mengacaukan keutuhan bangsa ini yang genap 72 tahun dan kita (Indonesia) bukan hanya hidup 1 windu lamanya tapi seribu windu lamanya. (and/JW)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *